THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Minggu, Mei 10, 2009

Belajar Kelompok

A. PENGANTAR

Belajar kelompok atau disebut juga kerja kelompok adalah bagian dari pengelolaan siswa dalam kegiatan pembelajaran PAKEM. Mengapa belajar secara aktif, kreatif, dan menyenangkan perlu bervariasi, baik dari segi penyediaan materi atau sumber belajar maupun pengelolaan belajarnya? Anak akan merasa bosan jika mereka belajar dalam suasana monoton. Kegiatan belajar mengajar perlu memberikan pengalaman belajar yang beragam agar kegiatan belajar tetap menyenangkan dan menantang. Kegiatan membaca dan menuliskan gagasan pribadi misalnya perlu dikerjakan secara individual, latihan berdialog dengan belajar berpasangan, berdiskusi untuk memecahkan masalah perlu kerja kelompok, dan klasikal untuk mendengarkan penjelasan guru. Demikian pula belajar tidak selamanya harus di dalam kelas. Kadang-kadang mereka perlu belajar di luar kelas untuk melakukan pengamatan atau mencari suasana lain yang lebih nyaman dan lebih leluasa, apalagi jika jumlah siswa di dalam kelas terlalu banyak.
B. TUJUAN
Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta:
1. menjelaskan apa yang dimaksud dengan belajar kelompok dan mengapa anak perlu dilatih belajar berkelompok.
2. mampu membuat pengelompokan belajar yang tepat (disesuaikan dengan topik dan materi yang akan diajarkan, serta kompetensi apa yang akan dikembangkan dalam diri anak )
3. mampu mengembangkan gagasan pengelompokan yang lain yang membuat hasil belajar lebih maksimal dan efektif
4. mampu mengidentifikasi kegiatan belajar yang cocok untuk belajar kelompok dan yang tidak.

C. BAHAN DAN ALAT BANTU

1. Spidol untuk dijadikan sumber merumuskan pertanyaan
2. Beberapa lembar transparansi dan pena
D. LANGKAH PEMBELAJARAN

Langkah-langkah pembelajaran dalam pertemuan ini secara diagramatik
digambarkan sebagai berikut:
(15’) (40’) (20’)

Pleno: Apa, Meng apa, & Bagaimana Belajar Kelompok Kerja kelompok: mengidentifikasi +/- Belajar Kelompok Pleno: Pembahasan dan Kesimpulan





(1) Pleno: Pengantar (15’)
Fasilitator menjelaskan tentang apa, mengapa, dan bagaimana belajar kelompok (Bahan terlampir
• Fasilitator mengawali kegiatan dengan mengajukan pertanyaan, apa yang diketahui oleh peserta tentang belajar kelompok karena ini bukan hal baru dalamCTL. Lalu mengapa anak perlu belajar kelompok, apakah semua kegiatan pembelajaran dapat dilaksanakan dengan belajar kelompok, dan meminta beberapa peserta untuk menceritakan pengalaman mereka melaksanakan kegiatan belajar atau kerja kelompok, termasuk suka dukanya.
Fasilitator meminta peserta untuk duduk berkelompok dan memberi tugas:
_ Mengidentifikasi kegiatan belajar apa saja yang seharusnya dilakukan secara berkelompok dan yang tidak.Hasil diskusi ditulis dalam tabel berikut

Pengelolaan Pembelajaran Kegiatan yang dilakukan siswa
Kerja secara individual/ perorangan Membuat maket sekolah (model)
Kerja secara berpasangan
Simulasi dialog
Kerja Kelompok
Menuliskan pengalaman pribadi

• Peserta melaporkan hasilnya, kelompok lain menanggapi dan menambahkan keterangan yang belum lengkap.
Fasilitator meminta peserta untuk mengidentifikasi segi positif dan negatifnya belajar kelompok dan klasikal, kemudian memasukkannya ke dalam tabel sehingga mudah dilihat untuk dikomentari.
Belajar Kelompok:
Positif Negatif



Belajar Klasikal:
Positif Negatif



(2) Kerja Kelompok (20’)
• Dalam kelompok 5 orang, peserta:
Menuliskan sebanyak mungkin segi positif dan negatif belajar atau kerja kelompo
(3) Pleno: Pelaporan (20’)
Melaporkan hasil yang ditulis dalam transparansi, kelompok lain
menambahkan dan menanggapi yang tidak jelas. Fasilitator bersama-sama peserta menyimpulkan isi sesi tentang Belajar Kelompok.
Belajar Kelompok
Belajar kelompok mempunyai tujuan utama agar anak dapat bersosialisasi dan bekerjasama, terutama untuk kegiatan yang memerlukan pemecahan masalah bersama, seperti melakukan percobaan, berdiskusi, bermain peran, juga untuk mendorong agar anak pemalu dan penakut mau berbicara. Anak-anak ini akan merasa aman jika berbicara dalam kelompok kecil daripada secara klasikal. Melatih anak belajar kelompok, berarti juga menyiapkan anak untuk menjadi dewasa yang bisa bekerjasama dengan orang lain. Dalam kenyataan hidup yang membuat manusia sukses adalah kemampuannya menerapkan kecerdasan untuk bekerjasama dengan orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Lebih-lebih dalam masyarakat modern, kemampuan bekerjasama semakin penting dan mutlak dibutuhkan (Schmuck,1985). Sebagai ilustrasi, terwujudnya sebuah gedung yang megah merupakan hasil kerjasama berbagai teknisi ahli.
Perlu diperhatikan bahwa tidak semua kegiatan pembelajaran cocok dilakukan dengan belajar kelompok. Jika topik/materi merupakan masalah yang harus dipecahkan bersama atau berupa lembar kerja yang harus dikerjakan melalui percobaan bersama, atau kegiatan bermain peran beberapa orang, ini memang memerlukan kegiatan atau belajar kelompok. Namun, jika materi hanya memerlukan dialog atau menulis percakapan dua orang, yang tepat adalah kerja pasangan, juga menulis karangan pengalaman pribadi yang cocok adalah kerja individual.
Ada beberapa cara pengelompokan yang dapat dilakukan guru, misalnya berdasarkan kemampuan, jenis kelamin, atau campuran. Setiap jenis pengelompokan tentu mengandung segi positif dan negatif, tergantung bagaimana guru melaksanakannya, termasuk mengetahui mengapa guru mengelompokkan berdasarkan kemampuan, dengan alasan misalnya agar mereka dapat berdiskusi secara efektif, berdasarkan jenis kelamin agar mereka dapat membahas topik dengan lebih terbuka dalam kelompok sejenis, dan sebagainya. Adapun yang penting diperhatikan oleh guru adalah bagiamana belajar kelompok dapat memaksimalkan hasil belajar semua anak dengan kemampuan dan minat yang beragam itu.
Selain itu, guru perlu mengetahui duduk berkelompok tidak sama dengan belajar kelompok. Duduk bisa dalam kelompok, tetapi setiap siswa mengerjakan tugas individual seperti mengerjakan latihan matematika atau mengarang. Namun, juga bisa anak-anak duduk dalam kelompok dan bekerja kelompok seperti melakukan percobaan IPA, berdiskusi untuk memecahkan masalah bersama. Sekali lagi tujuan belajar kelompok, selain meningkatkan sosialisasi, juga melatih siswa bekerjasama, mampu berinteraksi dengan teman lain, berdiskusi dengan tidak memaksakan kehendak/toleransi dan berargumentasi dengan akal sehat/masuk akal, atau secara umum mengembangkan kemampuan intelektual karena anak harus melakukan proses berpikir.
Jika hari ini anak mampu bekerjasama, esok dia akan mampu mengerjakan sesuatu secara mandiri. Kerjasama melalui belajar kelompok di mana anak saling berinteraksi dengan bertanya dan mengemukakan pendapat adalah fondasi sukses di kemudian hari. Berbicara (talk) adalah sentral untuk pengembangan sosial dan pertumbuhan intelektual (Vygotsky, 1962)
Belajar melalui berbicara sama dengan belajar bicara, anak aktif membangun pengetahuannya sendiri (Wells, 1987)
Kesimpulan umum:
Dengan anak terlatih berbicara, berdiskusi, berargumentasi, merencanakan sesuatu bersama dalam kegiatan belajar sehari-hari di sekolah, anak akan memiliki keterampilan siap pakai, misalnya untuk melakukan wawancara saat mencari kerja, kritis melihat dan memecahkan permasalahan sesuai situasi, lebih berani dan terampil memimpin rapat atau pertemuan, mampu menengahi perbedaan pendapat dengan memberikan argumentasi yang seimbang untuk kedua belah pihak, mampu menyerap dan menyaring informasi secara kritis, mampu membuat hipotesis, dan berbicara secara efektif.
Pembelajaran secara klasikal (kelompok besar)
Keuntungan Kerugian (mungkin)
- alat efisien untuk ceramah, film dan demonstrasi
- mengembangkan rasa aman dan “saya berada dalam kelompok”
- mempermudah untuk pengajaran konsep baru
- meningkatkan otoritas guru
- mengesankan hanya satu sumber belajar



- mengurangi tanggung-jawab individu
- mengesampingkan kebutuhan individu dan kebutuhan kelompok besar
- menghambat variasi pembelajaran
- menghambat partisipasi sosial
- meningkatkan masalah fisik (penglihatan, pendengaran)
- mengurangi keterlibatan dalam tugas/kegiatan

-

Pembelajaran secara kelompok kecil
Keuntungan Kerugian (mungkin)
- mempermudah komunikasi
- meningkatkan interaksi
- mendorong keterlibatan
- mendorong untuk membantu orang lain dan menerima tanggung-jawab
- melatih kemampuan bernegosiasi
- mengembangkan kemampuan mengambil keputusan
- mengembangkan rasa perlu berbagi pendapat
- meningkatkan kerjasama
- memungkinkan variasi pembelajaran
- guru berkesempatan untuk mengamati, mendengarkan dan mendiagnosis siswa
- - membuat siswa tidak bergairah
- membuang waktu jika kemampuan bekerja kelompok kurang
- membuang waktu jika mengenalkan konsep baru
- mengesampingkan kebutuhan anak pandai dan kurang dari kebutuhan kelompok
- mengesampingkan penguasaan materi dari ketrampilan kerja kelompok
- anak pandai mendominasi anak kurang

Sumber: Kasim Lemlrch J (1990), Curriculum and Instructional Methods for Elementary and Midle School, New York Macmillan College Publishing Co.

Read More..

Mitos PR : Manfaat atau Mudarat?

It is not enough to be busy; so are the ants.
The question is: What are we busy about?
~Henry David Thoreau

Dalam perjalanan dari Surabaya ke Jakarta baru-baru ini, saat di
pesawat, saya duduk berdampingan dengan seorang ibu, sebut saja Bu Yuni.
Terus terang saya agak kaget waktu disapa oleh Bu Yuni, "Hi, Pak Adi,
ya? Apa kabar Pak? Wah, nggak nyangka lho bisa bertemu Pak Adi di sini."
Sambil bersalaman dan menjawab pertanyaan Bu Yuni saya berusaha keras
mengingat di mana pernah bertemu dengan Bu Yuni. Bu Yuni menyadari
kebingungan saya dan berkata, "Bingung, kan? Kita memang belum pernah
bertemu sebelumnya Pak. Saya mengenal Pak Adi melalui berbagai artikel
yang Bapak tulis di internet dan juga buku-buku Bapak".
"Oh... begitu toh ceritanya. Makanya saya bingung. Lha, Ibu kenal saya
tapi saya kok nggak ingat pernah bertemu Ibu.", jawab saya lega.
Selama perjalanan sekitar 1 jam antara Surabaya - Jakarta saya
memberikan "mini seminar" dan menjadi rekan diskusi dan sharing dengan
Bu Yuni.
Ada banyak hal yang Bu Yuni tanyakan. Salah satu yang menarik adalah
mengenai stress yang dialami anak Bu Yuni, yang di SD kelas 3, karena
beban pelajaran yang sangat berat.
"Ah, itu sudah lumrah, Bu. Kalau nggak stress namanya bukan sekolah",
canda saya
"Ya, tapi kan kasihan anak saya, Pak. Coba bayangkan. Sudah banyak
ulangan, hampir tiap hari deh ulangannya, masih dikasih tugas, eh masih
ditambah PR yang sangat banyak. Saya sampe kasihan sama anak saya.
Waktunya habis hanya untuk ngerjakan PR, tugas, belajar, dan terus
belajar. Nggak ada waktu untuk bermain dan menikmati masa kecil", keluh
Bu Yuni sambil menghela nafas panjang.
Pembaca yang budiman, apa yang saya ceritakan di artikel ini adalah
hasil diskusi saya dengan Bu Yuni selama di pesawat dan dilanjut sampai
di ruang kedatangan bandara.
Pembaca, pernahkah anda, sebagai orangtua atau pendidik, memikirkan
dengan sungguh-sungguh manfaat PR, yang jumlahnya cukup banyak, yang
harus dikerjakan anak/murid kita setiap hari?
Dulu saya juga merenungkan hal yang sama. Saat itu saya mengajukan
berbagai pertanyaan seputar PR kepada diri saya sendiri:
* Apakah ada pakar yang pernah meneliti korelasi antara PR dan prestasi
akademik?
* Apakah benar semakin banyak PR yang dikerjakan maka hasilnya semakin
baik untuk anak?
* Apakah nggak sebaliknya, semakin banyak PR justru berpengaruh negatif?
* Apakah ada mata kuliah yang mengajarkan tata cara yang benar dalam
memberikan PR kepada anak/murid?
* Apakah ada cara lain, selain PR, untuk meningkatkan prestasi anak?
Setelah banyak merenung, banyak bertanya, banyak membaca literatur,
searching di Internet, dan membaca pemikiran para pakar, saya akhirnya
sampai pada satu kesimpulan bahwa PR yang banyak tidak menjamin
peningkatan prestasi akademik.
PR sebenarnya tidak perlu banyak-banyak. Seperlunya saja. PR yang sangat
banyak, ditambah lagi dengan beban pelajaran dalam bentuk ujian dan
tugas-tugas lainnya justru berakibat negatif pada anak. Saat ini ada
sangat banyak anak yang stress karena sekolah. Proses belajar yang
seharusnya menjadi suatu pengalaman yang menyenangkan ternyata kini
justru menjadi sesuatu yang sangat membebani anak.
Baru-baru ini saya membaca satu buku bagus, karya Sara Bennet dan Nancy
Kalish, yang berjudul The Case Against Homework: How Homework is Hurting
Our Children and What We Can Do About It.
Wah, saya senangnya bukan main saat membaca buku ini. Mengapa? Karena
buku ini berisi penelitian para pakar di Amerika mengenai korelasi
antara PR dan prestasi akademik anak. Apa yang ditulis di buku ini
memvalidasi kesimpulan saya mengenai PR. Bahkan lebih ekstrim lagi.
Banyak orangtua dan pendidik yang "yakin" bahwa PR sangat bermanfaat
untuk meningkatkan pemahaman dan hasil pembelajaran anak. Namun
penelitian, seperti yang dipaparkan di buku The Case Against Homework,
justru mengatakan yang sebaliknya.
National Education Association, yang beranggotakan lebih dari 2,7 juta
pendidik di Amerika, dan juga National Parent Teacher Association
mengeluarkan panduan tata cara memberikan PR yang benar dan layak.
Tahukah anda apa yang mereka rekomendasikan?
Kedua asosiasi ini merekomendasikan lama waktu ideal untuk mengerjakan
PR setiap hari sebagai berikut:
* usia TK sampai SD kelas 2 antara 10 sampai 20 menit
* SD kelas 2 sampai 6 antara 30 sampai 60 menit
Sedangkan menurut Prof Harris Cooper, salah satu peneliti terkemuka di
bidang ini, dan juga penulis buku The Battle Over Homework: Common
Ground for Adminstrators, Teachers, and Parents, sekolah harus mengikuti
aturan "10 menit per malam per level kelas". Jadi, untuk anak kelas 1 SD
maka waktu mengerjakan PR maksimal 10 menit per malam. Untuk kelas 2 SD
maksimal 20 menit. Demikian seterusnya.
Yang lebih mengagetkan lagi adalah hasil review yang dilakukan Prof
Cooper, pada tahun 2001, atas lebih dari 120 studi mengenai PR dan
efeknya, dan ditambah lagi dengan review, pada tahun 2006, terhadap 60
studi lainnya, dengan topik yang sama, ternyata diperoleh data bahwa
hampir tidak ada korelasi antara jumlah PR dan prestasi akademik di SD.
Sedangkan untuk level sekolah menengah (SMP/SMU) terdapat korelasi yang
moderat antara jumlah PR dan prestasi akademik. Namun jika PR yang
diberikan terlalu banyak, di sekolah menengah, justru akan
kontraproduktif.
Menurut David Baker dan Gerald LeTendre, profesor pendidikan dan penulis
buku National Differences, Global Similarities: World Culture and the
Future of Schooling, negara-negara yang terkenal dengan pendidik yang
memberikan PR yang banyak, seperti Yunani, Thailand, dan Iran ternyata
prestasi akademik murid mereka justru sangat buruk.
Sebaliknya negara-negara seperti Jepang, Denmark, dan Czech Republic,
yang murid-muridnya menempati ranking tertinggi prestasi akademik dalam
skala dunia, ternyata guru-guru di negara ini memberikan sangat sedikit
PR.
Prof Baker menyimpulkan bahwa semakin banyak PR yang diberikan kepada
murid maka semakin buruk prestasi akademik yang dicapai.
Bahkan pakar lainnya, Prof Kralovec, menyatakan bahwa tidak ada bukti
sama sekali bahwa PR baik untuk pemantapan hasil belajar.
Di akhir tahun 1990an banyak sekolah dasar di Jepang yang menetapkan
kebijakan "no-homework" alias tidak ada PR. Tujuannya adalah agar anak
bisa mempunyai lebih banyak waktu luang bersama keluarga dan mengerjakan
hal-hal lain, di luar kegiatan sekolah, yang menarik minat mereka.
Survey tahun 2006 oleh American Psychological Association (APA) terhadap
1.300 pelajar sekolah menengah mendapatkan data bahwa lebih dari 42%
pelajar menyatakan PR mengakibatkan sangat banyak stress dalam diri
mereka. Dan hampir 16% mengatakan mereka mengalami stress yang ekstrim.
Sewaktu saya menjelaskan hasil riset ini Bu Yuni langsung bertanya,
"Nah, saya mau tanya nih sama Bapak. Pak Adi kan telah mendirikan
sekolah Anugerah Pekerti di Surabaya. Bagaimana kebijakan yang Pak Adi
tetapkan di sekolah Anugerah Pekerti dalam hal PR?"
Hasil riset ini tentu harus kita sikapi dengan cermat dan bijaksana.
Kami memberikan PR seperlunya saja. Apabila anak diminta mengerjakan
latihan soal atau PR maka kami memastikan bahwa anak akan melakukannya
dengan hati gembira, tanpa tekanan sama sekali. Bahkan seringkali yang
tertulis di agenda murid adalah, "Kerjakan soal latihan di buku paket
matematika, terserah berapa halaman!"
Eiit... tunggu dulu. Jangan salah mengerti dengan apa yang barusan saya
jelaskan. Walaupun guru memberikan pesan "Kerjakan soal latihan di buku
paket matematika, terserah berapa halaman!" namun murid kami mengerjakan
PR atau latihan sampai berpuluh-puluh halaman. Sama sekali tanpa merasa
stress atau tertekan.
Lha, kok bisa?
Dengan memahami psikologi anak, menerapkan proses pembelajaran yang
menyenangkan, memahami cara kerja pikiran dan memori, membangun
ekspektasi yang tinggi dalam diri setiap murid, menggunakan teknik goal
setting yang kondusif dengan tingkat tantangan yang moderat, dan masih
banyak pendekatan lainnya, kami bisa membangkitkan motivasi intrinsik
dalam diri setiap murid sehingga mereka sangat senang mengerjakan PR
atau latihan.
Jadi, PR yang banyak sebenarnya tidak jadi masalah jika anak senang
mengerjakannya dan sama sekali tidak merasa terbebani.
Anda mungkin akan berkata,"Sudah tentu Pak Adi bisa melakukan hal ini di
sekolah Anugerah Pekerti. Kan Bapak pendirinya. Sekolah lain belum tentu
bisa melakukan seperti apa yang guru Anugerah Pekerti lakukan."
Apakah hanya sekolah kami yang bisa melakukan hal ini?
Oh, tidak.
Pertengahan Maret 2007 lalu saya dan Pak Ariesandi memberikan pelatihan
Genius Learning Strategy dan aplikasinya di bidang studi matematika
kepada 40 orang guru SD di wilayah Kab. Pasuruan.
Hasilnya?
Luar biasa. Salah satu guru, yang telah menerapkan apa yang kami
ajarkan, memberikan laporan yang sungguh menggembirakan. Guru ini, Pak
Pendi, berhasil meningkatkan motivasi belajar siswanya, murid SD kelas
6, secara luar biasa. Seluruh murid Pak Pendi sekarang sangat senang
belajar. Bahkan prestasi akademik yang dicapai kelas Pak Pendi telah
melampaui prestasi kelas satunya yang nota bene terdiri dari anak-anak
pilihan. PR? Sama sekali tidak ada masalah. Justru murid-muridnya,
dengan senang hati, minta latihan soal kepada Pak Pendi.
Poin penting yang perlu diperhatikan yaitu PR yang diberikan harus
didesain sedemikian rupa sehingga hampir semua murid dapat mengerjakan
dan menyelesaikan dengan baik dan mendapat nilai evaluasi yang baik. PR
atau tugas yang diberikan tidak boleh terlalu sulit. Jika terlalu sulit
maka yang lebih sering terjadi adalah PR itu dikerjakan oleh para
orangtua, bukan oleh anak/murid. Sudah menjadi rahasia umum orangtua
yang lebih sibuk, daripada anaknya, saat si anak mendapat PR.
Selain itu PR tidak boleh sebagai hukuman. Bila kita memberikan PR
sebagai bentuk hukuman maka anak akan benci PR dan selanjutnya menjadi
benci belajar.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah guru, pada umumnya jarang
sekali, jika tidak mau dikatakan tidak pernah, saling berkomunikasi
mengenai PR atau tugas yang akan diberikan kepada murid. Seringkali
terjadi tumpang tindih dalam memberikan PR atau tugas. PR atau tugas
sebenarnya bisa dikurangi bila sesama guru saling berkoordinasi sehingga
satu tugas meliputi beberapa bidang studi.
Apakah mungkin kita meniadakan PR sama sekali? Jawabannya may be yes...
may be no.
PR bisa ditiadakan bila pembelajaran di kelas tuntas. Jadi, anak
benar-benar mengerti materi yang diajarkan gurunya di kelas. Nah, jika
ini bisa kita lakukan maka PR bisa ditiadakan. Atau bila tetap perlu
diberi PR maka yang diberikan kepada anak hanya secukupnya saja. Nggak
usah banyak-banyak.
Kita ambil contoh matematika. Bila anak telah menguasai konsep dengan
benar dan telah mampu mengerjakan, katakanlah, 5 (lima) soal dengan
benar maka ini sudah cukup. Tidak ada gunanya untuk meminta mengerjakan
10, 20, atau bahkan 30 soal latihan dengan topik yang sama.
PR yang secukupnya ini selain untuk melatih dan menumbuhkan kebiasaan
belajar, tanggung jawab akademik, disiplin, juga bisa digunakan untuk
semakin mempererat hubungan antara orangtua dan anak.
Saat orangtua, yang peduli dan perhatian dengan anak, membantu anak
mengerjakan PR maka terjalin komunikasi batin yang intens dan
konstruktif. Hal ini sangat dibutuhkan anak saat tumbuh kembang.
Pembaca, setelah membaca uraian saya, ditambah dengan pengamatan
terhadap apa yang dialami anak/murid anda dengan mengerjakan PR yang
banyak, saya ingin menutup artikel ini dengan satu pertanyaan pada anda,
"Apakah PR benar-benar bermanfaat bagi kemajuan anak kita? Jika anda
bisa mengubah sistem pendidikan, kebijakan apa yang akan anda terapkan
dalam hal pemberian PR kepada anak/murid?"

