THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, Juli 05, 2009

KEGIATAN SEMINAR Oleh FIG KOTA TARAKAN KALTIM

Seminar Pendidikan Forum Ilmiah Guru Kota Tarakan di SMPN 4 Tarakan dilaksanakan tanggal 29 juni 2009, dengan dihadiri oleh Kepala LPMP Samarinda Bapak Bambang Utoyo, M.Pd dan dilaksanakan oleh Ketua panitia FIG Bapak Wiranto, S.Pd
Pemakalah dalam seminar antara lain, Bapak dan Ibu:
1. Kartiwi, S.Pd (Upaya Meningkatkan Hasil Belajar melalui latihan Soal Terbimbing
Siawa SMPN 4 Tarakan)
2. Soib, S.Pd (Melalui Model pembelajaran Kooferatif type Student Teams achievment
Division STAD Pada Materi Pokok Sistem Tata Surya Untuk Meningkatkan Prestasi
Belajar Siswa Kelas IX-2 SMPN 4 tarakan Tahun Pembelajaran 2008/2009)
3. Drs, Arifin R Said (Model Pembelajaran Kooperatif Menggunakan Peta Teka Teki
Dapat Meningkatkan Motivasi Siswa Dalam Memahami Konsep-konsep Biologi di kelas
VIII-1 SMPN 4 Tarakan)
4. Endang Puji Winarsih, S.Pd (Peningkatan Kemampuan Mengaktualisasi Kemerdekaan
Berpendapat Melalui metode Permodelan Pada Siswa kelas VII-1 SMPN 4 Tarakan Tahun
Pembelajaran 2008/2009)
5. Suparji, S.Pd (Meningkatkan hasil Belajar Siswa Dengan Strategi Pembelajaran
Konstruktivisme Pada Mata Pelajaran Matematika siswa kelas VIII-5 semester II
SMPN 4 Tarakan Tahun Pembelajaran 2008/2009)
6. Sri Marni, S.Pd (Upaya Meningkatkan hasil Belajar Dengan Menggunakan Strategi
Think, Talk, Write (TTW) Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia Kelas IX SMPN 4
Tarakan)
7. Merry Natalia Ruhayati, S.Psi (Upaya Mengatasi kesulitan Belajar Pada Siswa Kelas
VIII-4 Melalui Layanan Bimbingan Belajar di SMPN 4 Tarakan tahun Pembelajaran
2008/20090
8. Drs, Sarmin (penggunaan sistem Blok)
9. Kurniawan, S.Pd (Meningkatkan Kualitas Kenerja Guru Melalui Intensifikasi Model
Pakem Terhadap Guru di SMPN 9 Tarakan kaltim)
Demikian laporan dari hasil kegiatan, pada intinya kegiatan seminar ini adalah
terutama untuk mendapatkan point dan kenaikan pangkat dari IV-a ke IV-b.
salam Sukes buat semua rekan Kepala Sekolah dan para guru

Syn Tarakan Kaltim
Akhir Juni 2009

Read More..

DIKLAT DI HOTEL DYNASTI ..Penyelenggara Dinas Pendidikan Kota Tarakan

Kegiatan Dinas Pendidikan Kota Tarakan dari tanggal 25 sampai dengan tanggal 27 Juni 2009 di Hotel Dynasti Kota Tarakan
Pemateri adalah Bapak Jarwo dan Bapak Muhammad yang didatangkan langsung dari Direktorat Pendidikan Jakarta. Peserta yang hadir terdiri dari;
20 orang dari SMA, 20 orang SMK, 20 orang dari SMPN diseluruh kota Tarakan
Adapun yang dilakukan untuk kegiatan kurikulum adalah:
1. Pembuatan Pemetaan SK/KD,Indikator, dan Alokasi Waktu
2. Pembuatan Silabus oleh guru mata pelajaran masing-masing
3. Pembuatan RPP dengan model yang disepakati model, dalam hal ini diutamakan
karena berkaitan dengan pengisian Fortofolio Sertifikasi.
Demikian yang telah kami dapatkan terimaksh kepada pemateri.

Salam Sukses
Syn Tarakan kaltim

Read More..

Minggu, Mei 10, 2009

Belajar Kelompok

A. PENGANTAR

Belajar kelompok atau disebut juga kerja kelompok adalah bagian dari pengelolaan siswa dalam kegiatan pembelajaran PAKEM. Mengapa belajar secara aktif, kreatif, dan menyenangkan perlu bervariasi, baik dari segi penyediaan materi atau sumber belajar maupun pengelolaan belajarnya? Anak akan merasa bosan jika mereka belajar dalam suasana monoton. Kegiatan belajar mengajar perlu memberikan pengalaman belajar yang beragam agar kegiatan belajar tetap menyenangkan dan menantang. Kegiatan membaca dan menuliskan gagasan pribadi misalnya perlu dikerjakan secara individual, latihan berdialog dengan belajar berpasangan, berdiskusi untuk memecahkan masalah perlu kerja kelompok, dan klasikal untuk mendengarkan penjelasan guru. Demikian pula belajar tidak selamanya harus di dalam kelas. Kadang-kadang mereka perlu belajar di luar kelas untuk melakukan pengamatan atau mencari suasana lain yang lebih nyaman dan lebih leluasa, apalagi jika jumlah siswa di dalam kelas terlalu banyak.
B. TUJUAN
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta:
1. menjelaskan apa yang dimaksud dengan belajar kelompok dan mengapa anak perlu dilatih belajar berkelompok.
2. mampu membuat pengelompokan belajar yang tepat (disesuaikan dengan topik dan materi yang akan diajarkan, serta kompetensi apa yang akan dikembangkan dalam diri anak )
3. mampu mengembangkan gagasan pengelompokan yang lain yang membuat hasil belajar lebih maksimal dan efektif
4. mampu mengidentifikasi kegiatan belajar yang cocok untuk belajar kelompok dan yang tidak.

C. BAHAN DAN ALAT BANTU

1. Spidol untuk dijadikan sumber merumuskan pertanyaan
2. Beberapa lembar transparansi dan pena
D. LANGKAH PEMBELAJARAN

Langkah-langkah pembelajaran dalam pertemuan ini secara diagramatik
digambarkan sebagai berikut:
(15’) (40’) (20’)

Pleno: Apa, Meng apa, & Bagaimana Belajar Kelompok Kerja kelompok: mengidentifikasi +/- Belajar Kelompok Pleno: Pembahasan dan Kesimpulan





(1) Pleno: Pengantar (15’)
Fasilitator menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana belajar kelompok (Bahan terlampir
• Fasilitator mengawali kegiatan dengan mengajukan pertanyaan, apa yang diketahui oleh peserta tentang belajar kelompok karena ini bukan hal baru dalamCTL. Lalu mengapa anak perlu belajar kelompok, apakah semua kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan belajar kelompok, dan meminta beberapa peserta untuk menceritakan pengalaman mereka melaksanakan kegiatan belajar atau kerja kelompok, termasuk suka dukanya.
Fasilitator meminta peserta untuk duduk berkelompok dan memberi tugas:
_ Mengidentifikasi kegiatan belajar apa saja yang seharusnya dilakukan secara berkelompok dan yang tidak.Hasil diskusi ditulis dalam tabel berikut

Pengelolaan Pembelajaran Kegiatan yang dilakukan siswa
Kerja secara individual/ perorangan Membuat maket sekolah (model)
Kerja secara berpasangan
Simulasi dialog
Kerja Kelompok
Menuliskan pengalaman pribadi

• Peserta melaporkan hasilnya, kelompok lain menanggapi dan menambahkan keterangan yang belum lengkap.
Fasilitator meminta peserta untuk mengidentifikasi segi positif dan negatifnya belajar kelompok dan klasikal, kemudian memasukkannya ke dalam tabel sehingga mudah dilihat untuk dikomentari.
Belajar Kelompok:
Positif Negatif



