THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, Mei 10, 2009

Tempat lahirku....

Kabupaten Kotabaru
KOTABARU gunungnya bamega/Bamega ombak manampur di sala karang/Ombak manampur di sala karang....
Penggalan lagu daerah tahun 1950-an karangan Anang Ardiansyah itu betul-betul menggambarkan suasana Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan (Kalsel). Di situ, banyak gunung yang bermega, sedangkan ombak laut selalu menghantam pantainya yang berkarang.
Dengan luas 14.489,69 kilo-meter persegi atau sepertiga luas Kalsel, kabupaten ini memang memiliki banyak pulau, selat, gunung, teluk, pantai, dan laut. Jumlah pulaunya ada 45 dengan 230 gunung, sementara selatnya ada tujuh dan teluknya lima. Tidak mengherankan, Kotabaru kemudian dijuluki Gu-rilapan, kependekan dari gunung-rimba-laut-pantai.

Dari Gurilapan ini pulalah, denyut kehidupan ekonomi kabupaten tersebut dipompa. Di pantai Kotabaru misalnya, kegiatan kapal tongkang angkutan batu bara, yang hilir mudik dari pertambangan ke pelabuhan, sangat mencolok. Sementara para nelayan sibuk menjemur ikan tangkapan mereka, di da-ratan, truk-truk tronton berseliweran membawa para buruh dan batu
bara. Tampak sumber alam menjadi andalan kehidupan masyarakat Kotabaru. Sejak dulu Pegunungan Meratus telah menghasilkan batu bara, yang oleh penduduk disebut sebagai "emas hitam". Ada dua perusahaan resmi yang mengeksploitasi sumber alam tersebut, yaitu PT Arutmin Indonesia, yang pada tahun 2000 telah memproduksi 2.165.569 ton batu bara dan PT Bahari Cakrawala Sebuku yang mampu menghasilkan 1.566.043 ton batu bara. Selain dua perusahaan resmi tersebut, di wilayah Pegunungan Meratus itu terdapat sekitar 44 pertambangan tanpa izin atau liar. Produksi tahunan mereka cukup besar mencapai sekitar
500.406 ton.

Mutu batu bara dari Kotabaru memang dikenal bagus. Dari setiap kilogram bisa dihasilkan sekitar 6.000 sampai 7.300 kalori. Karena itu, harganya juga tinggi, yaitu antara Rp 125.000 sampai Rp 145.000/ton. Sementara harga ekspor mencapai 23,40 dollar AS/ton. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak investor liar dari Jawa berdatangan ke Kotabaru. Menurut beberapa informasi, ekspor batu bara yang dihasilkan oleh para penambang liar dikirim ke Thailand, India, danSingapura.

Masalah penambangan liar ini memang sulit diberantas. Selain jumlahnya cukup banyak, mereka juga telah memberi penghasilan kepada ribuan tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal. Jaminan masa depan keberadaan mereka juga tinggi, karena persediaan batu bara dari tambang-tambang itu diperkirakan mencapai sekitar 311.500 ton/tahun, yang tersebar di 24 lokasi sepanjang Pegunungan Meratus. Penambangan liar seluas 211 hektar ini juga menumbuhkan pelabuhan-pelabuhan batu bara yang tidak resmi. Jumlahnya mencapai 22 dan sampai Mei 2001 diperkirakan telah menghasilkan perputaran uang sebesar 8,89 juta dollar AS. Lepas dari masalah resmi atau liar, pada tahun 1999 subsektor pertambangan nonmigas itu telah menyumbang senilai Rp 717 milyar. Nilai itu merupakan 24,6 persen dari seluruh kegiatan ekonomi Kabupaten Kotabaru yang mencapai Rp 2,98 trilyun.
***
KABUPATEN Kotabaru cukup makmur. Pada tahun 1999, pendapatan per kapita penduduknya mencapai Rp 6,7 juta/ tahun, atau nomor dua se-Kalsel. Sebagian penduduk kabupaten ini, yaitu sebanyak 23.672 bekerja sebagai nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari hasil laut. Dari hasil laut, nelayan menikmati ekspor udang dan ikan kakap merah. Tidak heran sejumlah nelayan memiliki penghidupan yang layak. Perumahan mereka di Desa Rampa Lama dan Rampa Baru hampir semuanya memiliki parabola dan televisi berwarna. Sebagian anak-anak nelayan memainkan alat elektronik PlayStation. Bagi para nelayan itu, krisis moneter (krismon) yang melanda banyak wilayah di Indonesia justru merupakan sebuah keberuntungan. Dengan nilai tukar dollar AS yang makin tinggi, penghasilan para nelayan juga ikut naik. Tahun 2000 misalnya, ekspor udang beku dari Kotabaru yang mencapai 568, 43 ton telah menghasilkan devisa senilai 5,41 juta dollar AS. Sebagian besar ekspor udang itu dikirimkan ke Jepang dan Taiwan. Melalui ekspor hasil laut itu pulalah, banyak nelayan pergi haji. Masa krismon ini jumlah jemaah haji dari Kotabaru malah naik hampir 300 persen. Bila pada tahun 1999 yang berangkat hanya 217 orang, maka pada tahun 2000 dan tahun 2001, yang berangkat masing-masing berjumlah 655 orang dan 603 orang.

Hasil laut yang berlimpah ini jugalah yang membuat lambang Kabupaten Kotabaru menggunakan gambar ikan todak warna kuning. Ia dilukiskan sedang muncul di perairan guna melambangkan penghasilan utama penduduknya dari ikan. Tulisan sai-jaan dalam bahasa Banjar berarti semufakat atau satu hati dan seia sekata. Kabupaten Kotabaru memiliki satu pelabuhan samudera, Pelabuhan Batulicin, dan empat pelabuhan umum, yaitu Pelabuhan Stagen, Satui, Pagatan, dan Pelabuhan Mekarputih. Selain dari gunung dan laut, Kotabaru juga mendapat rezeki dari rimba. Ekspor kayu lapis tahun 1999 tercatat senilai 18,2 juta dollar AS, setara dengan tiga kali ekspor laut kabupaten ini. Jumlah itu tidaklah besar, apabila dibandingkan dengan ekspor batu bara yang mencapai 308 juta dollar AS di tahun yang sama.

Kemakmuran dari hasil tambang, laut, dan rimba itu ternyata tetap saja belum bisa menghapus
dua kendala besar yang dihadapi oleh Kabupaten Kotabaru, yaitu kelangkaan energi listrik dan
air bersih. Selain dua kendala besar tersebut, kabupaten ini juga mengalami kesulitan dalam
masalah transportasi laut antarpulau yang sangat tergantung pada musim. Pada musim
gelombang besar transportasi laut praktis terputus.

0 komentar:

Posting Komentar

Inovasi Pembelajaran KTI

Inovasi Pembelajaran KTI