Read More..

Pembelajaran dengan Tutor Teman Sebaya

Rendahnya mutu pendidikan Indonesia telah banyak disadari oleh berbagai pihak, terutama oleh para pemerhati pendidikan di Indonesia. Rendahnya mutu pendidikan ini dapat dilihat, antara lain, dari rendahnya rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) untuk semua bidang studi yang di-UN-kan, baik di tingkat nasional maupun daerah.
Berdasarkan kenyataan tersebut perlu ada upaya serius untuk meningkatkan nilai UN agar anak-anak bangsa yang kini tengah gencar menimba ilmu di bangku pendidikan benar-benar dalam kondisi siap untuk menghadapi UN. Para siswa didik, khususnya kelas IX, harus diberikan bekal yang cukup memadai sehingga mampu mengerjakan soal-soal UN dengan baik.
Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya nilai UN yang dicapai oleh SMP. Pertama, kurangnya motivasi siswa didik untuk meraih nilai akademis yang tinggi. Hal itu disebabkan oleh situasi dan kondisi pendidikan dalam lingkungan keluarga yang kurang mendukung.
Kedua, merebaknya sikap instan yang melanda kehidupan kaum remaja. Hal ini disebabkan oleh kuatnya sikap permisif masyarakat yang cenderung membiarkan berbagai perilaku anomali sosial berlangsung di tengah-tengah panggung kehidupan sosial. Masyarakat yang seharusnya menjadi kekuatan kontrol untuk ikut menanggulangi berbagai persoalan sosial yang kurang sehat cederung bersikap permisif dan masa bodoh. Sikap instan yang ingin meraih sukses tanpa kerja keras pun dinilai sebagai hal yang wajar terjadi.
Ketiga, guru dinilai kurang kreatif dalam melakukan inovasi pembelajaran, baik dalam pemilihan materi ajar, metode pembelajaran, maupun media pembelajaran, sehingga siswa didik cenderung pasif dan bosan dalam menghadapi atmosfer pembelajaran di kelas. Suasana kelas bagaikan “kerangkeng penjara” yang pengap dan sumpek; tanpa ada celah “kebebasan” bagi peserta didik untuk menikmati kegiatan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. Yang lebih mencemaskan, siswa didik diperlakukan bagaikan “tong sampah” ilmu pengetahuan yang hanya sekadar menjadi penampung ilmu, tanpa memiliki kesempatan untuk melakukan pendalaman, refleksi, dan dialog.
Berdasarkan pengalaman empiris, kurang kreatifnya guru dalam melakukan inovasi pembelajaran memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap kemampuan siswa dalam dalam menguasai kompetensi yang seharusnya dicapai. Metode drill yang dilakukan menjelang pelaksanaan UN, dinilai terlalu banyak memberikan intervensi dan tekanan psikologis kepada siswa. Akibatnya, siswa cenderung hanya mampu menjadi penghafal kelas wahid daripada menjadi seorang pembelajar yang haus ilmu pengetahuan. Mereka diperlakukan secara mekanis bagaikan robot sehingga tidak memiliki kesempatan untuk melakukan refleksi dan pendalaman materi ajar.
Dalam konteks demikian, diperlukan upaya serius dari para guru pengampu mata pelajaran yang diujikan secara nasional, yaitu Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, dan IPA untuk melakukan perubahan penggunaan metode drill. Salah satu metode yang diduga mampu membuat suasana pembelajaran yang menarik dan menyenangkan ketika siswa mempelajari materi UN adalah metode diskusi kelompok model tutor sebaya. Melalui metode ini, siswa bisa berdialog dan berinteraksi dengan sesama siswa secara terbuka dan interaktif di bawah bimbingan guru sehingga siswa terpacu untuk menguasai bahan ajar yang disajikan sesuai Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang telah ditetapkan.
Diskusi kelompok terbimbing dengan model tutur sebaya merupakan kelompok diskusi yang beranggotakan 5-6 siswa pada setiap kelas di bawah bimbingan guru mata pelajaran dengan menggunakan tutor sebaya. Tutur sebaya adalah siswa di kelas tertentu yang memiliki kemampuan di atas rata-rata anggotanya yang memiliki tugas untuk membantu kesulitan anggota dalam memahami materi ajar. Dengan menggunakan model tutor sebaya diharapkan setiap anggota lebih mudah dan leluasa dalam menyampaikan masalah yang dihadapi sehingga siswa yang bersangkutan terpacu semangatnya untuk mempelajari materi ajar dengan baik

Read More..

Belajar Aktif

Multimetode yang berpusat pada siswa
A. Pengantar
Salah satu unsur dalam PAKEM adalah pembelajaran aktif; aktif bagi guru maupun aktif bagi siswa. Salah satu paham belajar aktif adalah seperti yang diungkapkan oleh ajaran Confucius yang telah diperluas, yakni:
Apa yang saya dengar, saya lupa.
Apa yang saya dengar dan lihat, saya ingat sedikit.
Apa yang saya dengar, lihat dan ajukan pertanyaan tentangnya atau diskusikan dengan orang lain, saya mulai mengerti.
Apa yang saya dengar, lihat, diskusikan dan lakukan, saya memperolah pengetahuan dan ketrampilan.
Apa yang saya ajarkan pada orang lain, saya menguasai.
Salah satu alasan mengapa banyak murid yang lupa dari apa yang mereka dengar adalah bahwa kecepatan berbicara guru berbeda jauh dengan kecepatan mendengar murid. Kebanyakan guru berbicara 100 sampai dengan 200 kata per menit, sementara murid yang berkonsentrasi penuh hanya mampu mendengar 50 sampai dengan 100 kata per menit atau separoh dari apa yang diucapkan oleh guru. Hal ini disebabkan murid harus berpikir banyak sementara mereka mendengar.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa tidak perhatian dalam perkuliahan sekitar 40% dari total waktu (Pollio 1984 dalam Silberman 1996). Lebih lanjut, mahasiswa menyerap materi kuliah 70% pada menit pertama dan hanya 20% pada 10 menit yang terakhir. Hasil penelitian ini akan berlaku juga pada murid SMA, SMP atau SD dan TK.
Penelitian juga menunjukkan bahwa menambahkan alat bantu visual pada pelajaran meningkatkan penyerapan dari 14% menjadi 38% (Pike 1988 dalam Silberman 1996). Penelitian lain menunjukkan bahwa terdapat peningkatan 200 % jika kosakata diajarkan dengan alat bantu visual. Sebuah gambar mungkin tidak lebih berarti dari seribu kata, tetapi gambar tiga kali lebih efektif dibandingkan dengan kata-kata saja.