Belajar Klasikal:
Positif Negatif



(2) Kerja Kelompok (20’)
• Dalam kelompok 5 orang, peserta:
Menuliskan sebanyak mungkin segi positif dan negatif belajar atau kerja kelompo
(3) Pleno: Pelaporan (20’)
Melaporkan hasil yang ditulis dalam transparansi, kelompok lain
menambahkan dan menanggapi yang tidak jelas. Fasilitator bersama-sama peserta menyimpulkan isi sesi tentang Belajar Kelompok.
Belajar Kelompok
Belajar kelompok mempunyai tujuan utama agar anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama, terutama untuk kegiatan yang memerlukan pemecahan masalah bersama, seperti melakukan percobaan, berdiskusi, bermain peran, juga untuk mendorong agar anak pemalu dan penakut mau berbicara. Anak-anak ini akan merasa aman jika berbicara dalam kelompok kecil daripada secara klasikal. Melatih anak belajar kelompok, berarti juga menyiapkan anak untuk menjadi dewasa yang bisa bekerjasama dengan orang lain. Dalam kenyataan hidup yang membuat manusia sukses adalah kemampuannya menerapkan kecerdasan untuk bekerjasama dengan orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Lebih-lebih dalam masyarakat modern, kemampuan bekerjasama semakin penting dan mutlak dibutuhkan (Schmuck,1985). Sebagai ilustrasi, terwujudnya sebuah gedung yang megah merupakan hasil kerjasama berbagai teknisi ahli.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua kegiatan pembelajaran cocok dilakukan dengan belajar kelompok. Jika topik/materi merupakan masalah yang harus dipecahkan bersama atau berupa lembar kerja yang harus dikerjakan melalui percobaan bersama, atau kegiatan bermain peran beberapa orang, ini memang memerlukan kegiatan atau belajar kelompok. Namun, jika materi hanya memerlukan dialog atau menulis percakapan dua orang, yang tepat adalah kerja pasangan, juga menulis karangan pengalaman pribadi yang cocok adalah kerja individual.
Ada beberapa cara pengelompokan yang dapat dilakukan guru, misalnya berdasarkan kemampuan, jenis kelamin, atau campuran. Setiap jenis pengelompokan tentu mengandung segi positif dan negatif, tergantung bagaimana guru melaksanakannya, termasuk mengetahui mengapa guru mengelompokkan berdasarkan kemampuan, dengan alasan misalnya agar mereka dapat berdiskusi secara efektif, berdasarkan jenis kelamin agar mereka dapat membahas topik dengan lebih terbuka dalam kelompok sejenis, dan sebagainya. Adapun yang penting diperhatikan oleh guru adalah bagiamana belajar kelompok dapat memaksimalkan hasil belajar semua anak dengan kemampuan dan minat yang beragam itu.
Selain itu, guru perlu mengetahui duduk berkelompok tidak sama dengan belajar kelompok. Duduk bisa dalam kelompok, tetapi setiap siswa mengerjakan tugas individual seperti mengerjakan latihan matematika atau mengarang. Namun, juga bisa anak-anak duduk dalam kelompok dan bekerja kelompok seperti melakukan percobaan IPA, berdiskusi untuk memecahkan masalah bersama. Sekali lagi tujuan belajar kelompok, selain meningkatkan sosialisasi, juga melatih siswa bekerjasama, mampu berinteraksi dengan teman lain, berdiskusi dengan tidak memaksakan kehendak/toleransi dan berargumentasi dengan akal sehat/masuk akal, atau secara umum mengembangkan kemampuan intelektual karena anak harus melakukan proses berpikir.
Jika hari ini anak mampu bekerjasama, esok dia akan mampu mengerjakan sesuatu secara mandiri. Kerjasama melalui belajar kelompok di mana anak saling berinteraksi dengan bertanya dan mengemukakan pendapat adalah fondasi sukses di kemudian hari. Berbicara (talk) adalah sentral untuk pengembangan sosial dan pertumbuhan intelektual (Vygotsky, 1962)
Belajar melalui berbicara sama dengan belajar bicara, anak aktif membangun pengetahuannya sendiri (Wells, 1987)
Kesimpulan umum:
Dengan anak terlatih berbicara, berdiskusi, berargumentasi, merencanakan sesuatu bersama dalam kegiatan belajar sehari-hari di sekolah, anak akan memiliki keterampilan siap pakai, misalnya untuk melakukan wawancara saat mencari kerja, kritis melihat dan memecahkan permasalahan sesuai situasi, lebih berani dan terampil memimpin rapat atau pertemuan, mampu menengahi perbedaan pendapat dengan memberikan argumentasi yang seimbang untuk kedua belah pihak, mampu menyerap dan menyaring informasi secara kritis, mampu membuat hipotesis, dan berbicara secara efektif.
Pembelajaran secara klasikal (kelompok besar)
Keuntungan Kerugian (mungkin)
- alat efisien untuk ceramah, film dan demonstrasi
- mengembangkan rasa aman dan “saya berada dalam kelompok”
- mempermudah untuk pengajaran konsep baru
- meningkatkan otoritas guru
- mengesankan hanya satu sumber belajar



- mengurangi tanggung-jawab individu
- mengesampingkan kebutuhan individu dan kebutuhan kelompok besar
- menghambat variasi pembelajaran
- menghambat partisipasi sosial
- meningkatkan masalah fisik (penglihatan, pendengaran)
- mengurangi keterlibatan dalam tugas/kegiatan

-

Pembelajaran secara kelompok kecil
Keuntungan Kerugian (mungkin)
- mempermudah komunikasi
- meningkatkan interaksi
- mendorong keterlibatan
- mendorong untuk membantu orang lain dan menerima tanggung-jawab
- melatih kemampuan bernegosiasi
- mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
- mengembangkan rasa perlu berbagi pendapat
- meningkatkan kerjasama
- memungkinkan variasi pembelajaran
- guru berkesempatan untuk mengamati, mendengarkan dan mendiagnosis siswa
- - membuat siswa tidak bergairah
- membuang waktu jika kemampuan bekerja kelompok kurang
- membuang waktu jika mengenalkan konsep baru
- mengesampingkan kebutuhan anak pandai dan kurang dari kebutuhan kelompok
- mengesampingkan penguasaan materi dari ketrampilan kerja kelompok
- anak pandai mendominasi anak kurang

Sumber: Kasim Lemlrch J (1990), Curriculum and Instructional Methods for Elementary and Midle School, New York Macmillan College Publishing Co.

Read More..

Mitos PR : Manfaat atau Mudarat?

It is not enough to be busy; so are the ants.
The question is: What are we busy about?
~Henry David Thoreau