B. Pembelajaran meningkat jika siswa diminta untuk melakukan hal-hal berikut:
1. Menyatakan informasi (materi pelajaran) dengan menggunakan kalimat mereka sendiri
2. Memberikan contoh dari materi pelajaran
3. Memahami materi pelajaran dalam berbagai samaran dan keadaannya
4. Melihat kaitan antara materi pelajaran dengan pelajaran lain atau kehidupan sehari-hari
5. Menggunakan materi pelajaran dalam berbagai cara
6. Memperkirakan akibat dari materi pelajaran
7. Menyatakan lawan atau kebalikannya
C. Gaya Belajar
1. Gaya belajar visual yang ditandai dengan mampu belajar secara baik dengan melihat orang lain, suka mengikuti penjelasan yang runtut, lebih suka mencatat apa yang dijelaskan guru, tidak mudah terganggu dengan kebisingan.
2. Gaya belajar auditorial yang ditandai dengan kemampuan mendengar dan mengingat, mudah terganggu dengan kebisingan.
3. Gaya belajar kinestetik yang ditandai mampu belajar secara baik dengan terlibat dalam suatu aktivitas, cenderung berbuat seenaknya, gelisah jika tidak bergerak dan melakukan sesuatu.
Dalam pembelajaran guru sebaiknya mampu menyediakan kegiatan yang berupa materi visual, auditorial dan kinestetika secara memadai.
Siswa lebih menyukai terlibat langsung dengan pengalaman/praktek dibandingkan dengan belajar konsep dasar kemudian menerapkannya.
D. 10 cara meraih partisipasi pada setiap saat
1. Diskusi terbuka: Ajukan pertanyaan pada seluruh siswa atau kelompok. Untuk menghindari pemborosan waktu, guru dapat menyatakan sebelumnya bahwa hanya meminta 4 atau 5 siswa untuk mengajukan pendapat dengan mengacungkan tangan.
2. Kartu respon: Guru meminta siswa untuk menjawab pertanyaan pada kartu atau potongan kertas dengan tidak menuliskan nama atau identitas lain.
3. Poling: Guru melakukan survey yang singkat untuk memperoleh data secara cepat. Hal ini dapat dilakukan dengan survey verbal misalnya dengan meminta siswa mengangkat tangan atau mengangkat kartu jawaban
4. Diskusi kelompok: Guru meminta siswa berkelompok dengan anggota tiga atau lebih untuk berbagi informasi.
5. Belajar berpasangan: Guru meminta siswa untuk mengerjakan tugas atau berdiskusi dengan teman di dekatnya secara berpasangan. Belajar berpasangan cocok untuk mengerjakan tugas yang rumit.
Beberapa tugas yang dapat diberikan pada kegiatan belajar berpasangan:
a. Mendiskusikan bacaan singkat
b. Saling bertanya terkait dengan reaksi pasangan terhadap tugas membaca, materi pelajaran atau yang lainnya
c. Saling mengritik pekerjaan pasangan
d. Saling bertanya tentang hasil membaca
e. Merangkum pelajaran yang baru diberikan
f. Mengembangkan pertanyaan yang akan diajukan pada guru
g. Mengalisis masalah tertentu, latihan atau percobaan
h. Saling menguji pasangan
i. Merespon pertanyaan yang diajukan guru
j. Membandingkan catatan pelajaran yang dibuat di kelas
6. Kobarkan semangat: Guru berkeliling kelas untuk memperoleh jawaban terhadap pertanyaan yang mengobarkan semangat seperti satu perubahan yang ingin saya buat di Indonesia adalah ...... Guru menggunakan pertanyaan pengobar semangat yang bervariasi.
7. Panel: Guru meminta beberapa siswa untuk mengemukakan pendapatnya di depan kelas seperti dalam bentuk diskusi panel. Siswa-siswa yang duduk di depan menghadap ke teman-teman lain berperan sebagai panelis. Kemudian secara bergiliran siswa-siswa lain menjadi panelis.
8. Fishbowl (diskusi melingkar): Guru meminta beberapa siswa untuk melakukan diskusi secara melingkar dan siswa yang lain mendengarkan dalam format melingkar di luar nya. Kemudian buat lingkaran kecil di dalamnya untuk melanjutkan diskusi
9. Permainan: Guru menggunakan permainan dalam pembelajaran. Berbagai jenis kuis di TV dapat diterapkan di kelas dengan beberapa modifikasi (misalnya who wants to millioner, gamezone, permainan kata, dll)
10. Pemanggilan pembicara selanjutnya: Guru meminta siswa untuk mengacungkan tangan jika mereka ingin menyampaikan pendapatnya dan memanggil seorang siswa untuk mengemukakan pendapatnya. Setelah selesai giliranya, siswa ini diminta menunjuk siswa lain menyampaikan pendapatnya.
E. 10 anjuran untuk meningkatkan pembelajaran
Membuka pelajaran: Membangun ketertarikan
1. Cerita atau visualisasi yang menarik: Guru menyediakan cerita fiksi, gambar, grafik atau alat visual lain yang relevan untuk menarik perhatian siswa terhadap apa yang akan guru ajarkan.
2. Permasalahan: Guru mengajukan permasalahan yang terkait dengan pelajaran yang akan disampaikan
3. Pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan pada siswa sehingga mereka termotivasi untuk mengikuti pelajaran
Kegiatan inti: Mengoptimalkan pemahaman dan penyerapan
4. Headline: Guru menyarikan pelajaran dengan kata-kata kunci agar mudah diingat.
5. Contoh dan analogi: Guru menyediakan contoh dan ilustarsi dalam kehidupan sehari-hari yang terkait dengan pelajaran. Guru juga dapat membuat perbandingan antara materi pelajaran dengan pengalaman siswa
6. Alat peraga: Guru menggunakan alat peraga ketika menjelaskan sesuatu. Misalnya ketika menjelaskan warna-warna dalam pelangi guru dapat menggunakan gelas yang berisi air untuk percobaan pelangi.
Kegiatan inti: Melibatkan siswa dalam pelajaran
7. Menantang: Hentikan pelajaran secara periodik dan ajukan pertanyaan yang menantang pada siswa, misalnya memberikan contoh dari pelajaran yang disampaikan atau menjawab kuis.
8. Pemerjelas: Dalam pembelajaran yang berlangsung, selingi dengan kegiatan singkat yang dapat memperjelas apa yang sedang dijelaskan, misalnya dengan latihan soal
Penutup pelajaran: Penguatan
9. Aplikasi: Hadapkan suatu masalah atau pertanyaan pada siswa-siswa untuk menyelesaikannya berdasarkan penjelasan dalam pembelajaran.
10. Reviu: Minta siswa-siswa untuk mereviu isi pelajaran dengan yang lain atau memberi mereka tes skor reviu.
F. Cara membentuk kelompok
1. Kartu kelompok. Langkah pertama adalah menetapkan jumlah kelompok. Jumlah kelompok dalam kelas dapat ditentukan berdasarkan jumlah siswa. Langkah berikutnya adalah membuat kartu yang diberi nomor dari 1 sampai dengan nomor terakhir yang sesuai dengan jumlah kelompok atau kartu warna-warni dengan jumlah warna sama dengan jumlah kelompok. Kartu-kartu ini dibuat rangkap sebanyak jumlah kelompok. Kemudian kartu-kartu ini dibagaikan kepada siswa-siswa, mereka yang mendapat kartu dengan nomor sama atau warna membentuk satu kelompok
2. Puzzle: Buat gambar hewan atau mobil atau yang lain pada kertas karton sebanyak jumlah kelompok yang ingin dibentuk. Kemudian gambar ini dipotong-potong sesuai dengan jumlah anggota kelompok. Masing-masing potongan dibagikan kepada siswa-siswa. Siswa yang mendapatkan potongan gambar gajah berkumpul dan membentuk satu kelompok.
3. Kartu nama: Gunakan kartu nama yang berbeda-beda bentuk dan atau warnanya untuk menentukan kelompok yang berbeda
4. Kelahiran: Siswa-siswa diminta untuk berkelompok berdasarkan kelahirannya, misalnya siswa yang lahir bulan Januari dan Februari membentuk satu kelompok, demikian juga untuk bulan-bulan yang lain.
5. Kartu remi: Gunakan kartu remi atau jenis lain untuk membentuk kelompok. Misalkan, gunakan aces (as), king (K), queen (Q) dan jack (J) untuk membentuk empat kelompok.
6. Nomor undian: Buat potongan-potongan kertas dan beri nomor sesuai dengan jumlah kelompok dan jumlah siswa. Kemudian masukan dalam kotak. Tiap siswa diminta mengambil nomor undian. Siswa-siswa yang mendapat nomor undian yang sama membentuk satu kelompok.
7. Rasa permen: Bagikan permen dengan berbagai rasa berbagai rasa untuk membentuk kelompok. Misalkan ingin membentuk 4 kelompok maka permen yang dibagikan memiliki empat rasa: lemon, strawbery, mangga, dan jambu. Jumlah masing-masing rasa sesuai dengan jumlah kelompok yang ingin dibentuk.
8. Kesukaan: Kumpulkan mainan yang bertema sama dan gunakan untuk membentuk kelompok, misalkan untuk tema transportasi maka mobil, kapal, pesawat, kereta api dapat digunakan untuk membentuk 4 kelompok. Masukkan mainan ini ke dalam kotak dan minta siswa untuk mengambil undian dan kemudian dikembalikan lagi. Siswa yang mengambil undian yang sama berkumpul membentuk satu kelompok.
9. Buku siswa: Guru dapat memberikan kode pada buku PR siswa untuk menentukan kelompok.
G. Cara memfasiltasi diskusi
Diskusi kelas merupakan kegaiatn penting dalam pembelajaran aktif. Peran guru selama diskusi adalah memfasilitasi arus pendapat atau komentar siswa. Beberapa anjuran untuk memimpin diskusi adalah:
1. Menguaraikan dengan kata-kata sendiri apa yang seseorang katakan sedemikian hingga seorang siswa memahami dan siswa-siswa lain dapat mendengarkan rangkuman singkat dari apa yang dikatakan pembicara
2. Cek pemahaman guru terhadap perkataan siswa atau meminta seorang siswa untuk memperjelas apa yang ia ucapkan.
3. Memberi pujian komentar atau wawasan yang menarik. Contoh: Itu adalah gagasan yang baik. Saya bangga kamu mengajukan gagasan itu.
4. Memerinci sumbangan siswa pada diskusi dengan contoh atau menyarankan cara pandang baru terhadap masalah. Misalnya, komentarmu memberikan hal menarik dari perspektif minoritas. Kita juga dapat memikirkan bagaimana mayoritas memandang situasi yang sama.
5. Menghidupkan diskusi dengan mempercepat langkah atau dengan humor atau jika perlu mendorong siswa untuk lebih memberikan sumbangan pemikiran
6. Tidak setuju dengan komentar siswa untuk menstimulus diskusi lebih lanjut.
7. Menengahi perbedaan pendapat antara siswa dan menghilangkan ketegangan yang mungkin terjadi
8. Menyatukan berbagai gagasan – menunjukkan hubungan satu dengan yang lain.
9. Mengubah proses dengan mengubah metode untuk memperoleh partisipasi atau merubah kelompok untuk tahapan menilai gagasan yang telah terjadi sebelumnya. Misalnya, marilah kita pecah kelompok menjadi kelompok yang lebih kecil dan lihat apakah kamu dapat menghasilkan beberapa kriteria untuk menyelesaikan masalah gender.
10. Merangkum dari pandangan mayoritas kelas.
H. Teknik-teknik pembelajaran
Pembelajaran kelas (klasikal)
a. Membangkitkan rasa ingin tahu
Teknik ini menstimulus rasa ingin tahu siswa dengan mendorong berspekulasi tentang topik pelajaran atau pertanyaan.
Prosedur
1. Bertanya pada siswa-siswa sebuah pertanyaan yang membangkitkan minat untuk membangkitkan rasa ingin tahu tentang subyek yang ingin kita ajarkan/diskusikan. Pertanyaan yang diajukan seharusnya dapat dijawab oleh beberapa siswa.
Contoh:
• Pengetahuan sehari-hari: Mengapa kita harus membayar pajak penghasilan?)
• Bagaimana melakukan (Menurut para ahli, apa cara terbaik untuk mengawetkan mumi?)
• Cara sesuatu bekerja (Apa yang menyebabkan mobil berjalan?)
• Keluaran (Apa penyelesaian dari masalah ini?)
2. Dorong spekulasi dan dugaan dari siswa-siswa dengan ucapan dugalah atau perkirakan
3. Jangan segera memberikan umpan balik (jawaban). Tampung semua dugaan/perkiraan. Bangun rasa ingin tahu ke arah jawaban yang sebenarnya.
4. Gunakan pertanyaan yang membimbing ke materi yang akan kita ajarkan. Cantumkan juga jawaban pertanyaan dalam kegiatan pembelajaran
b. Mendengarkan tim
Teknik ini merupakan cara untuk membantu siswa-siswa tetap fokus dan siaga selama pelajaran. Mendengarkan tim menciptakan tanggung jawab kelompok untuk memperjelas materi pelajaran

Prosedur
1. Kelompokkan siswa-siswa ke dalam 5 tim dan berilah tim tugas-tugas sebagai berikut:
Tim Peran Tugas
1 Bertanya Setelah selesai pelajaran, mintalah setidaknya dua pertanyaan tentang materi pelajaran yang diberikan
2 Setuju Setelah selesai pelajaran, beritahukan bagian materi pelajaran mana yang setuju dan jelaskan mengapa
3 Tidak setuju Setelah selesai pelajaran, beri komentar bagian materi pelajaran mana yang tidak setuju dan jelaskan mengapa
4 Memberi contoh Setelah selesai pelajaran, berilah contoh khusus atau penerapan dalam kehidupan sehari-hari dari materi pelajaran
5 Membuat rangkuman Setelah selesai pelajaran, buatlah rangkuman singkat dari materi pelajaran

2. Sampaikan materi pelajaran. Setelah selesai berilah tim waktu untuk melengkapi tugass-tugas mereka
3. Panggil masing-masing tim untuk mempresentasikan hasil kerjanya.
c. Permainan sholawat/Bingo
Pembelajaran tidak membosankan dan siswa-siswa akan lebih siaga jika guru menjadikan pembelajaran dalam suatu permainan.
Prosedur
1. Buatlah materi pelajaran menjadi sampai dengan 9 poin kunci.
2. Buatlah kartu Sholawat/Bingo yang berisi poin-poin kunci dalam matrik/kotak 3 x 3. Letakkan sebuah poin yang berbeda pada masing-masing kotak . Jika materi pelajaran kurang dari 9 poin, biarkan beberapa kotak kosong.
3. Buatlah beberapa kartu Sholawat/Bingo lagi dengan poin-poin kunci yang sama tetapi letak poin kunci berada pada kotak yang berbeda-beda.
4. Bagikan kartu Sholawat/Bingo pada siswa-siswa. Bagikan juga 9 kertas bundar berwarna yang dapat dilekatkan pada kartu Sholawat/Bingo. Perintahkan kepada siswa-siswa untuk mengikuti poin demi poin pelajaran yang dijelaskan dan mereka menempelkan kertas bundar pada kotak yang berisi poin yang sedang dijelaskan.
5. Mintalah siswa yang dapat melengkapi 3 kotak vertikal atau horisontal atau diagonal dengan tempelan kertas bundar berwarna, ia mengucapkan sholawat atau Bingo.
6. Selesaikan pelajaran. Biarkan siswa-siswa memperoleh sholawat atau Bingo sebanyak yang mereka dapat.
d. Pembelajaran sinergi
Teknik ini memungkinkan siswa-siswa yang memiliki pengalaman belajar materi yang sama secara berbeda untuk membandingkan catatan.
Prosedur
1. Bagi kelas menjadi dua kelompok
2. Pindahkan satu kelompok ke ruang lain untuk membaca materi pelajaran yang sedang guru jelaskan. Yakinkan bahwa materi pelajaran dapat dibaca dengan mudah oleh siswa
3. Pada saat yang sama, ajar kelompok lain dengan materi pelajaran yang sedang dibaca kelompok satunya.
4. Kemudian pertukarkan dua kelompok ini, kelompok yang diajar sekarang diminta untuk membaca dan kelompok yang membaca diajar.
5. Pasangkan masing-masing anggota dari masing-masing kelompok dan minta mereka untuk merangkum apa yang mereka pelajari.
e. Pembelajaran terbimbing
Dalam teknik ini, guru menanyakan satu atau lebih pertanyaan untuk menangkap pengetahuan siswa atau untuk memperoleh hipotesa atau kesimpulan dan kemudian memisahkannya dalam kategori. Teknik ini merupakan suatu jeda yang baik dari pembelajaran dan memungkinkan guru untuk mempelajari apa yang siswa-siswa telah ketahui dan pahami sebelum pelajaran. Teknik ini cocok untuk pembelajaran konsep yang abstrak.
Prosedur
1. Ajukan pertanyaan atau serangkaian pertanyaan yang menangkap pemikiran dan pengetahuan yang dimiliki siswa. Gunakan pertanyaan-pertanyaan yang memiliki beberapa jawaban (pertanyaan terbuka) seperti bagaimana kamu mendikripsikan seseorang itu pintar?
2. Beri siswa-siswa waktu untuk memikirkan jawaban secara berpasangan atau kelompok
3. Kumpulkan dan catat gagasan siswa-siswa. Jika mungkin pisahkan gagasan dalam kategori berbeda yang sesuai atau konsep yang akan guru ajarkan.
4. Sampaikan poin utama dari materi pelajaran ingin diajarkan. Biarkan siswa-siswa menemukan gagasan mereka sesuai dengan poin-poin utama yang diajarkan.
f. Mengundang pembicara tamu
Teknik ini adalah cara yang baik untuk melibatkan pembicara tamu yang tidak memiliki waktu untuk menyiapkan rencana pembelajaran untuk kelas. Ini juga memberikan kesempatan kepada siswa-siswa untuk berinteraksi dengan ahli dari topik pelajaran dengan cara yang unik dan berperan aktif.
Prosedur
1. Undang pembicara tamu yang ahli dari topik pelajaran yang sedang diajarkan. Contoh mengundah polisi, pejabat pemerintah, pejabat kantor pos, dll.
2. Beritahukan pada pembicara tamu bahwa pelajaran akan dilaksanakan seperti konferensi pers. Pembicara tamu menjelaskan secara singkat kemudian dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan ’wartawan’
Sebelum pembicara tamu datang, siapkan siswa-siswa bagaimana konferensi pers berlangsung dan beri kesempatan mereka untuk menyusun pertanyaan yang akan diajukan kepada pembicara tamu.
g. Siapa Dia
Teknik ini menawarkan pendekatan untuk membantu siswa belajar materi kognitif. Teknik yang diadaptasi dari kuis ’Siapa Dia’ di sebuah stasiun televisi ini memberi kesempatan siswa untuk mereviu materi yang sudah diajarkan dan penguatan.
Prosedur
1. Bagi kelas ke dalam dua kelompok atau lebih
2. Tulis pada secarik kertas tentang pernyataan yang terkait dengan seseorang, kejadian, teori, konsep, ketrampilan, formula dan sebagainya yang sesuai dengan materi pelajaran yang dipelajari. Contoh:
3.
• Saya adalah Jendral Sudirman (seseorang)
• Saya adalah hukum newton (teori)
• Saya adalah E = mc2 (formula)
3. Letakkan kertas yang bertuliskan ini ke dalam kotak dan minta salah satu kelompok untuk mengambil kertas. Kertas bertuliskan peran ini menunjukkan identitas dari tamu misterius.
4. Beri kelompok waktu 5 menit untuk melakukan hal-hal berikut:
• Pilih salah satu anggota kelompok untuk menjadi tamu misterius
• Antisipasi pertanyaan yang diajukan kelompok lain dan bagaimana menjawabnya
5. Pilih kelompok yang tampil menjadi tamu misterius
6. Buat panel dari beberapa anggota kelompok lain
7. Mulai permainan. Mintalah tamu misterius menampakkan perannya. Panelis mengajukan pertanyaan yang jawabnya ya atau tidak sampai panelis mampu mengidentifikasi tamu misterius.
8. Berganti giliran, kelompok panel menjadi tamu misterius sedangkan kelompok tamu misterius menjadi panelis.
Diskusi Kelas
h. Debat
Debat dapat merupakan suatu metode yang penting untuk mendorong berpikir dan berefleksi, khususnya jika siswa-siswa diharapkan memikirkan hal yang berlawanan dengan pemikiran mereka sendiri.
Prosedur
1. Susunlah pernyataan yang merupakan sesuatu yang berlawanan yang terkait dengan materi pelajaran (misal ’media menciptakan berita bukan hanya melaporkan berita)
2. Bagi kelas ke dalam dua kelompok. Tandai kelompok pertama dengan kelompok ‘pro’ dan kelompok lain sebagai kelompok ‘kontra’.
3. Pada masing-mssing kelompok buatlah 2 sampai dengan 4 sub kelompok. Sebagai contoh jika jumlah siswa 24 orang, maka dapat dibuat 3 sub kelompok beranggotakan 4 orang baik untuk kelompok ‘pro’ maupun kelompok ‘kontra’. Mintalah masing-masing sub kelompok untuk mengembangkan argumen dari tugas yang diberikan secara berdiskusi. Pada akhir diskusi mintalah sub kelompok untuk memilih pembicara yang mewakili sub kelompoknya.
4. Susunlah tempat duduk sejumlah sub kelompok secara berhadapan dan persilahkan pembicara masing-masing kelompok menduduki tempat duduk tersebut sedangkan anggota yang lain duduk di belakang mereka. Awali debat dengan meminta setiap pembicara untuk menyampaikan argumennya.
5. Setelah setiap orang mendengarkan argumen awal, hentikan debat dan kembalikan ke sub kelompok masing-masing. Mintalah setiap sub kelompok mendiskusikan bagimana ‘mematahkan’ argumen awal (argumen perlawanan). Mintalah setiap sub kelompok untuk memilih pembicara yang baru.
6. Lanjutkan debat dengan mendudukan pembicara secara berhadapan untuk memberikan ‘argumen perlawanan’ secara bergantian. Dorong juga siswa yang duduk di belakang untuk memberikan dukungan pada pembiacarnya.
7. Jika dianggap cukup, akhiri debat dengan mengajak siswa untuk membentuk lingkaran. Mintalah siswa untuk mendiskusikan apa yang mereka pelajari dari debat. Mintalah juga siswa untuk mengidentifikasi argumen yang terbaik dari kedua kelompok.
i. Rapat desa
Prosedur
1. Pilih topik atau masalah yang menarik. Jelaskan secara ringkas topik atau masalah tersebut seobjektif mungkin, infomasikan latar belakangnya dan suatu pandangan dari berbagai sudut pandang. Jika diperlukan, sediakan dokumen yang dibutuhkan
2. Sampaikan pada siswa bahwa kita menginginkan pandangan mereka terhadap topik atau masalah tersebut. Gunakan cara ‘ memanggil pembicara berikut’ untuk menunjuk siswa yang akan mengemukan pendapat. Jika siswa telah selesai menyampaikan pendapat, ia menunjuk temannya yang angkat tangan untuk menyampaikan pendapat.
3. Mintalah siswa untuk menyampaikan pendapatnya secara ringkas sehingga banyak siswa yang dapat terlibat. Jika perlu beri batasan waktu.
4. Lanjutkan diskusi sepanjang masih bermakna.
j. Keputusan ‘fishbowl’ tiga langkah

Prosedur
1. Tentukan tiga masalah yang akan didiskusikan.
2. Membentuk 3 lingkaran yang sepusat. Salah satu cara adalah dengan meminta siswa secara berurutan membilang 1, 2 dan 3. Siswa yang menyebut 1 berkumpul membentuk lingkaran paling dalam, dilanjutkan lingkaran yang dibentuk oleh siswa yang membilang 2 dan 3. Sampaikan masalah pertama pada lingkaran paling dalam ( siswa yang menyebut 1) untuk didiskusikan dan lingkaran lain mendengarkannya.
3. Mintalah lingkaran 2 untuk menuju lingkaran 1 dan lingkaran 1 menempati lingkaran 2. Kemudian sampaikan masalah kedua pada lingkaran 2 untuk didiskusikan.
4. Demikian juga untuk lingkaran 3
5. Setelah tiga masalah telah didiskusikan, kembalikan ke tempat duduk masing-masing untuk merefleksikan dari diskusi tiga lingkaran tadi.
k. Membaca keras/nyaring
Prosedur
1. Pilih suatu teks yang cukup menarik untuk dibaca keras.
2. Sampaikan poin apa yang dikembangkan.
3. Mintalah siswa untuk membaca satu paragraf dengan suara keras.
4. Ketika pembacaan berlangsung, hentikan pada beberapa tempat untuk menegaskan beberapa poin, mengajukan pertanyaan atau memberi contoh. Jika siswa tertarik bukalah diskusi singkat.
5. Uji apa yang tersirat di dalam teks.
Belajar kolaboratif
l. Study group
Metode ini menuntut tanggung jawab siswa untuk mempelajari materi pelajaran dan untuk menklarifikasi isinya dalam suatu kelompok tanpa kehadiran guru. Tugas harus cukup spesifik untuk meyakinkan bahwa hasilnya efektif dan kelompok dapat dikelola sendiri.
Prosedur
1. Berikan pada siswa handout, teks singkat atau diagram. Mintalah mereka untuk membaca dalam hati. Study group berjalan yang terbaik jika materinya menantang atau terbuka pada berbagai penafsiran
2. Bentuklah kelompok dan sediakan ruang yang memadai untuk belajar.
3. Sediakan petunjuk yang jelas yang dapat membimbing siswa untuk belajar, seperti:

a. Klarifikasi isi teks
b. Buat contoh, ilustrasi atau aplikasi dari ide
c. Identifikasi hal yang membingungkannya atau yang tidak disetujuinya
d. Nilai seberapa baik memahami materi
4. Bagilah tugas untuk setiap anggota kelompok seperti fasilitator, pencatat, pembicara, dsb
5. Kumpulkan kembali dalam kelas dan lakukan satu atau dua hal-hal berikut:
6.
a. Reviu materi secara bersama-sama
b. Kuis
c. Tanyakan pada siswa seberapa bagus mereka menguasai materi.
d. Sediakan latihan terapan untuk menguji pemahaman mereka.
m. Sortir kartu
Metode ini merupakan kegiatan kolabrasi yang dapat digunakan untuk mengajarkan konsep, klasifikasi karakteristik, fakta atau reviu informasi. Gerak fisik siswa dapat membantu untuk menghidupkan suasana kelas.
Prosedur
1. Berikan pada setiap siswa satu kartu yang berisi informasi atau sebuah contoh atau karakteristik yang cocok dengan suatu kategori.
2. Mintalah siswa untuk bergerak bebas di dalam kelas untuk menemukan siswa lain yang kartu-kartunya cocok dalam satu kategori dan berkumpul pada satu bagian dalam ruang kelas. (Siswa dapat mengumumkan sendiri kategori yang dimilikinya kepada siswa-siswa lain)
3. Beri kesempatan pada siswa untuk mempresentasikan tentang karakteristik atau contoh atau informasi yang ada dalam kelompok/kategori kelompoknya:
4. Setelah setiap kategori dipresentasikan, buatlah kesimpulan atau penegasan pada hal-hal yang penting.
n. Turnamen
Metode ini merupakan gabungan study group dan kompetisi. Metode ini dapat digunakan untuk mempelajari berbagai materi pelajaran seperti fakta, konsep dan ketrampilan.
Prosedur
1. Bagilah siswa dalam kelompok sehingga jumalh anggota setiap kelompok sama (jika jumlah anggota kelompok tidak sama, maka guru harus menentukan rata-rata skor)
2. Sediakan materi pada seluruh kelompok untuk dipelajari bersama.
3. Kembangkan beberapa pertanyaan/soal/masalah yang menguji secara komprehensif dari materi yang mereka pelajari (Pertanyaan/soal/masalah harus memiliki rubrik penskoran yang jelas sehingga memudahkan penilaian saat turnamen)
4. Berikan pertanyaan/soal/masalah pada setiap siswa (tahap ini sebagai tahap pertama atau ronde pertama). Masing-masing siswa harus menjawab pertanyaan secara individu.
5. Setelah siswa menjawab pertanyaan/soal/masalah, diskusikan jawabannya /solusinya kemudian mintalah setiap kelompok untuk menjumlah skor tiap siswa dalam setiap kelompok untuk memperolah skor kelompok. Umumkan skor tiap-tiap kelompok.
6. Mintalah siswa untuk mempelajari materi pada tahap kedua atau ronde kedua, kemudian berikan pertanyaan/soal/masalah berikunya dan selanjutnya lakukan prosedur yang sama dengan nomor 5.
7. Hal ini dapat dilakukan untuk beberapa tahap atau ronde tetapi harus diyakinkan bahwa siswa memiliki kesempatan untuk belajar di antara tahap atau ronde.
o. Pangkat dua
Metode ini bermanfaat untuk menekankan keuntungan sinergi yakni bahwa dua kepala adalah lebih baik dari pada hanya satu kepala.
Prosedur
1. Berilah setiap siswa satu atau lebih pertanyaan/masalah yang membutuhkan pemikiran dan refleksi.
2. Mintalah setiap siswa untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan masalah secara individu.
3. Setelah setiap siswa menyelesaikan jawaban/solusi, mintalah siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan/berbagai jawaban mereka.
4. Mintalah setiap pasang untuk menyusun jawaban/solusi baru dari masing-masing pertanyaan/masalah yang lebih baik daripada jawaban/solusi masing-masing individu.
5. Setelah seluruh pasangan telah menyelesaikan jawaban/solusi, bandingkan jawaban masing-masing pasangan secara klasikal.
Peer teaching
p. Group to group exchange
Di dalam metode ini, tugas yang berbeda diberikan pada kelompok yang berbeda. Maisng-masing kelompok kemudia ‘mengajarkan’ apa yang mereka pelajari kepada yang lain.

Prosedur
1. Pilihlah topik yang meliputi ide, konsep atau pendekatan yang berbeda-beda. Topik ini harus cocok untuk pertukaran pandangan atau informasi.
2. Bentuklah kelompok sesuai dengan jumlah ide, konsep atau pendekatan yang akan dipelajari/ditugaskan. Berikan tugas pada masing-masing kelompok dan biarkan mereka mendiskusikannya dan menyiapkan untuk presentasi.
3. Setelah setiap kelompok menyelesaikan persiapan untuk presentasinya, mintalah setiap pembicara masing-masing kelompok untuk mempresentasikan ide, konsep atau pendekatan yang telah dipelajari.
4. Setelah presentasi/penjelasan, dorongkan siswa untuk mengajukan pertanyaan kepada penyaji atau menyampaikan pendapat mereka terkait dengan ide/konsep/pendekatan yang dijelaskan.
5. Lanjutkan dengan penyaji kelompok lain untuk mempresentasikan sebagaimana langkah 4 hingga seluruh kelompok mempresentasikan dan diskusi.
6. Akhiri kegiatan dengan menegaskan ide, konsep atau pendekatan yang telah dipelajari, bandingkan pendapat dari beberapa kelompok bila memungkinkan
q. Jigsaw
Metode ini mirip dengan group to group exchange dengan satu perbedaan penting yakni setiap siswa mengajarkan yang telah ia pelajari. Metode ini cocok untuk materi yang dapat dipilah dan tidak ada bagian yang membutuhkan prasyarat dari bagian yang lain sehingga setiap siswa mempelajari pelajaran yang bila digabungkan dengan yang diperoleh dari siswa lain akan membentuk pengetahuan atau ketrampilan yang utuh.
Prosedur
1. Pilihlah materi pelajaran yang dapat dipecah ke dalam beberapa bagian yang berdiri sendiri.
2. Bentuklah kelompok sehingga jumlah kelompok sama dengan jumlah bagian pelajaran yang akan dipelajari. Misalkan terdapat 40 orang dalam kelas dan terdapat 8 bagian/topik yang akan dipelajari maka bentuklah 8 kelompok dengan cara siswa berhitung 1, 2, 3, 4 dan 5 secara berulang. Yang membilang angka 1 berkumpul menjadi satu kelompok, demikian juga untuk angka 2, 3, 4 dan 5. Kemudian tugaskan setiap kelompok untuk mempelajari atau mendiskusikan satu topik yang berbeda untuk tiap kelompok.
3. Setelah selesai (masing-masing siswa disebut ahli pada masing-masing topiknya), bentuklah kelompok jigsaw; setiap kelompok beranggotakan dari perwakilan seluruh kelompok sebelumnya. Dari contoh langkah 2, maka kelompok baru dapat dibentuk dengan cara setiap kelompok membilang 1, 2, 3, 4, dan 5. Kemudian yang membilang 1 berkumpul menjadi satu kelompok baru, demikian juga yang membilang 2, 3, 4 dan 5 sehingga terbentuk 5 kelompok jigsaw.
4. Mintalah setiap siswa dalam kelompok jigsaw untuk saling mengajar teman lain apa yang telah ia pelajari.
5. Setelah selesai langkah 6, kemudian reviu untuk meyakinkan setiap siswa memahami seluruh bagian. Hal ini dapat juga dilanjutkan dengan meminta salah seorang siswa untuk menjelaskan apa yang telah ia pelajari dari kelompok jigsaw.
r. Setiap orang adalah guru
Metode ini adalah strategi yang mudah untuk memperoleh partisipasi kelas dan tanggungjawab individu. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk berperan sebagai guru untuk siswa yang lain
Prosedur
1. Berilah setiap siswa sebuah kartu (kertas). Mintalah setiap siswa untuk menuliskan pertanyaan tentang materi pelajaran yang sedang dipelajari atau topik khusus yang akan didiskusikan di dalam kelas.
2. Kumpulkan kartu (kertas) yang telah ditulisi pertanyaan dan bagikan secara acak pada setiap siswa (pastikan siswa tidak menerima kartu (kertas)nya sendiri. Mintalah mereka untuk membaca pertanyaan pada kartu dalam hati dan memikirkan tanggapannya.
3. Undang sukarelawan yang ingin membacakan secara nyaring (keras) kartu yang ia terima dan memberikan tanggapan.
4. Mintalah siswa lain untuk menanggapi/menambahkan tanggapan yang disampaikan oleh sukarelawan.
5. Lanjutkan sampai beberapa sukarelawan (sesuaikan dengan waktu). Akhiri dengan menarik kesimpulan atau hal-hal yang penting.
s. Studi kasus
Metode ini adalah merupakan salah satu metode yang terkait dengan kajian keadaan nyata, tindakan yang harus diambil, hikmah yang dapat diambil dan cara mengatasi keadaan yang tidak diinginkan di masa mendatang. Metode ini memberikan kesempatan pada setiap siswa untuk menciptakan studi kasus secara mandiri
Prosedur
1. Bagilah kelas dalam pasangan atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga. Mintalah tiap pasangan atau bertiga untuk mengembangkan studi kasus yang secara umum kelas dapat menganalisis dan mendiskusikan.
2. Tegaskan bahwa tujuan dari studi kasus adalah untuk mempelajari topik yang terkait dengan keadaan nyata atau contoh yang mencerminkan topik tersebut.
3. Berilah waktu yang cukup pada setiap pasang atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga untuk mengembangkan studi kasusnya.
4. Setelah studi kasus selesai, mintalah pasangan atau kelompok yang anggotanya berjumlah tiga untuk mempresentasikan hasil studi kasusunya di depan kelas.
5. Lanjutkan sampai beberapa pasang atau kelompok yang anggotanya berjumlah. Akhiri dengan menarik kesimpulan atau hal-hal yang penting.
t. Poster
Metode ini merupakan cara yang baik untuk menginformasikan kemajuan siswa secara cepat, menangkap imajinasi siswa dan sebagai sarana untuk bertukar ide di antara mereka. Metode ini juga merupakan cara yang memungkinkan siswa untuk menyatakan persepsi dan feeling mereka tentang topik yang sedang didiskusikan dengan cara yang menyenangkan.
Prosedur
1. Mintalah setiap siswa untuk memilih topik cukup luas atau unit/bab yang sedang dipelajari.
2. Mintalah setiap siswa untuk menyiapkan pajangan visual dari konsep mereka dalam bentuk poster. Poster harus yang mampu menjelaskan konsep yang dikandung (pengamat dengan mudah dapat memahami ide tanpa penjelasan lebih lanjut baik tertulis ataupun lisan). Walau demikian, siswa mungkin memilih untuk menyiapkan hand-out yang merupakan penjelasan lebih rinci sebagai referensi untuk melengkapi poster.
3. Mintalah siswa untuk memajangkan poster mereka pada dinding kelas dan mintalah mereka untuk berbelanja dan mendiskusikannya selama jam pelajaran (biarkan poster tetap terpajang untuk beberapa hari).
4. Sebelum pelajaran berakhir diskusikan secara klasikal apa yang mereka temukan yang berharga dari aktivitas ini.
Belajar secara mandiri
u. Action learning (Belajar beraksi)
Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami pertama kali secara nyata sebagai penerapan topik pelajaran yang sedang dipelajari. Kegiatan di luar kelas memungkinkan siswa menjadi kreatif dalam membagi pengalamannya.
Prosedur
1. Kenalkan topik pelajaran pada siswa dengan menjelaskan latar belakang masalah secara kasar dengan ceramah dan diskusi.
2. Jelaskan bahwa kita akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan atau mengalaminya secara nyata atau melakukan kunjungan nyata (misal kunjungan ke pasar, rumah sakit, kantor pos, dsb).
3. Bentuklah kelompok dengan anggota 4 atau 5 orang. Mintalah mereka untuk mengembangkan daftar pertanyaan atau daftar observasi yang akan digunakan untuk pengalaman nyata atau kunjungan nyata.
4. Mintalah mereka untuk mendiskusikan daftar pertanyaan atau daftar observasi dengan teman-teman sekelas.
5. Daftar pertanyaan atau daftar observasi diperbaiki berdasarkan hasil diskusi kelas, sehingga tiap siswa memiliki daftar pertanyaan atau daftar observasi. (pertanyaan harus operasional/spesifik.
6. Mintalah setiap siswa untuk melakukan observasi langsung atau kunjungan langsung ke tempat/lokasi dengan daftar pertanyaan atau daftar observasi dalam waktu yang ditentukan.
7. Setelah selesai kunjungan nyata atau pengalaman nyata, mintalah siswa untuk membagi penemuannya dengan berbagai cara yang kreatif (melalui diskusi panel, interviu, dsb)
Belajar untuk pengembangan ketrampilan
v. Bermain peran
Metode ini memberikan kesempatan pada siswa untuk mengalami pertama kali secara nyata sebagai penerapan topik pelajaran yang sedang dipelajari. Kegiatan di luar kelas memungkinkan siswa menjadi kreatif dalam membagi pengalamannya.
Prosedur
8. Kenalkan topik pelajaran pada siswa dengan menjelaskan latar belakang masalah secara kasar dengan ceramah dan diskusi.
9. Jelaskan bahwa kita akan memberikan kesempatan pada siswa untuk mempraktekkan atau mengalaminya secara nyata atau melakukan kunjungan nyata (misal kunjungan ke pasar, rumah sakit, kantor pos, dsb).
10. Bentuklah kelompok dengan anggota 4 atau 5 orang. Mintalah mereka untuk mengembangkan daftar pertanyaan atau daftar observasi yang akan digunakan untuk pengalaman nyata atau kunjungan nyata.
11. Mintalah mereka untuk mendiskusikan daftar pertanyaan atau daftar observasi dengan teman-teman sekelas.
12. Daftar pertanyaan atau daftar observasi diperbaiki berdasarkan hasil diskusi kelas, sehingga tiap siswa memiliki daftar pertanyaan atau daftar observasi. (pertanyaan harus operasional/spesifik.
13. Mintalah setiap siswa untuk melakukan observasi langsung atau kunjungan langsung ke tempat/lokasi dengan daftar pertanyaan atau daftar observasi dalam waktu yang ditentukan.
14. Setelah selesai kunjungan nyata atau pengalaman nyata, mintalah siswa untuk membagi penemuannya dengan berbagai cara yang kreatif (melalui diskusi panel, interviu, dsb)

Read More..