Dalam perjalanan dari Surabaya ke Jakarta baru-baru ini, saat di
pesawat, saya duduk berdampingan dengan seorang ibu, sebut saja Bu Yuni.
Terus terang saya agak kaget waktu disapa oleh Bu Yuni, "Hi, Pak Adi,
ya? Apa kabar Pak? Wah, nggak nyangka lho bisa bertemu Pak Adi di sini."
Sambil bersalaman dan menjawab pertanyaan Bu Yuni saya berusaha keras
mengingat di mana pernah bertemu dengan Bu Yuni. Bu Yuni menyadari
kebingungan saya dan berkata, "Bingung, kan? Kita memang belum pernah
bertemu sebelumnya Pak. Saya mengenal Pak Adi melalui berbagai artikel
yang Bapak tulis di internet dan juga buku-buku Bapak".
"Oh... begitu toh ceritanya. Makanya saya bingung. Lha, Ibu kenal saya
tapi saya kok nggak ingat pernah bertemu Ibu.", jawab saya lega.
Selama perjalanan sekitar 1 jam antara Surabaya - Jakarta saya
memberikan "mini seminar" dan menjadi rekan diskusi dan sharing dengan
Bu Yuni.
Ada banyak hal yang Bu Yuni tanyakan. Salah satu yang menarik adalah
mengenai stress yang dialami anak Bu Yuni, yang di SD kelas 3, karena
beban pelajaran yang sangat berat.
"Ah, itu sudah lumrah, Bu. Kalau nggak stress namanya bukan sekolah",
canda saya
"Ya, tapi kan kasihan anak saya, Pak. Coba bayangkan. Sudah banyak
ulangan, hampir tiap hari deh ulangannya, masih dikasih tugas, eh masih
ditambah PR yang sangat banyak. Saya sampe kasihan sama anak saya.
Waktunya habis hanya untuk ngerjakan PR, tugas, belajar, dan terus
belajar. Nggak ada waktu untuk bermain dan menikmati masa kecil", keluh
Bu Yuni sambil menghela nafas panjang.
Pembaca yang budiman, apa yang saya ceritakan di artikel ini adalah
hasil diskusi saya dengan Bu Yuni selama di pesawat dan dilanjut sampai
di ruang kedatangan bandara.
Pembaca, pernahkah anda, sebagai orangtua atau pendidik, memikirkan
dengan sungguh-sungguh manfaat PR, yang jumlahnya cukup banyak, yang
harus dikerjakan anak/murid kita setiap hari?
Dulu saya juga merenungkan hal yang sama. Saat itu saya mengajukan
berbagai pertanyaan seputar PR kepada diri saya sendiri:
* Apakah ada pakar yang pernah meneliti korelasi antara PR dan prestasi
akademik?
* Apakah benar semakin banyak PR yang dikerjakan maka hasilnya semakin
baik untuk anak?
* Apakah nggak sebaliknya, semakin banyak PR justru berpengaruh negatif?
* Apakah ada mata kuliah yang mengajarkan tata cara yang benar dalam
memberikan PR kepada anak/murid?
* Apakah ada cara lain, selain PR, untuk meningkatkan prestasi anak?
Setelah banyak merenung, banyak bertanya, banyak membaca literatur,
searching di Internet, dan membaca pemikiran para pakar, saya akhirnya
sampai pada satu kesimpulan bahwa PR yang banyak tidak menjamin
peningkatan prestasi akademik.
PR sebenarnya tidak perlu banyak-banyak. Seperlunya saja. PR yang sangat
banyak, ditambah lagi dengan beban pelajaran dalam bentuk ujian dan
tugas-tugas lainnya justru berakibat negatif pada anak. Saat ini ada
sangat banyak anak yang stress karena sekolah. Proses belajar yang
seharusnya menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan ternyata kini
justru menjadi sesuatu yang sangat membebani anak.
Baru-baru ini saya membaca satu buku bagus, karya Sara Bennet dan Nancy
Kalish, yang berjudul The Case Against Homework: How Homework is Hurting
Our Children and What We Can Do About It.
Wah, saya senangnya bukan main saat membaca buku ini. Mengapa? Karena
buku ini berisi penelitian para pakar di Amerika mengenai korelasi
antara PR dan prestasi akademik anak. Apa yang ditulis di buku ini
memvalidasi kesimpulan saya mengenai PR. Bahkan lebih ekstrim lagi.
Banyak orangtua dan pendidik yang "yakin" bahwa PR sangat bermanfaat
untuk meningkatkan pemahaman dan hasil pembelajaran anak. Namun
penelitian, seperti yang dipaparkan di buku The Case Against Homework,
justru mengatakan yang sebaliknya.
National Education Association, yang beranggotakan lebih dari 2,7 juta
pendidik di Amerika, dan juga National Parent Teacher Association
mengeluarkan panduan tata cara memberikan PR yang benar dan layak.
Tahukah anda apa yang mereka rekomendasikan?
Kedua asosiasi ini merekomendasikan lama waktu ideal untuk mengerjakan
PR setiap hari sebagai berikut:
* usia TK sampai SD kelas 2 antara 10 sampai 20 menit
* SD kelas 2 sampai 6 antara 30 sampai 60 menit
Sedangkan menurut Prof Harris Cooper, salah satu peneliti terkemuka di
bidang ini, dan juga penulis buku The Battle Over Homework: Common
Ground for Adminstrators, Teachers, and Parents, sekolah harus mengikuti
aturan "10 menit per malam per level kelas". Jadi, untuk anak kelas 1 SD
maka waktu mengerjakan PR maksimal 10 menit per malam. Untuk kelas 2 SD
maksimal 20 menit. Demikian seterusnya.
Yang lebih mengagetkan lagi adalah hasil review yang dilakukan Prof
Cooper, pada tahun 2001, atas lebih dari 120 studi mengenai PR dan
efeknya, dan ditambah lagi dengan review, pada tahun 2006, terhadap 60
studi lainnya, dengan topik yang sama, ternyata diperoleh data bahwa
hampir tidak ada korelasi antara jumlah PR dan prestasi akademik di SD.
Sedangkan untuk level sekolah menengah (SMP/SMU) terdapat korelasi yang
moderat antara jumlah PR dan prestasi akademik. Namun jika PR yang
diberikan terlalu banyak, di sekolah menengah, justru akan
kontraproduktif.
Menurut David Baker dan Gerald LeTendre, profesor pendidikan dan penulis
buku National Differences, Global Similarities: World Culture and the
Future of Schooling, negara-negara yang terkenal dengan pendidik yang
memberikan PR yang banyak, seperti Yunani, Thailand, dan Iran ternyata
prestasi akademik murid mereka justru sangat buruk.
Sebaliknya negara-negara seperti Jepang, Denmark, dan Czech Republic,
yang murid-muridnya menempati ranking tertinggi prestasi akademik dalam
skala dunia, ternyata guru-guru di negara ini memberikan sangat sedikit
PR.
Prof Baker menyimpulkan bahwa semakin banyak PR yang diberikan kepada
murid maka semakin buruk prestasi akademik yang dicapai.
Bahkan pakar lainnya, Prof Kralovec, menyatakan bahwa tidak ada bukti
sama sekali bahwa PR baik untuk pemantapan hasil belajar.
Di akhir tahun 1990an banyak sekolah dasar di Jepang yang menetapkan
kebijakan "no-homework" alias tidak ada PR. Tujuannya adalah agar anak
bisa mempunyai lebih banyak waktu luang bersama keluarga dan mengerjakan
hal-hal lain, di luar kegiatan sekolah, yang menarik minat mereka.
Survey tahun 2006 oleh American Psychological Association (APA) terhadap
1.300 pelajar sekolah menengah mendapatkan data bahwa lebih dari 42%
pelajar menyatakan PR mengakibatkan sangat banyak stress dalam diri
mereka. Dan hampir 16% mengatakan mereka mengalami stress yang ekstrim.
Sewaktu saya menjelaskan hasil riset ini Bu Yuni langsung bertanya,
"Nah, saya mau tanya nih sama Bapak. Pak Adi kan telah mendirikan
sekolah Anugerah Pekerti di Surabaya. Bagaimana kebijakan yang Pak Adi
tetapkan di sekolah Anugerah Pekerti dalam hal PR?"
Hasil riset ini tentu harus kita sikapi dengan cermat dan bijaksana.
Kami memberikan PR seperlunya saja. Apabila anak diminta mengerjakan
latihan soal atau PR maka kami memastikan bahwa anak akan melakukannya
dengan hati gembira, tanpa tekanan sama sekali. Bahkan seringkali yang
tertulis di agenda murid adalah, "Kerjakan soal latihan di buku paket
matematika, terserah berapa halaman!"
Eiit... tunggu dulu. Jangan salah mengerti dengan apa yang barusan saya
jelaskan. Walaupun guru memberikan pesan "Kerjakan soal latihan di buku
paket matematika, terserah berapa halaman!" namun murid kami mengerjakan
PR atau latihan sampai berpuluh-puluh halaman. Sama sekali tanpa merasa
stress atau tertekan.
Lha, kok bisa?
Dengan memahami psikologi anak, menerapkan proses pembelajaran yang
menyenangkan, memahami cara kerja pikiran dan memori, membangun
ekspektasi yang tinggi dalam diri setiap murid, menggunakan teknik goal
setting yang kondusif dengan tingkat tantangan yang moderat, dan masih
banyak pendekatan lainnya, kami bisa membangkitkan motivasi intrinsik
dalam diri setiap murid sehingga mereka sangat senang mengerjakan PR
atau latihan.
Jadi, PR yang banyak sebenarnya tidak jadi masalah jika anak senang
mengerjakannya dan sama sekali tidak merasa terbebani.
Anda mungkin akan berkata,"Sudah tentu Pak Adi bisa melakukan hal ini di
sekolah Anugerah Pekerti. Kan Bapak pendirinya. Sekolah lain belum tentu
bisa melakukan seperti apa yang guru Anugerah Pekerti lakukan."
Apakah hanya sekolah kami yang bisa melakukan hal ini?
Oh, tidak.
Pertengahan Maret 2007 lalu saya dan Pak Ariesandi memberikan pelatihan
Genius Learning Strategy dan aplikasinya di bidang studi matematika
kepada 40 orang guru SD di wilayah Kab. Pasuruan.
Hasilnya?
Luar biasa. Salah satu guru, yang telah menerapkan apa yang kami
ajarkan, memberikan laporan yang sungguh menggembirakan. Guru ini, Pak
Pendi, berhasil meningkatkan motivasi belajar siswanya, murid SD kelas
6, secara luar biasa. Seluruh murid Pak Pendi sekarang sangat senang
belajar. Bahkan prestasi akademik yang dicapai kelas Pak Pendi telah
melampaui prestasi kelas satunya yang nota bene terdiri dari anak-anak
pilihan. PR? Sama sekali tidak ada masalah. Justru murid-muridnya,
dengan senang hati, minta latihan soal kepada Pak Pendi.
Poin penting yang perlu diperhatikan yaitu PR yang diberikan harus
didesain sedemikian rupa sehingga hampir semua murid dapat mengerjakan
dan menyelesaikan dengan baik dan mendapat nilai evaluasi yang baik. PR
atau tugas yang diberikan tidak boleh terlalu sulit. Jika terlalu sulit
maka yang lebih sering terjadi adalah PR itu dikerjakan oleh para
orangtua, bukan oleh anak/murid. Sudah menjadi rahasia umum orangtua
yang lebih sibuk, daripada anaknya, saat si anak mendapat PR.
Selain itu PR tidak boleh sebagai hukuman. Bila kita memberikan PR
sebagai bentuk hukuman maka anak akan benci PR dan selanjutnya menjadi
benci belajar.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah guru, pada umumnya jarang
sekali, jika tidak mau dikatakan tidak pernah, saling berkomunikasi
mengenai PR atau tugas yang akan diberikan kepada murid. Seringkali
terjadi tumpang tindih dalam memberikan PR atau tugas. PR atau tugas
sebenarnya bisa dikurangi bila sesama guru saling berkoordinasi sehingga
satu tugas meliputi beberapa bidang studi.
Apakah mungkin kita meniadakan PR sama sekali? Jawabannya may be yes...
may be no.
PR bisa ditiadakan bila pembelajaran di kelas tuntas. Jadi, anak
benar-benar mengerti materi yang diajarkan gurunya di kelas. Nah, jika
ini bisa kita lakukan maka PR bisa ditiadakan. Atau bila tetap perlu
diberi PR maka yang diberikan kepada anak hanya secukupnya saja. Nggak
usah banyak-banyak.
Kita ambil contoh matematika. Bila anak telah menguasai konsep dengan
benar dan telah mampu mengerjakan, katakanlah, 5 (lima) soal dengan
benar maka ini sudah cukup. Tidak ada gunanya untuk meminta mengerjakan
10, 20, atau bahkan 30 soal latihan dengan topik yang sama.
PR yang secukupnya ini selain untuk melatih dan menumbuhkan kebiasaan
belajar, tanggung jawab akademik, disiplin, juga bisa digunakan untuk
semakin mempererat hubungan antara orangtua dan anak.
Saat orangtua, yang peduli dan perhatian dengan anak, membantu anak
mengerjakan PR maka terjalin komunikasi batin yang intens dan
konstruktif. Hal ini sangat dibutuhkan anak saat tumbuh kembang.
Pembaca, setelah membaca uraian saya, ditambah dengan pengamatan
terhadap apa yang dialami anak/murid anda dengan mengerjakan PR yang
banyak, saya ingin menutup artikel ini dengan satu pertanyaan pada anda,
"Apakah PR benar-benar bermanfaat bagi kemajuan anak kita? Jika anda
bisa mengubah sistem pendidikan, kebijakan apa yang akan anda terapkan
dalam hal pemberian PR kepada anak/murid?"

Read More..

Pembelajaran dengan Tutor Teman Sebaya

Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh para pemerhati pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat, antara lain, dari rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) untuk semua bidang studi yang di-UN-kan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu ada upaya serius untuk meningkatkan nilai UN agar anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menimba ilmu di bangku pendidikan benar-benar dalam kondisi siap untuk menghadapi UN. Para siswa didik, khususnya kelas IX, harus diberikan bekal yang cukup memadai sehingga mampu mengerjakan soal-soal UN dengan baik.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh SMP. Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.
Ketiga, guru dinilai kurang kreatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar, metode pembelajaran, maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas. Suasana kelas bagaikan “kerangkeng penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada celah “kebebasan” bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Yang lebih mencemaskan, siswa didik diperlakukan bagaikan “tong sampah” ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi, dan dialog.
Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan siswa dalam dalam menguasai kompetensi yang seharusnya dicapai. Metode drill yang dilakukan menjelang pelaksanaan UN, dinilai terlalu banyak memberikan intervensi dan tekanan psikologis kepada siswa. Akibatnya, siswa cenderung hanya mampu menjadi penghafal kelas wahid daripada menjadi seorang pembelajar yang haus ilmu pengetahuan. Mereka diperlakukan secara mekanis bagaikan robot sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi dan pendalaman materi ajar.
Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius dari para guru pengampu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, dan IPA untuk melakukan perubahan penggunaan metode drill. Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi UN adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik

Read More..