Tempat lahirku....

Kabupaten Kotabaru
KOTABARU gunungnya bamega/Bamega ombak manampur di sala karang/Ombak manampur di sala karang....
Penggalan lagu daerah tahun 1950-an karangan Anang Ardiansyah itu betul-betul menggambarkan suasana Kabupaten Kotabaru di Kalimantan Selatan (Kalsel). Di situ, banyak gunung yang bermega, sedangkan ombak laut selalu menghantam pantainya yang berkarang.
Dengan luas 14.489,69 kilo-meter persegi atau sepertiga luas Kalsel, kabupaten ini memang memiliki banyak pulau, selat, gunung, teluk, pantai, dan laut. Jumlah pulaunya ada 45 dengan 230 gunung, sementara selatnya ada tujuh dan teluknya lima. Tidak mengherankan, Kotabaru kemudian dijuluki Gu-rilapan, kependekan dari gunung-rimba-laut-pantai.

Dari Gurilapan ini pulalah, denyut kehidupan ekonomi kabupaten tersebut dipompa. Di pantai Kotabaru misalnya, kegiatan kapal tongkang angkutan batu bara, yang hilir mudik dari pertambangan ke pelabuhan, sangat mencolok. Sementara para nelayan sibuk menjemur ikan tangkapan mereka, di da-ratan, truk-truk tronton berseliweran membawa para buruh dan batu
bara. Tampak sumber alam menjadi andalan kehidupan masyarakat Kotabaru. Sejak dulu Pegunungan Meratus telah menghasilkan batu bara, yang oleh penduduk disebut sebagai "emas hitam". Ada dua perusahaan resmi yang mengeksploitasi sumber alam tersebut, yaitu PT Arutmin Indonesia, yang pada tahun 2000 telah memproduksi 2.165.569 ton batu bara dan PT Bahari Cakrawala Sebuku yang mampu menghasilkan 1.566.043 ton batu bara. Selain dua perusahaan resmi tersebut, di wilayah Pegunungan Meratus itu terdapat sekitar 44 pertambangan tanpa izin atau liar. Produksi tahunan mereka cukup besar mencapai sekitar
500.406 ton.

Mutu batu bara dari Kotabaru memang dikenal bagus. Dari setiap kilogram bisa dihasilkan sekitar 6.000 sampai 7.300 kalori. Karena itu, harganya juga tinggi, yaitu antara Rp 125.000 sampai Rp 145.000/ton. Sementara harga ekspor mencapai 23,40 dollar AS/ton. Tidak mengherankan kalau kemudian banyak investor liar dari Jawa berdatangan ke Kotabaru. Menurut beberapa informasi, ekspor batu bara yang dihasilkan oleh para penambang liar dikirim ke Thailand, India, danSingapura.

Masalah penambangan liar ini memang sulit diberantas. Selain jumlahnya cukup banyak, mereka juga telah memberi penghasilan kepada ribuan tenaga kerja yang berasal dari penduduk lokal. Jaminan masa depan keberadaan mereka juga tinggi, karena persediaan batu bara dari tambang-tambang itu diperkirakan mencapai sekitar 311.500 ton/tahun, yang tersebar di 24 lokasi sepanjang Pegunungan Meratus. Penambangan liar seluas 211 hektar ini juga menumbuhkan pelabuhan-pelabuhan batu bara yang tidak resmi. Jumlahnya mencapai 22 dan sampai Mei 2001 diperkirakan telah menghasilkan perputaran uang sebesar 8,89 juta dollar AS. Lepas dari masalah resmi atau liar, pada tahun 1999 subsektor pertambangan nonmigas itu telah menyumbang senilai Rp 717 milyar. Nilai itu merupakan 24,6 persen dari seluruh kegiatan ekonomi Kabupaten Kotabaru yang mencapai Rp 2,98 trilyun.
***
KABUPATEN Kotabaru cukup makmur. Pada tahun 1999, pendapatan per kapita penduduknya mencapai Rp 6,7 juta/ tahun, atau nomor dua se-Kalsel. Sebagian penduduk kabupaten ini, yaitu sebanyak 23.672 bekerja sebagai nelayan yang menggantungkan hidup mereka dari hasil laut. Dari hasil laut, nelayan menikmati ekspor udang dan ikan kakap merah. Tidak heran sejumlah nelayan memiliki penghidupan yang layak. Perumahan mereka di Desa Rampa Lama dan Rampa Baru hampir semuanya memiliki parabola dan televisi berwarna. Sebagian anak-anak nelayan memainkan alat elektronik PlayStation. Bagi para nelayan itu, krisis moneter (krismon) yang melanda banyak wilayah di Indonesia justru merupakan sebuah keberuntungan. Dengan nilai tukar dollar AS yang makin tinggi, penghasilan para nelayan juga ikut naik. Tahun 2000 misalnya, ekspor udang beku dari Kotabaru yang mencapai 568, 43 ton telah menghasilkan devisa senilai 5,41 juta dollar AS. Sebagian besar ekspor udang itu dikirimkan ke Jepang dan Taiwan. Melalui ekspor hasil laut itu pulalah, banyak nelayan pergi haji. Masa krismon ini jumlah jemaah haji dari Kotabaru malah naik hampir 300 persen. Bila pada tahun 1999 yang berangkat hanya 217 orang, maka pada tahun 2000 dan tahun 2001, yang berangkat masing-masing berjumlah 655 orang dan 603 orang.

Hasil laut yang berlimpah ini jugalah yang membuat lambang Kabupaten Kotabaru menggunakan gambar ikan todak warna kuning. Ia dilukiskan sedang muncul di perairan guna melambangkan penghasilan utama penduduknya dari ikan. Tulisan sai-jaan dalam bahasa Banjar berarti semufakat atau satu hati dan seia sekata. Kabupaten Kotabaru memiliki satu pelabuhan samudera, Pelabuhan Batulicin, dan empat pelabuhan umum, yaitu Pelabuhan Stagen, Satui, Pagatan, dan Pelabuhan Mekarputih. Selain dari gunung dan laut, Kotabaru juga mendapat rezeki dari rimba. Ekspor kayu lapis tahun 1999 tercatat senilai 18,2 juta dollar AS, setara dengan tiga kali ekspor laut kabupaten ini. Jumlah itu tidaklah besar, apabila dibandingkan dengan ekspor batu bara yang mencapai 308 juta dollar AS di tahun yang sama.

Kemakmuran dari hasil tambang, laut, dan rimba itu ternyata tetap saja belum bisa menghapus
dua kendala besar yang dihadapi oleh Kabupaten Kotabaru, yaitu kelangkaan energi listrik dan
air bersih. Selain dua kendala besar tersebut, kabupaten ini juga mengalami kesulitan dalam
masalah transportasi laut antarpulau yang sangat tergantung pada musim. Pada musim
gelombang besar transportasi laut praktis terputus.

Read More..

Bila 2 kehendak bertemu

Memang sakit dan sedih apabila yang kita inginkan tidak tercapai, Apalagi jika ia sesuatu yang kita amat perlukan. Hingga suatu saat kita termenung sendiri lalu terfikir....' Mengapa Allah tidak mau mengabulkan permintaan ini?'
Kita mempunyai harapan dan kehendak sendiri. Harapan dan kehendak kita pastinya sesuatu yang kita rasakan perlu dan terbaik untuk diri kita. Tetapi apabila tidak seperti yang kita maukan bukan mudah kita menerima kenyataan.
Itu bermakna kehendak kita tidak selaras dengan kehendak Allah. Apabila bertemu dua kehendak ini kehendak siapakah yang paling layak terjadi?
Ya! tentulah kehendak Allah. karena kehendak Tuhan YangMaha Adil, Maha Pengasih Lagi Maha Mengetahui. Dia tahu mana yang terbaik untuk kita.
Karena itu kita perlu bisikan kepada diri kita sendiri bahwa bukan semua yang kita inginkan akan terlaksana. Dan bukan semua yang kita angan-angankan itu jika terlaksana akan membawa bahagia.
Kita merancang sesuatu yang terbaik. Tetapi yang terbaik itu mungkin bukan seperti yang kita fikirkan. Bukankah Allah itu Maha Mengetahui? Rasa yakin pada kasih sayang dan pembelaan Allah SWT itu wajib ada. Rasa takut dan harap perlu terpatri terus kedalam hati. Kita tahu bahwa Allah itu Pengabul Doa dan kita juga yakin bahwa Allah itu tidak bersikap zalim dan kita juga perlu yakin Allah tidak menganiaya hamba-hamba-Nya. Apa yang ditakdirkan-Nya itulah yang terbaik untuk kita.
Kita perlu kenal Allah sekenal-kenalnya. Kenal yang membawa yakin hingga membentuk keimanan di hati. Maha Hebat Dia, Maha Kaya Dia. Dari situ membawa pula kita kenal kerja-kerja-Nya.
Mengapa Allah takdirkan begini, begitu? Pasti ada sebab dan hikmahnya. Ini perlu dihayati dan diteliti. Hati yang bersih adalah hati yang nampak segala ketentuan Allah itu baik untuk hamba-hamba-Nya. karena itu tiada apapun yang terjadi, kita dapat mengambil hikmah yang tersirat ataupun yang tersurat.

Read More..

Tragika Pendidikan

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pendidikan merupakan sarana mutlak yang dipergunakan untuk mewujudkan masyarakat madani yang mampu menguasai, mengembangkan, mengendalikan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Output pendidikan belum mampu berjalan seimbang dengan tuntutan zaman, hal ini disebabkan minimnya penguasaan terhadap disiplin ilmu yang diperoleh melalui proses pendidikan. Keadaan ini menjadi tantangan bagi para pendidik untuk mempersiapkan peserta didiknya dalam memasuki masa depan.
Ujian (Akhir) Nasional UN selama ini diperlakukan semacam upacara ritual tahunan tanpa memberikan pengaruh berarti terhadap upaya dan pengelola serta pelaksanaan pendidikan pada tingkat sekolah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Meskipun praktik ujian akhir dapat digunakan untuk memenuhi kualitas pendidikan namun pada umumnya sering bertentangan dengan kenyataan.. Sebagaimana diketahui bahwa realitas pendidikan di Tanah Air sangat beragam, baik itu sarana-prasarana pendidikan, sumber daya guru, dan school leadership. Kualitas pendidikan yang begitu lebar sebagai akibat dari keterbatasan kemampuan pengelola pendidikan pada tingkat pusat, daerah, dan sekolah semakin menguatkan tuduhan masyarakat selama ini bahwa penggunaan instrumen UN untuk menentukan kelulusan (sertifikasi) dan seleksi berpotensi melanggar keadilan dalam tes. (www.kompas.com).


Aktivitas belajar bagi setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar. Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kadang dapat cepat menangkap apa yang dipelajari dan terkadang juga teramat sulit. Dalam hal semangat terkadang semangat tinggi, tetapi juga terkadang sulit untuk mengadakan konsentrasi.
Demikian kenyataan yang sering kita jumpai pada setiap anak didik dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktivitas belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama, perbedaan individual ini yang menyebabkan perbedaan tingkah laku belajar di kalangan anak didik. Dalam keadaan dimana anak didik atau siswa tidak dapat belajar sebagai mana mestinya, itulah yang dinamakan kesulitan belajar.
Masalah-masalah pendidikan secara terinci yang kerap kali dihadapi peserta didik antara lain ialah pada awal sekolah, mereka kerap menghadapi kesulitan menyesuaikan diri dengan pelajaran, para guru, tata tertib sekolah, lingkungan sekolah dan sebagainya. Dalam proses menjalani program disekolah peserta didik tidak jarang menghadapi kesulitan berupa keraguan memilih bidang studi yang sesuai, memilih mata pelajaran yang cocok. Pada tahun-tahun terakhir mereka dalam suatu sekolah sering kali menghadapi kesulitan-kesulitan berupa konflik dalam pilihan sekolah lanjutan, memilih tempat bimbingan tes yang memadai. ( Abu Ahmadi, 1991: 107-108).


Tingginya minat siswa-siswi sekolah formal mengikuti bimbingan belajar merupakan simbol ketidakpercayaan siswa dan orangtua siswa terhadap proses pembelajaran di sekolah formal. Karenanya, sekolah harus memperbaiki pelayanannya kepada siswa untuk mengembalikan kepercayaan.
Pengamat pendidikan yang juga seorang pendidik, St Kartono, mengungkapkan dengan mengikuti bimbingan belajar berarti siswa maupun orangtua siswa yang mengirimkan anak mereka untuk mengikuti bimbingan belajar cenderung tidak percaya bahwa pembelajaran di sekolah mampu membawa anak mereka bisa lebih berprestasi. Hal itu jelas sangat disayangkan karena beban biaya pendidikan antara lain melalui biaya sumbangan pendidikan yang ditanggung orangtua siswa semakin tinggi, sementara peningkatan mutu yang didengung-dengungkan pihak sekolah tidak dapat dibuktikan hasilnya. Siswa yang ikut bimbingan belajar kebanyakan justru dari sekolah-sekolah yang favorit yang kemampuan akademiknya justru relatif baik. Ini berarti sekolah gagal meningkatkan mutu mereka. Itu adalah simbol ketidak percayaan terhadap sekolah, akhirnya siswa mengikuti bimbingan belajar agar tetap dapat menjaga prestasi mereka melalui materi yang diberikan bimbingan belajar dengan metode-metode baru. Guru dan sekolah harus bisa mengoreksi cara pembelajaran mereka agar bisa menyenangkan dan memberi layanan pendidikan yang baik sehingga hak siswa tidak tertinggal. Sekolah-sekolah favorit banyak berbicara tentang peningkatan mutu pendidikan dan membebankan hal itu kepada orangtua. Maka mereka harus konsekuen dan bisa memberikan pelayanan pendidikan secara optimal. Karena itulah lembaga bimbingan belajar dengan jeli memanfaatkan peluang dengan memberikan pelayanan pada siswa apa yang tidak bisa diberikan kepada sekolah.
Menurut Yaya Karyana, Direktur Utama Pusat Klinik Pendidikan Indonesia, lembaga pendidikan belajar lebih inovatif dalam soal proses pembelajaran. Ia memberikan contoh pendidikan berbasis teknologi informasi telah lebih dulu dikembangkan bimbingan belajar daripada sekolah formal. ( www.primagama.co.id)
Berbagai cara ditempuh pengelola LBB (Lembaga Bimbingan Belajar) untuk menarik calon siswa. Apalagi mendekati masa kelulusan siswa SD, SMP dan SMA, makin besar saja promosi yang dilakukan. Mulai dari menyebar brosur yang memuat jumlah siswa tahun tertentu yang diterima pada sekolah favorit, memberi jaminan dengan pencapaian skor tertentu pasti bisa di program studi tertentu, hingga memajang foto orang yang diketahui duduk di kepanitiaan SPMB.
Masuk LBB para pelajar biasa menyebut bimbel (bimbingan belajar) memang menjadi tren sejak pertengahan tahun 1990-an. Dari zaman sebelum tahun 1990, saat bimbingan belajar Siky Mulyono mulai dikenal karena begitu agresif memperkenalkan lembaganya sebagai tempat bimbingan belajar yang berhasil membawa peserta kursus masuk ke sekolah favorit, promosi yang dilakukan memang luar biasa. Pengelola bisnis kursus pelajaran sekolah tersebut tahu benar masalah yang satu ini. Mulai dari tidak pede (percaya diri)-nya para orang tua terhadap pelajaran disekolah.
Benarkah peran LBB begitu besar dalam mengasah kemampuan anak terutama agar lolos ujian masuk sekolah favorit, bagaimana dengan janji peserta pasti lulus tes jika ia mampu mencapai skor tertentu saat try oud.
Prof Dr Soesmalijah Soewondo berkata, bohong jika mereka sampai memberikan jaminan semacam itu. Prof Toemin secara tegas juga menyatakan tidak setuju dengan iming-iming seperti itu. Saya tidak percaya sistem drill di bimbingan belajar, biarpun setahun penuh akan meningkatkan kemampuan siswa sehingga sukses mengerjakan soal ujian masuk sekolah. Kemampuan memahami persoalan tak akan terasah dengan cara drill, baik itu yang diadakan di sekolah-sekolah tertentu (biasanya unggulan) maupun di LBB.
Perkembangan bisnis LBB tampaknya tak lepas dari menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan formal. Orang tua merasa tidak puas terhadap kemampuan yang dicapai anaknya dari belajar di sekolah. Namun apakah dengan bimbingan belajar prestasi siswa akan lebih baik? Bimbingan belajar, lanjut Toemin, hanya dibutuhkan oleh mereka yang malas belajar. Pada pokoknya, belajar tak bisa dengan cara instant karena dengan belajar secara instans tak akan bisa memahami ilmunya, karena pemahaman itu terjadi lewat proses pembelajaran secara terus menerus.(www.kompas.com).
Dengan latar belakang bahwa dengan adanya penetapan nilai minimal kelulusan peserta didik yang ditentukan oleh pemerintah, dengan demikian para orang tua serta siswa merasa perlu menambah jam belajar di luar jam belajar di sekolah formal.
Dari latar belakang diatas, masalah bimbingan belajar terhadap prestasi siswa yang terjadi diluar sekolah, masih perlu diteliti. Dengan demikian penulis ingin meneliti Apakah bimbingan belajar tersebut bisa meningkatkan prestasi siswa disekolah atau tidak. Dengan demikian penulis berminat melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta”.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi siswa di Sekolah?
2. Seberapa Besar Pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Siswa di Sekolah


C. TUJUAN PENELITIAN
Dari rumusan permasalahan yang ada diatas dapat dirumuskan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui adakah pengaruh Bimbingan Belajar terhadap Prestasi Siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Bimbingan Belajar terhadap prestasi siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti dapat mengetahui pengaruh bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa
2. Penelitian ini sebagai cakrawala ilmu pengetahuan penulis dalam berkarya khasanah ilmu pengetahuan, disamping sebagai pengalaman yang dapat berguna sebagai bekal apabila ingin berkecimpung didalam lingkungan penelitian
3. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tambahan masukan bagi kita guna meningkatkan prestasi belajar anak.