Belajar Aktif

Multimetode yang berpusat pada siswa
A. Pengantar
Salah satu unsur dalam PAKEM adalah pembelajaran aktif; aktif bagi guru maupun aktif bagi siswa. Salah satu paham belajar aktif adalah seperti yang diungkapkan oleh ajaran Confucius yang telah diperluas, yakni:
Apa yang saya dengar, saya lupa.
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.
Apa yang saya dengar, lihat dan ajukan pertanyaan tentangnya atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai mengerti.
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperolah pengetahuan dan ketrampilan.
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasai.
Salah satu alasan mengapa banyak murid yang lupa dari apa yang mereka dengar adalah bahwa kecepatan berbicara guru berbeda jauh dengan kecepatan mendengar murid. Kebanyakan guru berbicara 100 sampai dengan 200 kata per menit, sementara murid yang berkonsentrasi penuh hanya mampu mendengar 50 sampai dengan 100 kata per menit atau separoh dari apa yang diucapkan oleh guru. Hal ini disebabkan murid harus berpikir banyak sementara mereka mendengar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa tidak perhatian dalam perkuliahan sekitar 40% dari total waktu (Pollio 1984 dalam Silberman 1996). Lebih lanjut, mahasiswa menyerap materi kuliah 70% pada menit pertama dan hanya 20% pada 10 menit yang terakhir. Hasil penelitian ini akan berlaku juga pada murid SMA, SMP atau SD dan TK.
Penelitian juga menunjukkan bahwa menambahkan alat bantu visual pada pelajaran meningkatkan penyerapan dari 14% menjadi 38% (Pike 1988 dalam Silberman 1996). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat peningkatan 200 % jika kosakata diajarkan dengan alat bantu visual. Sebuah gambar mungkin tidak lebih berarti dari seribu kata, tetapi gambar tiga kali lebih efektif dibandingkan dengan kata-kata saja.


B. Pembelajaran meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Menyatakan informasi (materi pelajaran) dengan menggunakan kalimat mereka sendiri
2. Memberikan contoh dari materi pelajaran
3. Memahami materi pelajaran dalam berbagai samaran dan keadaannya
4. Melihat kaitan antara materi pelajaran dengan pelajaran lain atau kehidupan sehari-hari
5. Menggunakan materi pelajaran dalam berbagai cara
6. Memperkirakan akibat dari materi pelajaran
7. Menyatakan lawan atau kebalikannya
C. Gaya Belajar
1. Gaya belajar visual yang ditandai dengan mampu belajar secara baik dengan melihat orang lain, suka mengikuti penjelasan yang runtut, lebih suka mencatat apa yang dijelaskan guru, tidak mudah terganggu dengan kebisingan.
2. Gaya belajar auditorial yang ditandai dengan kemampuan mendengar dan mengingat, mudah terganggu dengan kebisingan.
3. Gaya belajar kinestetik yang ditandai mampu belajar secara baik dengan terlibat dalam suatu aktivitas, cenderung berbuat seenaknya, gelisah jika tidak bergerak dan melakukan sesuatu.
Dalam pembelajaran guru sebaiknya mampu menyediakan kegiatan yang berupa materi visual, auditorial dan kinestetika secara memadai.
Siswa lebih menyukai terlibat langsung dengan pengalaman/praktek dibandingkan dengan belajar konsep dasar kemudian menerapkannya.
D. 10 cara meraih partisipasi pada setiap saat
1. Diskusi terbuka: Ajukan pertanyaan pada seluruh siswa atau kelompok. Untuk menghindari pemborosan waktu, guru dapat menyatakan sebelumnya bahwa hanya meminta 4 atau 5 siswa untuk mengajukan pendapat dengan mengacungkan tangan.
2. Kartu respon: Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan pada kartu atau potongan kertas dengan tidak menuliskan nama atau identitas lain.
3. Poling: Guru melakukan survey yang singkat untuk memperoleh data secara cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan survey verbal misalnya dengan meminta siswa mengangkat tangan atau mengangkat kartu jawaban
4. Diskusi kelompok: Guru meminta siswa berkelompok dengan anggota tiga atau lebih untuk berbagi informasi.
5. Belajar berpasangan: Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas atau berdiskusi dengan teman di dekatnya secara berpasangan. Belajar berpasangan cocok untuk mengerjakan tugas yang rumit.
Beberapa tugas yang dapat diberikan pada kegiatan belajar berpasangan:
a. Mendiskusikan bacaan singkat
b. Saling bertanya terkait dengan reaksi pasangan terhadap tugas membaca, materi pelajaran atau yang lainnya
c. Saling mengritik pekerjaan pasangan
d. Saling bertanya tentang hasil membaca
e. Merangkum pelajaran yang baru diberikan
f. Mengembangkan pertanyaan yang akan diajukan pada guru
g. Mengalisis masalah tertentu, latihan atau percobaan
h. Saling menguji pasangan
i. Merespon pertanyaan yang diajukan guru
j. Membandingkan catatan pelajaran yang dibuat di kelas
6. Kobarkan semangat: Guru berkeliling kelas untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan yang mengobarkan semangat seperti satu perubahan yang ingin saya buat di Indonesia adalah ...... Guru menggunakan pertanyaan pengobar semangat yang bervariasi.
7. Panel: Guru meminta beberapa siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas seperti dalam bentuk diskusi panel. Siswa-siswa yang duduk di depan menghadap ke teman-teman lain berperan sebagai panelis. Kemudian secara bergiliran siswa-siswa lain menjadi panelis.
8. Fishbowl (diskusi melingkar): Guru meminta beberapa siswa untuk melakukan diskusi secara melingkar dan siswa yang lain mendengarkan dalam format melingkar di luar nya. Kemudian buat lingkaran kecil di dalamnya untuk melanjutkan diskusi
9. Permainan: Guru menggunakan permainan dalam pembelajaran. Berbagai jenis kuis di TV dapat diterapkan di kelas dengan beberapa modifikasi (misalnya who wants to millioner, gamezone, permainan kata, dll)
10. Pemanggilan pembicara selanjutnya: Guru meminta siswa untuk mengacungkan tangan jika mereka ingin menyampaikan pendapatnya dan memanggil seorang siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Setelah selesai giliranya, siswa ini diminta menunjuk siswa lain menyampaikan pendapatnya.
E. 10 anjuran untuk meningkatkan pembelajaran
Membuka pelajaran: Membangun ketertarikan
1. Cerita atau visualisasi yang menarik: Guru menyediakan cerita fiksi, gambar, grafik atau alat visual lain yang relevan untuk menarik perhatian siswa terhadap apa yang akan guru ajarkan.
2. Permasalahan: Guru mengajukan permasalahan yang terkait dengan pelajaran yang akan disampaikan
3. Pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan pada siswa sehingga mereka termotivasi untuk mengikuti pelajaran
Kegiatan inti: Mengoptimalkan pemahaman dan penyerapan
4. Headline: Guru menyarikan pelajaran dengan kata-kata kunci agar mudah diingat.
5. Contoh dan analogi: Guru menyediakan contoh dan ilustarsi dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan pelajaran. Guru juga dapat membuat perbandingan antara materi pelajaran dengan pengalaman siswa
6. Alat peraga: Guru menggunakan alat peraga ketika menjelaskan sesuatu. Misalnya ketika menjelaskan warna-warna dalam pelangi guru dapat menggunakan gelas yang berisi air untuk percobaan pelangi.
Kegiatan inti: Melibatkan siswa dalam pelajaran
7. Menantang: Hentikan pelajaran secara periodik dan ajukan pertanyaan yang menantang pada siswa, misalnya memberikan contoh dari pelajaran yang disampaikan atau menjawab kuis.
8. Pemerjelas: Dalam pembelajaran yang berlangsung, selingi dengan kegiatan singkat yang dapat memperjelas apa yang sedang dijelaskan, misalnya dengan latihan soal
Penutup pelajaran: Penguatan
9. Aplikasi: Hadapkan suatu masalah atau pertanyaan pada siswa-siswa untuk menyelesaikannya berdasarkan penjelasan dalam pembelajaran.
10. Reviu: Minta siswa-siswa untuk mereviu isi pelajaran dengan yang lain atau memberi mereka tes skor reviu.
F. Cara membentuk kelompok
1. Kartu kelompok. Langkah pertama adalah menetapkan jumlah kelompok. Jumlah kelompok dalam kelas dapat ditentukan berdasarkan jumlah siswa. Langkah berikutnya adalah membuat kartu yang diberi nomor dari 1 sampai dengan nomor terakhir yang sesuai dengan jumlah kelompok atau kartu warna-warni dengan jumlah warna sama dengan jumlah kelompok. Kartu-kartu ini dibuat rangkap sebanyak jumlah kelompok. Kemudian kartu-kartu ini dibagaikan kepada siswa-siswa, mereka yang mendapat kartu dengan nomor sama atau warna membentuk satu kelompok
2. Puzzle: Buat gambar hewan atau mobil atau yang lain pada kertas karton sebanyak jumlah kelompok yang ingin dibentuk. Kemudian gambar ini dipotong-potong sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Masing-masing potongan dibagikan kepada siswa-siswa. Siswa yang mendapatkan potongan gambar gajah berkumpul dan membentuk satu kelompok.
3. Kartu nama: Gunakan kartu nama yang berbeda-beda bentuk dan atau warnanya untuk menentukan kelompok yang berbeda
4. Kelahiran: Siswa-siswa diminta untuk berkelompok berdasarkan kelahirannya, misalnya siswa yang lahir bulan Januari dan Februari membentuk satu kelompok, demikian juga untuk bulan-bulan yang lain.
5. Kartu remi: Gunakan kartu remi atau jenis lain untuk membentuk kelompok. Misalkan, gunakan aces (as), king (K), queen (Q) dan jack (J) untuk membentuk empat kelompok.
6. Nomor undian: Buat potongan-potongan kertas dan beri nomor sesuai dengan jumlah kelompok dan jumlah siswa. Kemudian masukan dalam kotak. Tiap siswa diminta mengambil nomor undian. Siswa-siswa yang mendapat nomor undian yang sama membentuk satu kelompok.
7. Rasa permen: Bagikan permen dengan berbagai rasa berbagai rasa untuk membentuk kelompok. Misalkan ingin membentuk 4 kelompok maka permen yang dibagikan memiliki empat rasa: lemon, strawbery, mangga, dan jambu. Jumlah masing-masing rasa sesuai dengan jumlah kelompok yang ingin dibentuk.
8. Kesukaan: Kumpulkan mainan yang bertema sama dan gunakan untuk membentuk kelompok, misalkan untuk tema transportasi maka mobil, kapal, pesawat, kereta api dapat digunakan untuk membentuk 4 kelompok. Masukkan mainan ini ke dalam kotak dan minta siswa untuk mengambil undian dan kemudian dikembalikan lagi. Siswa yang mengambil undian yang sama berkumpul membentuk satu kelompok.
9. Buku siswa: Guru dapat memberikan kode pada buku PR siswa untuk menentukan kelompok.
G. Cara memfasiltasi diskusi
Diskusi kelas merupakan kegaiatn penting dalam pembelajaran aktif. Peran guru selama diskusi adalah memfasilitasi arus pendapat atau komentar siswa. Beberapa anjuran untuk memimpin diskusi adalah:
1. Menguaraikan dengan kata-kata sendiri apa yang seseorang katakan sedemikian hingga seorang siswa memahami dan siswa-siswa lain dapat mendengarkan rangkuman singkat dari apa yang dikatakan pembicara
2. Cek pemahaman guru terhadap perkataan siswa atau meminta seorang siswa untuk memperjelas apa yang ia ucapkan.
3. Memberi pujian komentar atau wawasan yang menarik. Contoh: Itu adalah gagasan yang baik. Saya bangga kamu mengajukan gagasan itu.
4. Memerinci sumbangan siswa pada diskusi dengan contoh atau menyarankan cara pandang baru terhadap masalah. Misalnya, komentarmu memberikan hal menarik dari perspektif minoritas. Kita juga dapat memikirkan bagaimana mayoritas memandang situasi yang sama.
5. Menghidupkan diskusi dengan mempercepat langkah atau dengan humor atau jika perlu mendorong siswa untuk lebih memberikan sumbangan pemikiran
6. Tidak setuju dengan komentar siswa untuk menstimulus diskusi lebih lanjut.
7. Menengahi perbedaan pendapat antara siswa dan menghilangkan ketegangan yang mungkin terjadi
8. Menyatukan berbagai gagasan – menunjukkan hubungan satu dengan yang lain.
9. Mengubah proses dengan mengubah metode untuk memperoleh partisipasi atau merubah kelompok untuk tahapan menilai gagasan yang telah terjadi sebelumnya. Misalnya, marilah kita pecah kelompok menjadi kelompok yang lebih kecil dan lihat apakah kamu dapat menghasilkan beberapa kriteria untuk menyelesaikan masalah gender.
10. Merangkum dari pandangan mayoritas kelas.
H. Teknik-teknik pembelajaran
Pembelajaran kelas (klasikal)
a. Membangkitkan rasa ingin tahu
Teknik ini menstimulus rasa ingin tahu siswa dengan mendorong berspekulasi tentang topik pelajaran atau pertanyaan.
Prosedur
1. Bertanya pada siswa-siswa sebuah pertanyaan yang membangkitkan minat untuk membangkitkan rasa ingin tahu tentang subyek yang ingin kita ajarkan/diskusikan. Pertanyaan yang diajukan seharusnya dapat dijawab oleh beberapa siswa.
Contoh:
• Pengetahuan sehari-hari: Mengapa kita harus membayar pajak penghasilan?)
• Bagaimana melakukan (Menurut para ahli, apa cara terbaik untuk mengawetkan mumi?)
• Cara sesuatu bekerja (Apa yang menyebabkan mobil berjalan?)
• Keluaran (Apa penyelesaian dari masalah ini?)
2. Dorong spekulasi dan dugaan dari siswa-siswa dengan ucapan dugalah atau perkirakan
3. Jangan segera memberikan umpan balik (jawaban). Tampung semua dugaan/perkiraan. Bangun rasa ingin tahu ke arah jawaban yang sebenarnya.
4. Gunakan pertanyaan yang membimbing ke materi yang akan kita ajarkan. Cantumkan juga jawaban pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran
b. Mendengarkan tim
Teknik ini merupakan cara untuk membantu siswa-siswa tetap fokus dan siaga selama pelajaran. Mendengarkan tim menciptakan tanggung jawab kelompok untuk memperjelas materi pelajaran