BAB II
KERANGKA TEORI

A. TELAAH PUSTAKA
Sebelum adanya penelitian ini, sudah ada beberapa penelitian atau tulisan yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti yang membahas tentang Prestasi Belajar Siswa di sekolah.
Penelitian pertama dilakukan oleh Nur’ Ainun Siregar, mahasiswa S1 jurusan Tarbiyah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia pada tahun 2006 dengan Judul Pengaruh Pemanfaatan Internet Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA Negeri 6 Yogyakarta. Dalam penelitian ini Nur’ Ainun Siregar menghasilkan terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara pemanfaatan internet terhadap prestasi belajar pada siswa SMA Negeri 6 Yogyakarta. Hal ini dibuktikan dengan r hitung > r table. Angka koefisien korelasi yang ditemukan r hitung > r tabel (0,267 > 0,126), f hitung > f tabel (19,110 > 3,84) pada taraf signifikan 5% dan koefisien determinan (R2) sebesar 0,072% dan sisanya merupakan sumbangan dari variabel lain yang tidak diperhitungkan dalam penelitian. Dalam hal ini semakin tinggi tingkat pemanfaatan internet, maka hasil prestasi belajar siswa juga semakin tinggi (baik).
Penelitian lain dilakukan oleh Minhatul Izzah, mahasiswa S1 Jurusan Tarbiyah Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia pada tahun 2004 dengan judul Pengaruh Prestasi Belajar Terhadap Percaya Diri Siswa di MTs N Sleman Yogyakarta. Dalam penelitian ini Minhatul Izzah menghasilkan terdapat korelasi positif antara prestasi belajar terhadap percaya diri siswa di MTs N Sleman Yogyakarta. Dengan harga korelasi product momentnya 0,791 dan dengan harga koefisien deterninannya (R2) = 0,631 yang artinya apabila di prosentase sebesar 63,1 % jadi antara pengaruh prestasi belajar dengan rasa percaya diri siswa adalah sangat berpengaruh dengan nilai “cukup”. Sedangkan selebihnya dipengaruhi oleh faktor lain.
Penelitian lain yang di lakukan oleh Dyah Rahmah Sukmasari, mahasiswa S1 Jurusan Tarbiyah Fakulatas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia pada tahun 2005 dengan judul Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa MTs Muhammadiyah Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa Tengah. Dalam penelitian ini Dyah Rahmah Sukmasari menyimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara rasa percaya diri terhadap prestasi belajar siswa. Dari perhitungan antara kedua variabel memperoleh angka korelasi sebesar 0,650 yang kemudian dikonsultasikan dengan signifikasi 5% sebesar 0,291. berdasarkan hasil korelasi yang diinterprestasikan pengaruh rasa percaya diri terhadap prestasi belajar merupakan kategori cukup baik.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa dari ketiga penelitian diatas yang membahas mengenai pemanfaaan internet dan percaya diri siswa terhadap prestasi belajar siswa di sekolah. Sedangkan penulis disini permasalahannya mengenai pengaruh bimbingan belajar terhadap prestasi belajar disekolah, sehingga terdapat perbedaan antara judul skripsi dan tempat penelitian penulis sekarang dengan penulis terdahulu. Meskipun nantinya terdapat kesamaan yang berupa kutipan atau pendapat-pendapat yang berkaitan dengan prestasi belajar siswa, dan penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 8 Yogyakarta.

B. LANDASAN TEORI
1. Bimbingan Belajar
a. Pengertian Bimbingan Belajar
Menurut Undang-undang sistem pendidikan Nasional tahun 1989, pendidikan dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran, dan latihan. Bimbingan atau membimbing memiliki dua makna yaitu bimbingan secara umum yang mempunyai arti sama dengan mendidik atau menanamkan nilai-nilai, membina moral, mengarahkan siswa supaya menjadi orang baik. Sedangkan makna bimbingan yang secara khusus yaitu sebagai suatu upaya atau program membantu mengoptimalkan perkembangan siswa. Bimbingan ini diberikan melalui bantuan pemecahan masalah yang dihadapi, serta dorongan bagi pengembangan potensi-potensi yang dimiliki siswa. ( Nana Syaodih Sukmadinata, 2005: 233)
Menurut Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan (2005: 82) Bimbingan dapat diartikan sebagai upaya pemberian bantuan kepada peserta didik dalam rangka mencapai perkembangannya yang lebih optimal.
Menurut Rochman Natawidjaja dalam bukunya Syamsu Yusuf (2005: 6) Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya. Dengan demikian, dia akan dapat menikmati kebahagiaan hidupnya dan dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat pada umumnya. Bimbingan dapat membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Menurut Moh. Surya dalam bukunya Dewa Ketut Sukardi (2002: 20) Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus-menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang dibimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri dalam mencapai tingkat perkembangan yang optimal dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Maka dapat diambil kesimpulan dari beberapa definisi bimbingan sebagai berikut:
1. Bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan sehingga bantuan itu diberikan secara sistematis, berencana, terus-menerus dan terarah kepada tujuan tertentu. Dengan demikian kegiatan bimbingan bukanlah kegiatan yang dilakukan secara kebetulan, insidental, sewaktu-waktu tidak sengaja atau kegiatan yang asal-asalan.
2. Bimbingan merupakan proses membantu individu. Dengan menggunakan kata membantu berarti dalam kegiatan bimbingan tidak adanya unsur paksaan. Dalam kegiatan bimbingan, pembimbing tidak memaksa individu untuk menuju kesuatu tujuan yang ditetapkan oleh pembimbing, melainkan pembimbing membantu mengarahkan klien kearah suatu tujuan yang telah ditetapkan bersama-sama, sehingga klien dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Dengan demikian dalam kegiatan bimbingan dibutuhkan kerjasama yang demokratis antara pembimbing dengan kliennya.
3. Bahwa bantuan diberikan kepada setiap individu yang memerlukannya didalam proses perkembanganya. Hal ini mengandung arti bahwa bimbingan memberikan bantuannya kepada setiap individu, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua
4. Bahwa bantuan yang diberikan melalui pelayanan bimbingan bertujuan agar individu dapat mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Fungsi utama dari bimbingan adalah membantu murid dalam masalah-masalah pribadi dan sosial yang berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran atau penempatan dan juga menjadi perantara dari siswa dalam hubungannya dengan guru maupun tenaga administrasi. Adapun fungsi bimbingan ada 4 macam:
1. Preservatif : Memelihara dan membina suasana dan situasi yang baik dan tetap diusahakan terus bagi lancarnya belajar mengajar.
2. Preventif : Mencegah sebelum terjadi masalah.
3. Kuratif : Mengusahakan pembentukan dalam mengatasi masalah.
4. Rehabilitasi : Mengadakan tindak lanjut secara penempatan sesudah diadakan treatmen yang memadai. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, 2004: 117).
Menurut Abin Syamsuddin Mahmu, (2002: 157). Belajar adalah konsep belajar yang menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku yang menunjukkan kepada suatu proses perubahan perilaku pribadi seseorang berdasarkan praktik atau pengalaman tertentu.
Menurut Slameto, (2003: 2). Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Menurut Syaiful Bahri Djamarah, (2002: 141). Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Menurut Thursan Hakim, (2000: 1). Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan.
Menurut Nasution, (1982: 38). Belajar adalah perubahan pengetahuan. Ungkapan diatas cenderung menyatukan hasil dari aktivitas belajar sehingga orang yang belajar mengalami perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari bodoh menjadi pintar, dari tidak pengalaman menjadi berpengalaman dan lain sebagainya. Si anak didik itu berubah dan berkembang karena pengaruh-pengaruh yang didapatkan oleh apa yang dilihatnya, apa yang didengar dan apa yang diajarkan oleh para guru kepada para anak didik sepanjang masa-masa belajar disekolah. Pada kenyataannya batasan inilah yang paling banyak dianut disekolah, dimana guru berusaha memberikan pengaruh ilmu sebanyak mungkin dan siswa giat mengumpulkannya. Sehingga kecenderungan keberhasilan belajar maka lebih ditekankan pada nilai-nilai (angka) dari hasil evaluasi dengan nilai tertinggi semata.
Dari beberapa pengertian belajar diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Belajar adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan individu secara sadar untuk memenuhi kebutuhan dirinya.
b. Belajar sebagai usaha memperoleh perubahan tingkah laku.
c. Hasil dari belajar itu ditandai dengan perubahan seluruh aspek tingkah laku yaitu aspek kebiasaan, pengalaman dan sikap.
d. Belajar itu merupakan bentuk pengalaman.
Dengan demikian bimbingan belajar dapat diartikan sebagai proses pemberian bantuan dari guru atau guru pembimbing kepada siswa agar terhindar dari kesulitan belajar, yang mungkin muncul selama proses pembelajaran, Sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Optimal dalam kontek belajar dapat dimaknai sebagai siswa yang efektif, produktif dan prestatif. (www.sd-binatalenta.com)
Menurut Abu Ahmadi, (1991: 111). Bimbingan belajar adalah suatu proses pemberian bantuan terus-menerus dan sistematis kepada individu atau peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya yang kaitannya dengan kegiatan belajar. Adapun prifat atau bimbingan individu menunjukkan usaha-usaha yang sistematis dan berencana membantu peserta didik secara perorangan agar dapat mengatasi masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan belajar kelompok merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih untuk membahas suatu materi dalam pelajaran yang sedang dihadapinya.
Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan dan pengajaran, karena belajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Semua upaya guru dalam pendidikan dan pengajaran diarahkan agar siswa belajar, sebab melalui kegiatan belajar ini siswa dapat berkembang lebih optimal.
Perkembangan belajar siswa tidak selalu berjalan lancar dan memberikan hasil yang diharapkan. Adakalanya mereka menghadapi berbagai kesulitan atau hambatan. Kesulitan atau hambatan dalam belajar ini dimanifestasikan dalam beberapa gejala masalah, seperti prestasi belajar rendah, kurang atau tidak ada motivasi belajar, belajar lambat, berkebiasaan kurang baik dalam belajar, sikap yang kurang baik terhadap pelajaran, guru ataupun sekolah.
Setiap gejala masalah ada sesuatu yang melatarbelakanginya, demikian juga dengan masalah belajar. Misalnya prestasi belajar rendah dapat melatarbelakangi oleh kecerdasan rendah, kekurangan motivasi belajar, kebiasaan belajar yang kurang baik, gangguan kesehatan, kekusutan psikis, kekurangan sarana belajar, kondisi keluarga yang kurang mendukung, cara guru mengajar yang kurang sesuai, materi pelajaran yang terlalu sulit, kondisi sekolah yang kurang baik dsb. Untuk setiap jenis masalah banyak sekali faktor yang melatarbelakanginya. Gejala masalah yang sama dapat dilatarbelakangi oleh faktor yang sama tetapi juga dapat dilatarbelakangi oleh faktor yang berbeda.
Keseluruhan faktor yang melatarbelakangi masalah belajar ini, dapat dikembalikan kepada faktor internal yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal yang berasal dari luar siswa. Faktor internal dapat mencakup segi intelektual seperti kecerdasan, bakat dan hasil belajar. Segi emosional seperti motif, sikap, perasaan, keinginan, kemauan. Kondisi dan kesehatan fisik dan mental. Faktor eksternal meliputi kondisi fisik, sosial-psikologis keluarga, sekolah serta masyarakat sekitar. Pada dasarnya semua faktor dapat berpengaruh terhadap perkembangan belajar siswa, apakah pengaruhnya positif ataupun negatif. Kekuatan pengaruh setiap faktor bagi setiap individu tidak selalu sama. (Nana Syaodih Sukmadinata: 2005: 240)
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas dua macam, yakni:
1) Faktor intern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari dalam diri siswa sendiri, yang meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik siswa, yakni:
a) Yang bersifat kognitif (ranah cipta) antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektual/intelegensi siswa.
b) Yang bersifat afektif (ranah rasa) antara lain seperti labilnya emosi dan sikap.
c) Yang bersifat psikomotor (ranah karsa) antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihat dan pendengar (mata dan telingga).
2) Faktor ekstern siswa, yaitu hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar diri siswa, yang meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor lingkungan ini meliputi:
a) Lingkungan keluarga, contohnya: ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga
b) Lingkungan perkampungan/masyarakat, contohnya: wilayah perkampungan kumuh, dan teman sepermainan yang nakal.
c) Lingkungan sekolah, contohnya: kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru dan alat-alat belajar yang berkualitas rendah.


Selain faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor lain yang juga menimbulkan kesulitan belajar siswa. Diantara faktor-faktor yang dapat dipandang sebagai faktor khusus ini ialah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar yang terdiri atas:
1) Disleksia yakni ketidakmampuan belajar membaca
2) Disgrafia yakni ketidakmampuan belajar menulis
3) Diskalkulia yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Namun demikian, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya memiliki potensi IQ yang normal bahkan di antaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan ringan pada otak ( Muhibbin Syah, 2003: 183)
Supaya belajar bisa berjalan secara lebih optimal maka harus memahami dan menerapkan prinsip-prinsip belajar. Adapun prinsip-prinsip belajar tersebut sebagai berikut:
1) Belajar harus berorientasi pada tujuan yang jelas.
2) Proses belajar akan terjadi bila seseorang dihadapkan pada situasi problematik.
3) Belajar dengan pengertian akan lebih bermakna daripada belajar dengan hafalan.
4) Belajar merupakan proses yang kontinu
5) Belajar memerlukan kemampuan yang kuat.
6) Keberhasilan belajar ditentukan oleh banyak faktor
7) Belajar secara keseluruhan akan lebih berhasil daripada belajar secara terbagi-bagi.
8) Proses belajar memerlukan metode yang tepat.
9) Belajar memerlukan adanya kesesuaian antara guru dengan murid.
10) Belajar memerlukan kemampuan dalam menangkap intisari pelajaran itu sendiri. (Trursan Hakim, 2000: 2-10).
a. 1. Tahapan-tahapan dalam Belajar
Para guru mengetahui bahwa diperlukannya suatu periode waktu tertentu bagi anak untuk secara penuh memahami suatu konsep yang telah diajarkan. Biasanya anak tidak secara penuh memahami suatu konsep pada saat pertama kali diajarkan. Fenomena ini lebih banyak terjadi pada anak berkesulitan belajar daripada anak yang tidak berkesulitan belajar. Oleh kerena itu, dalam merancang kegiatan pembelajaran, guru perlu menyadari keberadaan anak dalam tahapan belajar. Ada empat tahapan belajar yang perlu diperhatikan, yaitu:
1) Perolehan : pada tahapan ini anak telah terbuka terhadap pengetahuan baru tetapi belum secara penuh memahaminya. Anak masih memerlukan banyak dorongan dan pengaruh dari guru untuk menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh; kepada anak diperlihatkan tabel perkalian lima dan konsepnya dijelaskan sehingga ia mulai memahaminya.
2) Kecakapan: pada tahap ini anak mulai memahami pengetahuan atau keterampilan tetapi masih memerlukan banyak latihannya. Contoh; setelah anak memahami tabel dan konsep perkalian lima, ia diberi banyak latihan dalam bentuk menghafal atau menulis, dan diberi macam-macam ulangan penguatan.
3) Pemeliharaan: anak dapat memelihara atau mempertahankan suatu kinerja taraf tinggi setelah pembelajaran langsung dan ulangan penguatan dihilangkan. Contoh; anak dapat menggunakan perkalian lima secara cepat tanpa memerlukan pengarahan dan ulangan penguatan dari guru.
4) Generalisasi: pada tahap ini anak telah memiliki dan menginternalisasikan pengetahuan yang dipelajarinya sehingga ia dapat menerapkannya ide dalam berbagai situasi. Contoh; anak dapat menerapkan tabel perkalian lima dalam memecahkan berbagai soal metematika. (Mulyono Abdurrahman, 2003: 90).
a. 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar
Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat kita bedakan menjadi tiga macam, yakni:
1) Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri meliputi dua aspek, yakni:


a) Aspek Fisiologis yakni kondisi umum jasmani yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya, yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas siswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organ tubuh yang lemah, apabila disertai pusing kepala berat misalnya, maka dapat menurunka kualitas ranah cipta (kognitif) sehingga materi yang dipelajarinya tidak berbekas. Untuk dapat mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, maka siswa sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu siswa juga dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Hal ini penting karena kesalahan pola makan-minum dan istirahat akan menimbulkan reaksi tonus yang negatif dan merugikan semangat mental siswa itu sendiri.
b) Aspek Psikologis yang meliputi:
(1) Inteligensi siswa yang pada umumnya dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau penyesuaian diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat. Jadi inteligensi sebenarnya bukan persoalan kualitas otak saja, melainkan juga kualitas organ-organ tubuh lainnya.


(2) Sikap siswa adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespon dengan cara yang relatif tetap terhadap obyek orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.
(3) Bakat siswa secara umum adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Dengan demikian sebetulnya setiap orang pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ketingkat tertentu sesuai dengan kapasitas masing-masing. Jadi secara global bakat itu mirip dengan inteligensi, karena itu seorang anak yang berinteligensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
(4) Minat siswa secara sederhana adalah kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Minat tidak termasuk istilah populer dalam psikologi karena ketergantungannya yang banyak pada faktor-faktor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, motivasi dan kebutuhan.


(5) Motivasi siswa ialah keadaan internal organisme baik manusia ataupun hewan yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Dalam hal ini motivasi berarti pemasok daya (energizer) untuk bertingkah laku secara terarah.
2) Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. Ada dua aspek, yaitu:
(1) Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar siswa disekolah. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik dan memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin khususnya dalam hal belajar, misalnya rajin membaca dan berdiskusi, dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar siswa.
Yang termasuk lingkungan sosial siswa adalah masyarakat dan tetangga juga teman-teman sepermainan disekitar perkampungan siswa tersebut. Kondisi masyarakat dilingkungan kumuh yang serba kekurangan dan anak-anak penganggur, akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa, paling tidak siswa tersebut akan menemukan kesulitan ketika memerlukan teman belajar atau berdiskusi dan meminjam alat-alat belajar tertentu yang kebetulan belum dimilikinya.
Lingkungan sosial yang paling banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifat-sifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik ataupun buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa.
(2) Lingkungan nonsosial yang termasuk dalam faktor lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan mempelajari materi-materi pelajaran. Dapat dipahami sebagai segala cara atau strategi yang digunakan siswa dalam menunjang keefektifan dan efisiensi proses mempelajari materi tertentu. Strategi dalam hal ini berarti seperangkat langkah operasional yang direkayasa sedemikian rupa untuk memecahkan masalah atau mencapai tujuan belajar tertentu. (Muhibbin Syah, 2003: 144-155).

b. Fungsi Bimbingan Belajar
1) Mencegah kemungkinan timbulnya masalah dalam belajar.
2) Menyalurkan siswa sesuai dengan bakat dan minatnya sehingga belajar dapat berkembang secara optimal
3) Agar siswa dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan belajar.
4) Perbaikan terhadap kondisi-kondisi yang mengganggu proses belajar siswa
5) Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi belajar siswa. (www.sd-binatalenta.com).
c. Tujuan Bimbingan Belajar
1) Tujuan bimbingan belajar secara umum adalah membantu murid-murid agar dapat mendapat penyesuaian yang baik di dalam situasi belajar, sehingga setiap murid dapat belajar secara efisien sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dan mencapai perkembangan yang optimal. Dengan rincian sebagai berikut:
a) Mencarikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau kelompok anak.
b) Menunjukkan cara-cara mempelajari sesuai dan menggunakan buku pelajaran.
c) Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagi yang memanfaatkan perpustakaan.

d) Membuat tugas sekolah dan mempersiapkan diri dalam ulangan dan ujian.
e) Memilih suatu bidang studi sesuai dengan bakat, minat, kecerdasan, cita-cita dan kondisi fisik atau kesehatan.
f) Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu.
g) Menentukan pembagian waktu dan perencanaan jadwal belajarnya.
h) Memilih pelajaran tambahan baik yang berhubungan dengan pelajaran di sekolah maupun untuk pengembangan bakat dan karir di masa depan.
2) Secara khusus adalah:
a) Siswa dapat mengenal, memahami, menerima, mengalahkan dan mengaktualisasikan potensi secara optimal.
b) Mengembangkan berbagai keterampilan belajar.
c) Mengembangkan suasana yang kondusif.
d) Memahami lingkungan pendidikan.
Dalam bimbingan belajar diharapkan murid-murid bisa melakukan penyesuaian yang baik dalam situasi belajar seoptimal mungkin sesuai dengan potensi-potensi, bakat, dan kemampuan yang ada padanya. Berdasarkan atas tujuan bimbingan belajar diatas dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah untuk membentuk murid-murid yang mengalami masalah di dalam memasuki proses belajar dan situasi belajar yang dihadapinya. ( Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, 2004:111)
d. Manfaat Bimbingan Belajar
Bimbingan belajar merupakan bagian terpenting bagi peserta didik, mengingat pada saat ini peserta didik dituntut untuk bisa berkompetensi. Oleh karena itu siswa diharapkan mengikuti bimbingan belajar sebagai alat untuk menghadapi tantangan di masa depan. Selain itu, manfaat dari bimbingan belajar adalah dapat membuat siswa semakin kreatif pada kegiatan belajar mengajar, dan dapat meningkatkan prestasi pada sekolahnya. Maka sangat penting bagi peserta didik untuk mengikuti bimbingan belajar, agar mereka mampu bersaing dengan tuntutan zaman pada saat ini.
Manfaat Bimbingan Belajar bagi siswa adalah tersedianya kondisi belajar yang nyaman, terperhatikannya karakteristik pribadi siswa, dan siswa dapat mereduksi kemungkinan kesulitan belajar. ( www.sd-binatalenta.com).
e. Teknik-teknik Bimbingan belajar
Hampir semua bentuk teknik bimbingan yang bersifat informatif dan adjustif dapat digunakan dalam bimbingan belajar, hanya isinya saja difokuskan kepada kesulitan belajar dan kesulitan pelajaran.
Keseluruhan teknik bimbingan belajar dibedakan antara teknik bimbingan kelompok dan bimbingan individual. Bimbingan individual adalah suatu bantuan yang diberikan kepada individu (siswa) dalam situasi individual. Teknik bimbingan ini ada yang bersifat informatif (memberikan informasi) dan ada juga yang bersifat terapeutik atau penyembuhan. Beberapa teknik bimbingan individual yang bersifat informatif adalah ceramah/penjelasan, wawancara, nasihat, penyampaian bahan-bahan tertulis, penyampaian informasi melalui media elektronik dll yang diberikan secara individual.
Bimbingan kelompok merupakan suatu bantuan yang diberikan kepada individu (siswa) yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Bimbingan inipun ada yang bersifat informatif dan terapeutik, tetapi ada juga yang bersifat adjustif. Bimbingan kelompok yang bersifat informatif, hampir sama dengan bimbingan individual tetapi diberikan secara berkelompok, seperti ceramah kelompok, nasihat kelompok, penggunaan media tulis dan media elektronik secara berkelompok. Bimbingan kelompok yang bersifat adjustif adalah bantuan kepada individu dalam membina hubungan dan menyesuaikan diri dengan orang lain, melalui berbagai kegiatan kelompok, seperti diskusi, belajar kelompok, perwalian kelompok, kegiatan klub, organisasi siswa, orientasi, kunjungan kelompok dsb. Bimbingan kelompok yang bersifat terapeutik adalah psikodrama, konseling kelompok dan psikoterapi kelompok.
Teknik-teknik bimbingan yang bersifat informatif dapat diberikan oleh guru-guru. Bimbingan adjustif dapat diberikan oleh konselor atau guru-guru senior yang telah mendapatkan penataran tentang bimbingan dan konseling. Bimbingan terapeutik dalam membantu klien-klien dengan masalah yang masih relatif ringan dapat dikerjakan oleh konselor, sedang yang sudah berat seperti gangguan yang sudah termasuk neurosis, psikopath dan psikosis hanya bisa diberikan oleh psikolog dan psikiater yang telah berpengalaman. Kecuali bimbingan yang bersifat terapeutis, semua jenis teknik bimbingan lainnya dapat digunakan dalam memberikan bimbingan belajar, untuk mengatasi masalah yang sederhana dapat dilaksanakan sendiri oleh guru, sedangkan untuk mengatasi masalah yang agak berat diperlukan kerjasama dengan konselor. (Nana Syaodih, 2005: 243-244)
f. Peran Guru dalam Bimbingan Belajar
Perkembangan ilmu dan teknologi yang disertai dengan perkembangan sosial budaya yang berlangsung dengan cepat dan dewasa ini, peranan guru telah meningkat dari sebagai pengajar menjadi pembimbing. Tugas dan tanggung jawab menjadi lebih meningkat terus, yang kedalamnya termasuk fungsi-fungsi guru sebagai perancang pengajaran (designer of instruction), pengelola pengajaran (manager of instruction), evaluator of student learning, motivator belajar, dan sebagai pembimbing.
Guru sebagai designer of instruction atau perancang pengajaran dituntut memiliki kemampuan untuk merencanakan (merancang) kegiatan belajar mengajar secara efektif dan efisien. Untuk itu seorang guru harus memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang prinsip-prinsip belajar sebagai suatu bahan dalam merencanakan kegiatan belajar mengajar.
Guru sebagai manajer of instruction (pengelola pengajaran), dituntut untuk memiliki kemampuan mengelola seluruh proses kegiatan belajar mengajar dengan menciptakan kondisi-kondisi belajar sedemikian rupa sehingga setiap murid dapat belajar dengan efektif dan efisien.
Sedangkan guru dengan fungsinya sebagai evaluator of student learning, dituntut untuk secara terus menerus mengikuti hasil-hasil (prestasi) belajar yang telah dicapai murid-muridnya dari waktu kewaktu.
Informasi yang diperoleh melalui cara ini merupakan umpan balik terhadap proses kegiatan belajar mengajar, yang selanjutnya akan dijadikan titik tolak untuk menyempurnakan serta meningkatkan proses belajar mengajar sehingga memperoleh hasil belajar yang optimal.
Guru sebagai pembimbing dituntut untuk mengadakan pendekatan bukan saja melalui pendekatan instruksional akan tetapi dibarengi dengan pendekatan yang bersifat pribadi dalam setiap proses belajar mengajar berlangsung. Dengan pendekatan pribadi semacam ini guru akan secara langsung mengenal dan memahami murid-muridnya secara lebih mendalam sehingga dapat memperoleh hasil yang optimal.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa guru sebagai pembimbing sekaligus berperan sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar. Sebagai pembimbing dalam belajar mengajar diharap mampu untuk:
1) Memberikan berbagai informasi yang diperlukan dalam proses belajar.
2) Membantu setiap siswa dalam mengatasi masalah-masalah pribadi yang dihadapi.
3) Mengevaluasi hasil setiap langkah kegiatan yang dilakukannya.
4) Memberikan kesempatan yang memadai agar setiap murid dapat belajar sesuai dengan karakteristik pribadi.
5) Mengenal dan memahami setiap murid, baik secara individual maupun secara kelompok. (Abu Ahmadi dan Widodo Supriono, 2004: 115-117)
g. Prinsip-prinsip Bimbingan Belajar
Tugas guru disekolah banyak sekali, ia harus membuat perencanaan pengajaran yang sistematis, terinci untuk setiap pelajaran yang ia berikan. Berdasarkan rencana tersebut guru melaksanakan pengajaran dan membuat evaluasi atas proses dan hasil pengajaran yang telah dilaksanakan. Didalam pelaksanaan pengajaran tugas guru bukan hanya memberikan pelajaran, tetapi juga harus memberikan bimbingan belajar kepada siswa yang lambat agar perkembangannya sejajar dengan yang lain. Maka yang normal dan cepat belajar pun tetap memerlukan bimbingan dari guru agar ia mencapai perkembangan yang sesuai dengan kemampuannya.
Dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya memperhatikan beberapa prinsip:
1) Bimbingan belajar diberikan kepada semua siswa. Semua siswa baik yang pandai, cukup, ataupun kurang membutuhkan bimbingan dari guru, sebab secara potensial semua siswa bisa mempunyai masalah. Masalah yang dihadapi oleh siswa pandai berbeda dengan siswa cukup dan juga siswa kurang.


2) Sebelum memberikan bantuan, guru terlebih dahulu harus berusaha memahami kesulitan yang dihadapi siswa, meneliti faktor-faktor yang melatarbelakangi kesulitan tersebut. Setiap masalah atau kesulitan mempunyai latarbelakang tertentu yang berbeda dengan masalah lain atau pada siswa yang lainnya.
3) Bimbingan belajar yang diberikan guru hendaknya disesuaikan dengan masalah serta faktor-faktor yang melatarbelakanginya, bantuan hendaknya disesuaikan dengan jenis masalah serta tingkat kerumitan masalah.
4) Bimbingan belajar hendaknya menggunakan teknik yang bervariasi. Karena perbedaan individual siswa, perbedaan jenis dan kerumitan masalah yang dihadapi siswa, perbedaan individual guru serta kondisi sesaat, maka dalam memberikan bimbingan belajar guru hendaknya menggunakan teknik bimbingan yang bervariasi.
5) Dalam memberikan bimbingan belajar hendaknya guru bekerja sama dengan staf sekolah lain. Bimbingan belajar merupakan tanggung jawab semua guru serta staf sekolah lainnya. Agar bimbingan berjalan efektif dan efisien diperlukan kerjasama yang harmonis antara staf sekolah dalam membantu mengatasi kesulitan siswa.
6) Orang tua adalah pembimbing belajar siswa dirumah. Penanggung jawab utama siswa adalah orang tuanya. Karena keterbatasan kemampuannya, orang tua melimpahkan sebagian dari tanggung jawabnya kepada sekolah, tetapi tidak berarti mereka lepas sama sekali dari tanggung jawab tersebut. Orang tua dituntut untuk memberikan bimbingan belajar di rumah. Agar ada keserasian antara bimbingan belajar yang diberikan guru disekolah dengan orang tua dirumah maka diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak.
7) Bimbingan belajar dapat diberikan dalam situasi belajar di kelas, di laboratorium dsb, ataupun dalam situasi-situasi khusus (konsultasi) baik di sekolah ataupun di luar sekolah. Bimbingan belajar diberikan pada saat pelajaran berlangsung, yaitu saat mengerjakan tugas-tugas atau latihan, saat diskusi kelas, praktikum dll. Bimbingan juga dapat diberikan diluar jam pelajaran, sebelum pelajaran dimulai, setelah pelajaran selesai atau sore hari, disekolah ataupun di rumah. (Nana Syaodih, 2005: 241-243).
Untuk mengoptimalkan perkembangan belajar siswa, maka perlu diberikan bimbingan belajar. Pelaksanaan bimbingan belajar sebaiknya digunakan prinsip-prinsip dan teknik-teknik bimbingan yang biasa dipakai dalam bimbingan dan konseling. Penerapan prinsip dan teknik bimbingan dan konseling. Banyak masalah belajar yang dihadapi oleh para siswa disekolah, seperti: prestasi belajar rendah, motivasi belajar rendah, ketidakstabilan emosi dan lain-lain. Masalah-masalah tersebut dapat dilatar belakangi oleh faktor internal maupun eksternal. Maka untuk membantu mengatasi masalah-masalah tersebut diberikan berbagai jenis bimbingan belajar.


Bimbingan belajar diberikan dalam bentuk layanan pengumpulan data, pemberian informasi, konseling, bimbingan kelompok serta upaya-upaya tindak lanjut. Bimbingan belajar yang diberikan bisa menggunakan pendekatan pengembangan dalam rangka mengembangkan potensi-potensi dan kekuatan yang dimiliki oleh siswa. (Nana Syaodih, 2005: 247-248).
Banyak sekali kemungkinan masalah yang dihadapi oleh para siswa disekolah. Masalah pendidikan dan pengajaran meliputi kesulitan dan hambatan-hambatan dalam penyesuaian tugas-tugas kurikulum dan perkembangan belajar. Masalah belajar merupakan inti dari masalah pendidikan dan pengajaran, karena belajar merupakan kegiatan utama dalam pendidikan dan pengajaran. Semua upaya guru dalam pendidikan dan pengajaran diarahkan agar siswa belajar, sebab melalui kegiatan belajar ini siswa dapat berkembang lebih optimal.
Perkembangan belajar siswa selalu berjalan lancar dan memberikan hasil yang diharapkan. Adakalanya mereka mengahadapi berbagai kesulitan atau hambatan. Kesulitan atau hambatan dalam belajar ini dimanifestasikan dalam beberapa gejala masalah, seperti prestasi belajar rendah, kurang atau tidak ada motivasi belajar, belajar lambat, berkebiasaan kurang baik dalam belajar, sikap yang kurang baik terhadap pelajaran, guru maupun sekolah.