Prosedur
1. Kelompokkan siswa-siswa ke dalam 5 tim dan berilah tim tugas-tugas sebagai berikut:
Tim Peran Tugas
1 Bertanya Setelah selesai pelajaran, mintalah setidaknya dua pertanyaan tentang materi pelajaran yang diberikan
2 Setuju Setelah selesai pelajaran, beritahukan bagian materi pelajaran mana yang setuju dan jelaskan mengapa
3 Tidak setuju Setelah selesai pelajaran, beri komentar bagian materi pelajaran mana yang tidak setuju dan jelaskan mengapa
4 Memberi contoh Setelah selesai pelajaran, berilah contoh khusus atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari dari materi pelajaran
5 Membuat rangkuman Setelah selesai pelajaran, buatlah rangkuman singkat dari materi pelajaran

2. Sampaikan materi pelajaran. Setelah selesai berilah tim waktu untuk melengkapi tugass-tugas mereka
3. Panggil masing-masing tim untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
c. Permainan sholawat/Bingo
Pembelajaran tidak membosankan dan siswa-siswa akan lebih siaga jika guru menjadikan pembelajaran dalam suatu permainan.
Prosedur
1. Buatlah materi pelajaran menjadi sampai dengan 9 poin kunci.
2. Buatlah kartu Sholawat/Bingo yang berisi poin-poin kunci dalam matrik/kotak 3 x 3. Letakkan sebuah poin yang berbeda pada masing-masing kotak . Jika materi pelajaran kurang dari 9 poin, biarkan beberapa kotak kosong.
3. Buatlah beberapa kartu Sholawat/Bingo lagi dengan poin-poin kunci yang sama tetapi letak poin kunci berada pada kotak yang berbeda-beda.
4. Bagikan kartu Sholawat/Bingo pada siswa-siswa. Bagikan juga 9 kertas bundar berwarna yang dapat dilekatkan pada kartu Sholawat/Bingo. Perintahkan kepada siswa-siswa untuk mengikuti poin demi poin pelajaran yang dijelaskan dan mereka menempelkan kertas bundar pada kotak yang berisi poin yang sedang dijelaskan.
5. Mintalah siswa yang dapat melengkapi 3 kotak vertikal atau horisontal atau diagonal dengan tempelan kertas bundar berwarna, ia mengucapkan sholawat atau Bingo.
6. Selesaikan pelajaran. Biarkan siswa-siswa memperoleh sholawat atau Bingo sebanyak yang mereka dapat.
d. Pembelajaran sinergi
Teknik ini memungkinkan siswa-siswa yang memiliki pengalaman belajar materi yang sama secara berbeda untuk membandingkan catatan.
Prosedur
1. Bagi kelas menjadi dua kelompok
2. Pindahkan satu kelompok ke ruang lain untuk membaca materi pelajaran yang sedang guru jelaskan. Yakinkan bahwa materi pelajaran dapat dibaca dengan mudah oleh siswa
3. Pada saat yang sama, ajar kelompok lain dengan materi pelajaran yang sedang dibaca kelompok satunya.
4. Kemudian pertukarkan dua kelompok ini, kelompok yang diajar sekarang diminta untuk membaca dan kelompok yang membaca diajar.
5. Pasangkan masing-masing anggota dari masing-masing kelompok dan minta mereka untuk merangkum apa yang mereka pelajari.
e. Pembelajaran terbimbing
Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk menangkap pengetahuan siswa atau untuk memperoleh hipotesa atau kesimpulan dan kemudian memisahkannya dalam kategori. Teknik ini merupakan suatu jeda yang baik dari pembelajaran dan memungkinkan guru untuk mempelajari apa yang siswa-siswa telah ketahui dan pahami sebelum pelajaran. Teknik ini cocok untuk pembelajaran konsep yang abstrak.
Prosedur
1. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang menangkap pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki siswa. Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang memiliki beberapa jawaban (pertanyaan terbuka) seperti bagaimana kamu mendikripsikan seseorang itu pintar?
2. Beri siswa-siswa waktu untuk memikirkan jawaban secara berpasangan atau kelompok
3. Kumpulkan dan catat gagasan siswa-siswa. Jika mungkin pisahkan gagasan dalam kategori berbeda yang sesuai atau konsep yang akan guru ajarkan.
4. Sampaikan poin utama dari materi pelajaran ingin diajarkan. Biarkan siswa-siswa menemukan gagasan mereka sesuai dengan poin-poin utama yang diajarkan.
f. Mengundang pembicara tamu
Teknik ini adalah cara yang baik untuk melibatkan pembicara tamu yang tidak memiliki waktu untuk menyiapkan rencana pembelajaran untuk kelas. Ini juga memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk berinteraksi dengan ahli dari topik pelajaran dengan cara yang unik dan berperan aktif.
Prosedur
1. Undang pembicara tamu yang ahli dari topik pelajaran yang sedang diajarkan. Contoh mengundah polisi, pejabat pemerintah, pejabat kantor pos, dll.
2. Beritahukan pada pembicara tamu bahwa pelajaran akan dilaksanakan seperti konferensi pers. Pembicara tamu menjelaskan secara singkat kemudian dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan ’wartawan’
Sebelum pembicara tamu datang, siapkan siswa-siswa bagaimana konferensi pers berlangsung dan beri kesempatan mereka untuk menyusun pertanyaan yang akan diajukan kepada pembicara tamu.
g. Siapa Dia
Teknik ini menawarkan pendekatan untuk membantu siswa belajar materi kognitif. Teknik yang diadaptasi dari kuis ’Siapa Dia’ di sebuah stasiun televisi ini memberi kesempatan siswa untuk mereviu materi yang sudah diajarkan dan penguatan.
Prosedur
1. Bagi kelas ke dalam dua kelompok atau lebih
2. Tulis pada secarik kertas tentang pernyataan yang terkait dengan seseorang, kejadian, teori, konsep, ketrampilan, formula dan sebagainya yang sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari. Contoh:
3.
• Saya adalah Jendral Sudirman (seseorang)
• Saya adalah hukum newton (teori)
• Saya adalah E = mc2 (formula)
3. Letakkan kertas yang bertuliskan ini ke dalam kotak dan minta salah satu kelompok untuk mengambil kertas. Kertas bertuliskan peran ini menunjukkan identitas dari tamu misterius.
4. Beri kelompok waktu 5 menit untuk melakukan hal-hal berikut:
• Pilih salah satu anggota kelompok untuk menjadi tamu misterius
• Antisipasi pertanyaan yang diajukan kelompok lain dan bagaimana menjawabnya
5. Pilih kelompok yang tampil menjadi tamu misterius
6. Buat panel dari beberapa anggota kelompok lain
7. Mulai permainan. Mintalah tamu misterius menampakkan perannya. Panelis mengajukan pertanyaan yang jawabnya ya atau tidak sampai panelis mampu mengidentifikasi tamu misterius.
8. Berganti giliran, kelompok panel menjadi tamu misterius sedangkan kelompok tamu misterius menjadi panelis.
Diskusi Kelas
h. Debat
Debat dapat merupakan suatu metode yang penting untuk mendorong berpikir dan berefleksi, khususnya jika siswa-siswa diharapkan memikirkan hal yang berlawanan dengan pemikiran mereka sendiri.
Prosedur
1. Susunlah pernyataan yang merupakan sesuatu yang berlawanan yang terkait dengan materi pelajaran (misal ’media menciptakan berita bukan hanya melaporkan berita)
2. Bagi kelas ke dalam dua kelompok. Tandai kelompok pertama dengan kelompok ‘pro’ dan kelompok lain sebagai kelompok ‘kontra’.
3. Pada masing-mssing kelompok buatlah 2 sampai dengan 4 sub kelompok. Sebagai contoh jika jumlah siswa 24 orang, maka dapat dibuat 3 sub kelompok beranggotakan 4 orang baik untuk kelompok ‘pro’ maupun kelompok ‘kontra’. Mintalah masing-masing sub kelompok untuk mengembangkan argumen dari tugas yang diberikan secara berdiskusi. Pada akhir diskusi mintalah sub kelompok untuk memilih pembicara yang mewakili sub kelompoknya.
4. Susunlah tempat duduk sejumlah sub kelompok secara berhadapan dan persilahkan pembicara masing-masing kelompok menduduki tempat duduk tersebut sedangkan anggota yang lain duduk di belakang mereka. Awali debat dengan meminta setiap pembicara untuk menyampaikan argumennya.
5. Setelah setiap orang mendengarkan argumen awal, hentikan debat dan kembalikan ke sub kelompok masing-masing. Mintalah setiap sub kelompok mendiskusikan bagimana ‘mematahkan’ argumen awal (argumen perlawanan). Mintalah setiap sub kelompok untuk memilih pembicara yang baru.
6. Lanjutkan debat dengan mendudukan pembicara secara berhadapan untuk memberikan ‘argumen perlawanan’ secara bergantian. Dorong juga siswa yang duduk di belakang untuk memberikan dukungan pada pembiacarnya.
7. Jika dianggap cukup, akhiri debat dengan mengajak siswa untuk membentuk lingkaran. Mintalah siswa untuk mendiskusikan apa yang mereka pelajari dari debat. Mintalah juga siswa untuk mengidentifikasi argumen yang terbaik dari kedua kelompok.
i. Rapat desa
Prosedur
1. Pilih topik atau masalah yang menarik. Jelaskan secara ringkas topik atau masalah tersebut seobjektif mungkin, infomasikan latar belakangnya dan suatu pandangan dari berbagai sudut pandang. Jika diperlukan, sediakan dokumen yang dibutuhkan
2. Sampaikan pada siswa bahwa kita menginginkan pandangan mereka terhadap topik atau masalah tersebut. Gunakan cara ‘ memanggil pembicara berikut’ untuk menunjuk siswa yang akan mengemukan pendapat. Jika siswa telah selesai menyampaikan pendapat, ia menunjuk temannya yang angkat tangan untuk menyampaikan pendapat.
3. Mintalah siswa untuk menyampaikan pendapatnya secara ringkas sehingga banyak siswa yang dapat terlibat. Jika perlu beri batasan waktu.
4. Lanjutkan diskusi sepanjang masih bermakna.
j. Keputusan ‘fishbowl’ tiga langkah

Prosedur
1. Tentukan tiga masalah yang akan didiskusikan.
2. Membentuk 3 lingkaran yang sepusat. Salah satu cara adalah dengan meminta siswa secara berurutan membilang 1, 2 dan 3. Siswa yang menyebut 1 berkumpul membentuk lingkaran paling dalam, dilanjutkan lingkaran yang dibentuk oleh siswa yang membilang 2 dan 3. Sampaikan masalah pertama pada lingkaran paling dalam ( siswa yang menyebut 1) untuk didiskusikan dan lingkaran lain mendengarkannya.
3. Mintalah lingkaran 2 untuk menuju lingkaran 1 dan lingkaran 1 menempati lingkaran 2. Kemudian sampaikan masalah kedua pada lingkaran 2 untuk didiskusikan.
4. Demikian juga untuk lingkaran 3
5. Setelah tiga masalah telah didiskusikan, kembalikan ke tempat duduk masing-masing untuk merefleksikan dari diskusi tiga lingkaran tadi.
k. Membaca keras/nyaring
Prosedur
1. Pilih suatu teks yang cukup menarik untuk dibaca keras.
2. Sampaikan poin apa yang dikembangkan.
3. Mintalah siswa untuk membaca satu paragraf dengan suara keras.
4. Ketika pembacaan berlangsung, hentikan pada beberapa tempat untuk menegaskan beberapa poin, mengajukan pertanyaan atau memberi contoh. Jika siswa tertarik bukalah diskusi singkat.
5. Uji apa yang tersirat di dalam teks.
Belajar kolaboratif
l. Study group
Metode ini menuntut tanggung jawab siswa untuk mempelajari materi pelajaran dan untuk menklarifikasi isinya dalam suatu kelompok tanpa kehadiran guru. Tugas harus cukup spesifik untuk meyakinkan bahwa hasilnya efektif dan kelompok dapat dikelola sendiri.
Prosedur
1. Berikan pada siswa handout, teks singkat atau diagram. Mintalah mereka untuk membaca dalam hati. Study group berjalan yang terbaik jika materinya menantang atau terbuka pada berbagai penafsiran
2. Bentuklah kelompok dan sediakan ruang yang memadai untuk belajar.
3. Sediakan petunjuk yang jelas yang dapat membimbing siswa untuk belajar, seperti:

a. Klarifikasi isi teks
b. Buat contoh, ilustrasi atau aplikasi dari ide
c. Identifikasi hal yang membingungkannya atau yang tidak disetujuinya
d. Nilai seberapa baik memahami materi
4. Bagilah tugas untuk setiap anggota kelompok seperti fasilitator, pencatat, pembicara, dsb
5. Kumpulkan kembali dalam kelas dan lakukan satu atau dua hal-hal berikut:
6.
a. Reviu materi secara bersama-sama
b. Kuis
c. Tanyakan pada siswa seberapa bagus mereka menguasai materi.
d. Sediakan latihan terapan untuk menguji pemahaman mereka.
m. Sortir kartu
Metode ini merupakan kegiatan kolabrasi yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep, klasifikasi karakteristik, fakta atau reviu informasi. Gerak fisik siswa dapat membantu untuk menghidupkan suasana kelas.
Prosedur
1. Berikan pada setiap siswa satu kartu yang berisi informasi atau sebuah contoh atau karakteristik yang cocok dengan suatu kategori.
2. Mintalah siswa untuk bergerak bebas di dalam kelas untuk menemukan siswa lain yang kartu-kartunya cocok dalam satu kategori dan berkumpul pada satu bagian dalam ruang kelas. (Siswa dapat mengumumkan sendiri kategori yang dimilikinya kepada siswa-siswa lain)
3. Beri kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan tentang karakteristik atau contoh atau informasi yang ada dalam kelompok/kategori kelompoknya:
4. Setelah setiap kategori dipresentasikan, buatlah kesimpulan atau penegasan pada hal-hal yang penting.
n. Turnamen
Metode ini merupakan gabungan study group dan kompetisi. Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai materi pelajaran seperti fakta, konsep dan ketrampilan.
Prosedur
1. Bagilah siswa dalam kelompok sehingga jumalh anggota setiap kelompok sama (jika jumlah anggota kelompok tidak sama, maka guru harus menentukan rata-rata skor)
2. Sediakan materi pada seluruh kelompok untuk dipelajari bersama.
3. Kembangkan beberapa pertanyaan/soal/masalah yang menguji secara komprehensif dari materi yang mereka pelajari (Pertanyaan/soal/masalah harus memiliki rubrik penskoran yang jelas sehingga memudahkan penilaian saat turnamen)
4. Berikan pertanyaan/soal/masalah pada setiap siswa (tahap ini sebagai tahap pertama atau ronde pertama). Masing-masing siswa harus menjawab pertanyaan secara individu.
5. Setelah siswa menjawab pertanyaan/soal/masalah, diskusikan jawabannya /solusinya kemudian mintalah setiap kelompok untuk menjumlah skor tiap siswa dalam setiap kelompok untuk memperolah skor kelompok. Umumkan skor tiap-tiap kelompok.
6. Mintalah siswa untuk mempelajari materi pada tahap kedua atau ronde kedua, kemudian berikan pertanyaan/soal/masalah berikunya dan selanjutnya lakukan prosedur yang sama dengan nomor 5.
7. Hal ini dapat dilakukan untuk beberapa tahap atau ronde tetapi harus diyakinkan bahwa siswa memiliki kesempatan untuk belajar di antara tahap atau ronde.
o. Pangkat dua
Metode ini bermanfaat untuk menekankan keuntungan sinergi yakni bahwa dua kepala adalah lebih baik dari pada hanya satu kepala.
Prosedur
1. Berilah setiap siswa satu atau lebih pertanyaan/masalah yang membutuhkan pemikiran dan refleksi.
2. Mintalah setiap siswa untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan masalah secara individu.
3. Setelah setiap siswa menyelesaikan jawaban/solusi, mintalah siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan/berbagai jawaban mereka.
4. Mintalah setiap pasang untuk menyusun jawaban/solusi baru dari masing-masing pertanyaan/masalah yang lebih baik daripada jawaban/solusi masing-masing individu.
5. Setelah seluruh pasangan telah menyelesaikan jawaban/solusi, bandingkan jawaban masing-masing pasangan secara klasikal.
Peer teaching
p. Group to group exchange
Di dalam metode ini, tugas yang berbeda diberikan pada kelompok yang berbeda. Maisng-masing kelompok kemudia ‘mengajarkan’ apa yang mereka pelajari kepada yang lain.

Prosedur
1. Pilihlah topik yang meliputi ide, konsep atau pendekatan yang berbeda-beda. Topik ini harus cocok untuk pertukaran pandangan atau informasi.
2. Bentuklah kelompok sesuai dengan jumlah ide, konsep atau pendekatan yang akan dipelajari/ditugaskan. Berikan tugas pada masing-masing kelompok dan biarkan mereka mendiskusikannya dan menyiapkan untuk presentasi.
3. Setelah setiap kelompok menyelesaikan persiapan untuk presentasinya, mintalah setiap pembicara masing-masing kelompok untuk mempresentasikan ide, konsep atau pendekatan yang telah dipelajari.
4. Setelah presentasi/penjelasan, dorongkan siswa untuk mengajukan pertanyaan kepada penyaji atau menyampaikan pendapat mereka terkait dengan ide/konsep/pendekatan yang dijelaskan.
5. Lanjutkan dengan penyaji kelompok lain untuk mempresentasikan sebagaimana langkah 4 hingga seluruh kelompok mempresentasikan dan diskusi.
6. Akhiri kegiatan dengan menegaskan ide, konsep atau pendekatan yang telah dipelajari, bandingkan pendapat dari beberapa kelompok bila memungkinkan
q. Jigsaw
Metode ini mirip dengan group to group exchange dengan satu perbedaan penting yakni setiap siswa mengajarkan yang telah ia pelajari. Metode ini cocok untuk materi yang dapat dipilah dan tidak ada bagian yang membutuhkan prasyarat dari bagian yang lain sehingga setiap siswa mempelajari pelajaran yang bila digabungkan dengan yang diperoleh dari siswa lain akan membentuk pengetahuan atau ketrampilan yang utuh.
Prosedur
1. Pilihlah materi pelajaran yang dapat dipecah ke dalam beberapa bagian yang berdiri sendiri.
2. Bentuklah kelompok sehingga jumlah kelompok sama dengan jumlah bagian pelajaran yang akan dipelajari. Misalkan terdapat 40 orang dalam kelas dan terdapat 8 bagian/topik yang akan dipelajari maka bentuklah 8 kelompok dengan cara siswa berhitung 1, 2, 3, 4 dan 5 secara berulang. Yang membilang angka 1 berkumpul menjadi satu kelompok, demikian juga untuk angka 2, 3, 4 dan 5. Kemudian tugaskan setiap kelompok untuk mempelajari atau mendiskusikan satu topik yang berbeda untuk tiap kelompok.
3. Setelah selesai (masing-masing siswa disebut ahli pada masing-masing topiknya), bentuklah kelompok jigsaw; setiap kelompok beranggotakan dari perwakilan seluruh kelompok sebelumnya. Dari contoh langkah 2, maka kelompok baru dapat dibentuk dengan cara setiap kelompok membilang 1, 2, 3, 4, dan 5. Kemudian yang membilang 1 berkumpul menjadi satu kelompok baru, demikian juga yang membilang 2, 3, 4 dan 5 sehingga terbentuk 5 kelompok jigsaw.
4. Mintalah setiap siswa dalam kelompok jigsaw untuk saling mengajar teman lain apa yang telah ia pelajari.
5. Setelah selesai langkah 6, kemudian reviu untuk meyakinkan setiap siswa memahami seluruh bagian. Hal ini dapat juga dilanjutkan dengan meminta salah seorang siswa untuk menjelaskan apa yang telah ia pelajari dari kelompok jigsaw.
r. Setiap orang adalah guru
Metode ini adalah strategi yang mudah untuk memperoleh partisipasi kelas dan tanggungjawab individu. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk berperan sebagai guru untuk siswa yang lain
Prosedur
1. Berilah setiap siswa sebuah kartu (kertas). Mintalah setiap siswa untuk menuliskan pertanyaan tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari atau topik khusus yang akan didiskusikan di dalam kelas.
2. Kumpulkan kartu (kertas) yang telah ditulisi pertanyaan dan bagikan secara acak pada setiap siswa (pastikan siswa tidak menerima kartu (kertas)nya sendiri. Mintalah mereka untuk membaca pertanyaan pada kartu dalam hati dan memikirkan tanggapannya.
3. Undang sukarelawan yang ingin membacakan secara nyaring (keras) kartu yang ia terima dan memberikan tanggapan.
4. Mintalah siswa lain untuk menanggapi/menambahkan tanggapan yang disampaikan oleh sukarelawan.
5. Lanjutkan sampai beberapa sukarelawan (sesuaikan dengan waktu). Akhiri dengan menarik kesimpulan atau hal-hal yang penting.
s. Studi kasus
Metode ini adalah merupakan salah satu metode yang terkait dengan kajian keadaan nyata, tindakan yang harus diambil, hikmah yang dapat diambil dan cara mengatasi keadaan yang tidak diinginkan di masa mendatang. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk menciptakan studi kasus secara mandiri
Prosedur
1. Bagilah kelas dalam pasangan atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga. Mintalah tiap pasangan atau bertiga untuk mengembangkan studi kasus yang secara umum kelas dapat menganalisis dan mendiskusikan.
2. Tegaskan bahwa tujuan dari studi kasus adalah untuk mempelajari topik yang terkait dengan keadaan nyata atau contoh yang mencerminkan topik tersebut.
3. Berilah waktu yang cukup pada setiap pasang atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga untuk mengembangkan studi kasusnya.
4. Setelah studi kasus selesai, mintalah pasangan atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga untuk mempresentasikan hasil studi kasusunya di depan kelas.
5. Lanjutkan sampai beberapa pasang atau kelompok yang anggotanya berjumlah. Akhiri dengan menarik kesimpulan atau hal-hal yang penting.
t. Poster
Metode ini merupakan cara yang baik untuk menginformasikan kemajuan siswa secara cepat, menangkap imajinasi siswa dan sebagai sarana untuk bertukar ide di antara mereka. Metode ini juga merupakan cara yang memungkinkan siswa untuk menyatakan persepsi dan feeling mereka tentang topik yang sedang didiskusikan dengan cara yang menyenangkan.
Prosedur
1. Mintalah setiap siswa untuk memilih topik cukup luas atau unit/bab yang sedang dipelajari.
2. Mintalah setiap siswa untuk menyiapkan pajangan visual dari konsep mereka dalam bentuk poster. Poster harus yang mampu menjelaskan konsep yang dikandung (pengamat dengan mudah dapat memahami ide tanpa penjelasan lebih lanjut baik tertulis ataupun lisan). Walau demikian, siswa mungkin memilih untuk menyiapkan hand-out yang merupakan penjelasan lebih rinci sebagai referensi untuk melengkapi poster.
3. Mintalah siswa untuk memajangkan poster mereka pada dinding kelas dan mintalah mereka untuk berbelanja dan mendiskusikannya selama jam pelajaran (biarkan poster tetap terpajang untuk beberapa hari).
4. Sebelum pelajaran berakhir diskusikan secara klasikal apa yang mereka temukan yang berharga dari aktivitas ini.
Belajar secara mandiri
u. Action learning (Belajar beraksi)
Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami pertama kali secara nyata sebagai penerapan topik pelajaran yang sedang dipelajari. Kegiatan di luar kelas memungkinkan siswa menjadi kreatif dalam membagi pengalamannya.
Prosedur
1. Kenalkan topik pelajaran pada siswa dengan menjelaskan latar belakang masalah secara kasar dengan ceramah dan diskusi.
2. Jelaskan bahwa kita akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan atau mengalaminya secara nyata atau melakukan kunjungan nyata (misal kunjungan ke pasar, rumah sakit, kantor pos, dsb).
3. Bentuklah kelompok dengan anggota 4 atau 5 orang. Mintalah mereka untuk mengembangkan daftar pertanyaan atau daftar observasi yang akan digunakan untuk pengalaman nyata atau kunjungan nyata.
4. Mintalah mereka untuk mendiskusikan daftar pertanyaan atau daftar observasi dengan teman-teman sekelas.
5. Daftar pertanyaan atau daftar observasi diperbaiki berdasarkan hasil diskusi kelas, sehingga tiap siswa memiliki daftar pertanyaan atau daftar observasi. (pertanyaan harus operasional/spesifik.
6. Mintalah setiap siswa untuk melakukan observasi langsung atau kunjungan langsung ke tempat/lokasi dengan daftar pertanyaan atau daftar observasi dalam waktu yang ditentukan.
7. Setelah selesai kunjungan nyata atau pengalaman nyata, mintalah siswa untuk membagi penemuannya dengan berbagai cara yang kreatif (melalui diskusi panel, interviu, dsb)
Belajar untuk pengembangan ketrampilan
v. Bermain peran
Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami pertama kali secara nyata sebagai penerapan topik pelajaran yang sedang dipelajari. Kegiatan di luar kelas memungkinkan siswa menjadi kreatif dalam membagi pengalamannya.
Prosedur
8. Kenalkan topik pelajaran pada siswa dengan menjelaskan latar belakang masalah secara kasar dengan ceramah dan diskusi.
9. Jelaskan bahwa kita akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan atau mengalaminya secara nyata atau melakukan kunjungan nyata (misal kunjungan ke pasar, rumah sakit, kantor pos, dsb).
10. Bentuklah kelompok dengan anggota 4 atau 5 orang. Mintalah mereka untuk mengembangkan daftar pertanyaan atau daftar observasi yang akan digunakan untuk pengalaman nyata atau kunjungan nyata.
11. Mintalah mereka untuk mendiskusikan daftar pertanyaan atau daftar observasi dengan teman-teman sekelas.
12. Daftar pertanyaan atau daftar observasi diperbaiki berdasarkan hasil diskusi kelas, sehingga tiap siswa memiliki daftar pertanyaan atau daftar observasi. (pertanyaan harus operasional/spesifik.
13. Mintalah setiap siswa untuk melakukan observasi langsung atau kunjungan langsung ke tempat/lokasi dengan daftar pertanyaan atau daftar observasi dalam waktu yang ditentukan.
14. Setelah selesai kunjungan nyata atau pengalaman nyata, mintalah siswa untuk membagi penemuannya dengan berbagai cara yang kreatif (melalui diskusi panel, interviu, dsb)

Read More..

Tempat lahirku....

Kabupaten Kotabaru
KOTABARU gunungnya bamega/Bamega ombak manampur di sala karang/Ombak manampur di sala karang....
Penggalan lagu daerah tahun 1950-an karangan Anang Ardiansyah itu betul-betul menggambarkan suasana Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan (Kalsel). Di situ, banyak gunung yang bermega, sedangkan ombak laut selalu menghantam pantainya yang berkarang.
Dengan luas 14.489,69 kilo-meter persegi atau sepertiga luas Kalsel, kabupaten ini memang memiliki banyak pulau, selat, gunung, teluk, pantai, dan laut. Jumlah pulaunya ada 45 dengan 230 gunung, sementara selatnya ada tujuh dan teluknya lima. Tidak mengherankan, Kotabaru kemudian dijuluki Gu-rilapan, kependekan dari gunung-rimba-laut-pantai.

Dari Gurilapan ini pulalah, denyut kehidupan ekonomi kabupaten tersebut dipompa. Di pantai Kotabaru misalnya, kegiatan kapal tongkang angkutan batu bara, yang hilir mudik dari pertambangan ke pelabuhan, sangat mencolok. Sementara para nelayan sibuk menjemur ikan tangkapan mereka, di da-ratan, truk-truk tronton berseliweran membawa para buruh dan batu
bara. Tampak sumber alam menjadi andalan kehidupan masyarakat Kotabaru. Sejak dulu Pegunungan Meratus telah menghasilkan batu bara, yang oleh penduduk disebut sebagai "emas hitam". Ada dua perusahaan resmi yang mengeksploitasi sumber alam tersebut, yaitu PT Arutmin Indonesia, yang pada tahun 2000 telah memproduksi 2.165.569 ton batu bara dan PT Bahari Cakrawala Sebuku yang mampu menghasilkan 1.566.043 ton batu bara. Selain dua perusahaan resmi tersebut, di wilayah Pegunungan Meratus itu terdapat sekitar 44 pertambangan tanpa izin atau liar. Produksi tahunan mereka cukup besar mencapai sekitar
500.406 ton.

Mutu batu bara dari Kotabaru memang dikenal bagus. Dari setiap kilogram bisa dihasilkan sekitar 6.000 sampai 7.300 kalori. Karena itu, harganya juga tinggi, yaitu antara Rp 125.000 sampai Rp 145.000/ton. Sementara harga ekspor mencapai 23,40 dollar AS/ton. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak investor liar dari Jawa berdatangan ke Kotabaru. Menurut beberapa informasi, ekspor batu bara yang dihasilkan oleh para penambang liar dikirim ke Thailand, India, danSingapura.

Masalah penambangan liar ini memang sulit diberantas. Selain jumlahnya cukup banyak, mereka juga telah memberi penghasilan kepada ribuan tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal. Jaminan masa depan keberadaan mereka juga tinggi, karena persediaan batu bara dari tambang-tambang itu diperkirakan mencapai sekitar 311.500 ton/tahun, yang tersebar di 24 lokasi sepanjang Pegunungan Meratus. Penambangan liar seluas 211 hektar ini juga menumbuhkan pelabuhan-pelabuhan batu bara yang tidak resmi. Jumlahnya mencapai 22 dan sampai Mei 2001 diperkirakan telah menghasilkan perputaran uang sebesar 8,89 juta dollar AS. Lepas dari masalah resmi atau liar, pada tahun 1999 subsektor pertambangan nonmigas itu telah menyumbang senilai Rp 717 milyar. Nilai itu merupakan 24,6 persen dari seluruh kegiatan ekonomi Kabupaten Kotabaru yang mencapai Rp 2,98 trilyun.
***
KABUPATEN Kotabaru cukup makmur. Pada tahun 1999, pendapatan per kapita penduduknya mencapai Rp 6,7 juta/ tahun, atau nomor dua se-Kalsel. Sebagian penduduk kabupaten ini, yaitu sebanyak 23.672 bekerja sebagai nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari hasil laut. Dari hasil laut, nelayan menikmati ekspor udang dan ikan kakap merah. Tidak heran sejumlah nelayan memiliki penghidupan yang layak. Perumahan mereka di Desa Rampa Lama dan Rampa Baru hampir semuanya memiliki parabola dan televisi berwarna. Sebagian anak-anak nelayan memainkan alat elektronik PlayStation. Bagi para nelayan itu, krisis moneter (krismon) yang melanda banyak wilayah di Indonesia justru merupakan sebuah keberuntungan. Dengan nilai tukar dollar AS yang makin tinggi, penghasilan para nelayan juga ikut naik. Tahun 2000 misalnya, ekspor udang beku dari Kotabaru yang mencapai 568, 43 ton telah menghasilkan devisa senilai 5,41 juta dollar AS. Sebagian besar ekspor udang itu dikirimkan ke Jepang dan Taiwan. Melalui ekspor hasil laut itu pulalah, banyak nelayan pergi haji. Masa krismon ini jumlah jemaah haji dari Kotabaru malah naik hampir 300 persen. Bila pada tahun 1999 yang berangkat hanya 217 orang, maka pada tahun 2000 dan tahun 2001, yang berangkat masing-masing berjumlah 655 orang dan 603 orang.

Hasil laut yang berlimpah ini jugalah yang membuat lambang Kabupaten Kotabaru menggunakan gambar ikan todak warna kuning. Ia dilukiskan sedang muncul di perairan guna melambangkan penghasilan utama penduduknya dari ikan. Tulisan sai-jaan dalam bahasa Banjar berarti semufakat atau satu hati dan seia sekata. Kabupaten Kotabaru memiliki satu pelabuhan samudera, Pelabuhan Batulicin, dan empat pelabuhan umum, yaitu Pelabuhan Stagen, Satui, Pagatan, dan Pelabuhan Mekarputih. Selain dari gunung dan laut, Kotabaru juga mendapat rezeki dari rimba. Ekspor kayu lapis tahun 1999 tercatat senilai 18,2 juta dollar AS, setara dengan tiga kali ekspor laut kabupaten ini. Jumlah itu tidaklah besar, apabila dibandingkan dengan ekspor batu bara yang mencapai 308 juta dollar AS di tahun yang sama.

Kemakmuran dari hasil tambang, laut, dan rimba itu ternyata tetap saja belum bisa menghapus
dua kendala besar yang dihadapi oleh Kabupaten Kotabaru, yaitu kelangkaan energi listrik dan
air bersih. Selain dua kendala besar tersebut, kabupaten ini juga mengalami kesulitan dalam
masalah transportasi laut antarpulau yang sangat tergantung pada musim. Pada musim
gelombang besar transportasi laut praktis terputus.

Read More..

Inovasi Pembelajaran KTI

Inovasi Pembelajaran KTI