Profil siswa yang mengikuti bimbingan belajar dengan siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Profil siswa
Siswa yang mengikuti bimbingan belajar Siswa yang tidak mengikuti bimbingan belajar
1. Mempunyai jam belajar yang lebih banyak. 1. Kurangnya jam belajar
2. Pengetahuan lebih luas 2. Pengetahuan hanya diperoleh dari sekolah.
3. Tidak kaku dalam menjawab soal ujian 3. Kurang biasa menghadapi soal-soal ujian
4. Lebih aktif dalam berdiskusi 4. Dalam berdiskusi cenderung pasif
5. Tidak takut berdiskusi dengan siapapun. 5. Kaku Berdiskusi dengan orang lain
6. Prestasi dalam belajar lebih baik 6. Prestasi belajar tidak menentu
7. Termasuk rangkin lima besar 7. Rengking dalam belajar tidak menentu.
8. Cepat mengerti penjelasan guru 8. Lambat dalam memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru
9. Mempelajari pelajaran dengan mudah 9. Tidak mudah dalam memahami bahan ajaran.
10. Mengerjakar pekerjaan rumah (PR) 10. Tidak mengerjakan pekerjaan rumah (PR
Sumber : Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya (Slameto, 2003:54)











3. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Pengertian Prestasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah hasil yang telah dicapai dari apa yang telah dilakukan, dikerjakan, diusahakan dan sebagainya (Badudu dan Zain, 2001: 1088). Hasil ini dapat dinyatakan dengan kuantitatif dan kualitatif. Hasil kuantitatif adalah hasil yang dinyatakan dengan angka. Sedangkan hasil kualitatif adalah hasil yang dinyatakan dengan kata-kata, seperti baik, cukup, sedang, kurang, dan lain-lain.
Menurut Winkel (1984: 21). Prestasi adalah bukti usaha yang dapat dicapai. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (1990: 21) Prestasi adalah bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara tingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan.
Sedangkan yang dimaksud dengan berprestasi adalah apabila anak mencapai hasil yang maksimal dari apa yang telah dilakukan sebelumnya. Apabila kita hubungkan dengan kegiatan belajar anak dengan pengertian tersebut diatas, maka prestasi merupakan kecakapan khusus dan nyata yang dicapai secara maksimal sebagai hasil yang dicapai dari belajar.
Sebagai ukuran untuk mengetahui seberapa jauh siswa telah menguasai bahan materi yang telah diberikan, adalah salah satunya lewat penilaian hasil belajar yang diwujudkan dalam bentuk raport, dengan raport tersebut maka akan bisa diketahui tentang prestasi belajar yang diraih oleh siswa.
Masalah prestasi belajar merupakan masalah yang komplek, banyak faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor itu dapat berasal dari anak itu sendiri (internal), misalnya bagaimana intelegensinya, minat, bakat dan sebagainya. Maupun yang berasal dari luar diri anak (eksternal) yaitu faktor yang berasal dari keluarga, sekolah, masyarakat, dan waktu. Setiap kegiatan sudah barang tentu ada faktor-faktor yang mempengaruhinya tentunya faktor-faktor tersebut ada yang bersifat mendorong dan menghambat.
Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai atau ditunjukkan oleh murid sebagai hasil belajarnya baik berupa angka atau huruf serta tindakan yang mencerminkan hasil belajar yang dicapai masing-masing anak dalam perilaku tertentu. (M. Buchori, 1983: 24).
Menurut Anas Sudjiono (1986: 30). Prestasi belajar adalah merupakan tolak ukur keberhasilan dari hasil aktivitas belajar yang telah dilakukan, meskipun anggapan ini masih perlu dipertanyakan. Karena aktivitas belajar tidak dapat dinilai dalam ranah kognitif, namun pada kenyataannya nilai (angka) yang diraih sebagai simbol untuk mengukur sudah menjadi kesepakatan bersama dalam dunia pendidikan yang ada.
Menurut Hadari Nawawi (1981: 100) prestasi belajar diartikan sebagai keberhasilan murid dalam mempelajari mata pelajaran disekolah yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai jumlah mata pelajaran tertentu. Dengan mengutip pendapat Gagne yang mengungkapkan bahwa prestasi belajar (educational echievement) terwujud berkat adanya perubahan dalam kecakapan, tingkah laku, ataupun pematangan yang dapat bertahan lama, beberapa waktu dan yang tidak disebabkan oleh proses pertumbuhan tetapi oleh adanya suatu situasi proses belajar. Perwujudanya berupa perbuatan variabel-variabel maupun tulisan, keterampilan, keterampilan yang bersifat mekanikal dan pemecahan masalah yang langsung dapat diukur atau dinilai dengan mengunakan tes-tes yang sudah standar. Perubahan dalam hal kecakapan, tingkah laku, ataupun kemampuan itu diukur dengan apa yang mungkin dan dapat diperbuat setelah melalui proses belajar tersebut.
Aktivitas belajar dapat dikatakan berhasil dengan baik apabila perubahan yang diharapkan tersebut tercapai pada waktu yang ditentukan, sehingga evaluasi belajar merupakan keharusan untuk dilaksanakan secara bertahap hingga akhir dari proses belajar itu dapat mengetahui taraf keberhasilan siswa. Sehingga untuk mempermudah dalam mengistilahkan pengertian identik dengan nilai belajar, yaitu suatu nilai yang diberikan guru pada siswanya karena siswa melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang telah diprogramkan dalam proses belajar-mengajar diadakan.
Sehingga untuk mempermudah dalam mengistilahkan dengan “nilai belajar”, yaitu suatu nilai yang diberikan guru kepada siswanya karena siswanya melakukan suatu kegiatan sebagaimana yang telah diprogramkan dalam proses belajar mengajar yang diadakan, nilai disini dimaksudkan nilai raport siswa.


Berdasarkan pengertian diatas untuk sementara dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar merupakan ukuran keberhasilan peserta didik di dalam melakukan kegiatan belajar. Prestasi belajar dapat diperoleh dengan perangkat tes dan hasil tes yang akan memberikan informasi-informasi tentang apa yang dikuasai oleh peserta didik. Peserta didik dapat dikatakan berhasil dalam belajar apabila prestasi yang diperoleh menunjukkan nilai yang tinggi atau sesuai dengan target yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Prestasi belajar dapat dilihat pada hasil evaluasi, sedangkan evaluasi yang dimaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa menguasai berbagai hal yang pernah diajarkan sehingga dapat diperoleh gambaran tentang pencapaian program pendidikan secara menyeluruh.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.
Yang tergolong faktor internal adalah:
1) Faktor Biologis (jasmaniah) faktor biologis meliputi segala hal yang berhubungan dengan keadaan fisik atau jasmani individu yang bersangkutan. Keadaan jasmani yang perlu diperhatikan sehubungan dengan faktor biologis ini di antaranya sebagai berikut.

a) Kondisi fisik yang normal.
Kondisi fisik yang normal atau tidak memilki cacat sejak dalam kandungan sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi fisik yang normal ini terutama harus meliputi keadaan otak, panca-indra, anggota tubuh seperti tangan dan kaki, dan organ tubuh bagian dalam yang akan menentukan kondisi kesehatan seseorang.
Sekolah-sekolah umum biasanya keadaan fisik yang tidak normal jarang sekali menjadi masalah atau hambatan utama dalam belajar. Hal ini karena penerimaan murid disekolah umum itu telah diseleksi sedemikian rupa, sehingga murid yang diterima umumnya adalah mereka yang memiliki kondisi mental dan fisik yang normal.
b) Kondisi Kesehatan Fisik
Bagaimana kondisi kesehatan fisik yang sehat dan segar (fit) sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang. Namun demikian di dalam menjaga kesehatan fisik, ada beberapa hal yang sangat diperlukan. Hal-hal tersebut diantaranya adalah makan dan minum harus teratur serta memenuhi persyaratan kesehatan, olahraga secukupnya, dan istirahat yang cukup.
2) Faktor Psikologis (rohaniah) Faktor psikologis yang mempengaruhi keberhasilan belajar ini meliputi segala hal yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kondisi mental yang dapat menunjang keberhasilan belajar adalah kondisi mental yang mantap dan stabil. Kondisi mental yang mantap dan stabil ini tampak dalam bentuk sikap mental yang positif dalam menghadapi segala hal, terutama hal-hal yang berkaitan dalam proses belajar. Faktor psikologis ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) Intelegensi
Intelegensi atau tingkat kecerdasan dasar seseorang memang berpengaruh besar terhadap keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang mempunyai intelegensi jauh dibawah normal akan sulit diharapkan untuk mencapai prestasi yang tinggi dalam proses belajar. Sangat perlu dipahami bahwa intelegensi itu bukan merupakan satu-satunya faktor penentu keberhasilan belajar seseorang, Intelegensi itu hanya merupakan salah satu faktor dari sekian banyak faktor.
Disekolah-sekolah umum masalah kegagalan belajar yang disebabkan intelegensi yang rendah, tidak banyak dijumpai kecuali jika seleksi penerimaan siswa disekolah tersebut tidak dilakukan dengan baik. Masalah belajar yang lebih sering terjadi disekolah-sekolah umum justru sebaliknya, yaitu tidak sedikit siswa yang intelegensinya normal atau bahkan diatas rata-rata tetapi prestasi belajarnya rendah. Jelas hal ini membuktikan bahwa seseorang yang intelegensinya tinggi tidak akan bisa mencapai prestasi belajar yang baik jika tidak ditunjang faktor-faktor lain yang juga menentukan keberhasilan belajar seperti kemauan, kerajinan, waktu atau kesempatan, dan fasilitas belajar.


b) Kemauan
kemauan dapat dikatakan sebagai faktor utama penentu keberhasilan belajar seseorang. Lebih dari itu, dapat dikatakan kemauan merupakan pengerak utama yang menentukan keberhasilan seseorang dalam setiap segi kehidupannya. Bagaimanapun baiknya proses belajar yang dilakukan seseorang, hasilnya akan kurang memuaskan jika orang tersebut tidak mempunyai kemauan yang keras. Hal ini disebabkan kemauan itu berpengaruh langsung terhadap berbagai faktor lain, seperti daya konsentrasi, perhatian, kerajinan, penemuan suatu metode belajar yang tepat, dan ketabahan dalam menghadapi kesulitan belajar.
c) Bakat
Bakat memang merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keberhasilan belajar seseorang dalam suatu bidang tertentu. Perlu diketahui bahwa biasanya bakat itu bukan menentukan mampu atau tidaknya seseorang dalam suatu bidang, melainkan lebih banyak menentukan tinggi rendahnya kemampuan seseorang dalam suatu bidang.
d) Daya Ingat
Daya ingat sangat mempengaruhi keberhasilan belajar seseorang, karena sangat mudah dimengerti. Tahap-tahap tentang proses mengingat yaitu melalui tahap:


1) Mencamkan (memasukkan) kesan
2) Menyimpan kesan
3) Memproduksi (mengeluarkan kembali) kesan.
Karena itu, daya ingat dapat didefinisikan sebagai daya jiwa untuk memasukkan, menyimpan, dan mengeluarkan kembali suatu kesan. Pengertian kesan disini adalah gambaran yang tertinggal di dalam jiwa atau pikiran setelah kita melakukan pengamatan.
Yang tergolong faktor eksternal yaitu:
1) Faktor Lingkungan Keluarga
Faktor lingkungan rumah atau keluarga ini merupakan lingkungan pertama dan utama dalam menentukan perkembangan pendidikan seseorang, dan tentu saja merupakan faktor pertama dan utama pula dalam menentukan keberhasilan belajar seseorang. Kondisi lingkungan keluarga yang sangat menentukan keberhasilan belajar seseorang diantaranya ialah adanya hubungan yang harmonis diantara sesama anggota keluarga, tersedianya tempat dan peralatan belajar yang cukup memadai, keadaan ekonomi keluarga yang cukup memadai, suasana lingkungan rumah yang cukup tenang, adanya perhatian yang besar dari orang rua terhadap perkembangan proses belajar dan pendidikan anak-anaknya.

2) Faktor Lingkungan sekolah
Satu hal yang paling mutlak harus ada disekolah untuk menunjang keberhasilan belajar adalah adanya tata tertib dan disiplin yang ditegakkan secara konsekuen dan konsisten. Disiplin tersebut harus ditegakkan secara menyeluruh dari pimpinan sekolah yang bersangkutan, para guru, para siswa, sampai karyawan sekolah lainnya. Dengan cara seperti inilah proses belajar akan dapat berjalan dengan baik.
Kondisi lingkungan sekolah juga dapat mempengaruhi kondisi belajar antara lain adalah adanya guru yang baik dalam jumlah yang cukup memadai sesuai dengan jumlah bidang studi yang ditentukan, peralatan belajar yang cukup lengkap, gedung sekolah yang memenuhi persyaratan bagi berlangsungnya proses belajar yang baik, adanya teman yang baik, adanya keharmonisan hubungan diantara semua personil sekolah.
3) Faktor Lingkungan Masyarakat
Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menunjang keberhasilan belajar diantaranya adalah lembaga-lembaga pendidikan nonformal yang melaksanakan kursus-kursus tertentu, misalnya kursus bahasa asing, keterampilan tertentu, bimbingan tes, kursus belajar tambahan yang menunjang keberhasilan belajar disekolah, sanggar organisasi keagamaan.


Lingkungan atau tempat tertentu yang dapat menghambat keberhasilan belajar antara lain adalah tempat hiburan tertentu yang banyak dikunjungi orang yang lebih mengutamakan kesenangan atau hura-hura seperti diskotik, bioskop, pusat-pusat perbelanjaan yang meransang kecenderungan konsumerisme, dan tempat-tempat hiburan lainnya yang memungkinkan orang dapat melakukan perbuatan maksiat seperti judi, mabuk-mabukan, penyalahgunaan zat atau obat.
Untuk mengatasi hal ini, kiranya peranan pendidikan dirumah dan disekolah harus lebih ditingkatkan untuk mengimbangi pesatnya perkembangan lingkungan masyarakat itu sendiri.
4) Faktor Waktu
Bahwa waktu (kesempatan) memang berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Sebenarnya yang sering menjadi masalah bagi siswa bukan ada atau tidak adanya waktu, melainkan bisa atau tidaknya mengatur waktu yang tersedia untuk belajar. Selain itu masalah yang perlu diperhatikan adalah bagaimana mencari dan menggunakan waktu dengan sebaik-baiknya agar disatu sisi siswa dapat menggunakan waktunya untuk belajar dengan baik dan disisi lain mereka juga dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi yang sangat bermanfaat pula untuk menyegarkan pikiran.

Adanya keseimbangan antara kegiatan belajar dan kegiatan yang bersifat hiburan atau rekreasi itu sangat perlu. Tujuannya agar selain dapat meraih prestasi belajar yang maksimal, siswa juga tidak dihinggapi kejenuhan dan kelelahan pikiran yang berlebihan serta merugikan (Thursan Hakim, 2000: 11-21)
Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu:
1) Faktor-faktor stimulus belajar.
Stimulus belajar disini yaitu segala hal diluar individu itu untuk mengadakan reaksi atau perbuatan belajar. Stimulus dalam hal ini mencakup material, penugasan, serta suasana lingkungan eksternal yang harus diterima dan dipelajari oleh pelajar. Berikut ini dikemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan faktor-faktor stimulus belajar.
a) Panjangnya bahan pelajaran
b) Kesulitan bahan pelajaran
c) Berartinya bahan pelajaran
d) Berat ringanya tugas
e) Suasana lingkungan eksternal.




2) Faktor-faktor metode belajar.
Metode belajar yang dilakukan oleh guru sangat mempengaruhi metode belajar yang dipakai oleh pelajar. Dengan perkataan lain, metode yang dipakai oleh guru menimbulkan perbedaan yang berarti bagi proses belajar. Faktor-faktor metode belajar menyangkut hal-hal berikut ini
a) Kegiatan berlatih atau praktik.
b) Overlearning dan drill.
c) Resitasi selama belajar.
d) pengenalan tentang hasil-hasil belajar.
e) Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian.
f) Penggunaan modalitas indra.
g) Bimbingan dalam belajar.
h) Kondisi-kondisi insentif.
3) Faktor-faktor individual.
a) Kematangan.
b) Faktor usia kronologis.
c) Faktor perbedaan jenis kelamin.
d) Pengalaman sebelumnya.
e) Kapasitas mental.
f) Kondisi kesehatan jasmani.
g) Kondisi kesehatan rohani.
h) Motivasi (Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, 2004: 138-146).
c. Penilaian Terhadap Prestasi Belajar
Prestasi belajar merupakan suatu bentuk pengakuan terhadap hasil belajar. Suatu hasil belajar dapat dikategorikan memiliki prestasi jika hasil belajar sesuai dengan tujuan pembelajaran. Gagne dalam bukunya Nana Sudjana, (2005: 22) membagi lima macam hasil belajar, yaitu invormasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap dan ketrampilan motoris. Konsep Gagne pada dasarnya sesuai dengan konsep taksonomi Bloom, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Nana Sudjana (2005:23) menjelaskan bahwa hasil belajar dalam ranah kognitif berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pengetahuan merupakan hasil belajar paling awal yang biasanya diterapkan dalam pembelajaran yang bersifat hafalan seperti rumus, definisi, istilah, perundangan, dan lainnya. Setelah pengetahuan, tingkat berikutnya adalah pemahaman yang terdiri dari pemahaman terjemahan arti sebenarnya, pemahaman penafsiran dengan menghubungkan suatu pemahaman dengan pemahaman sebelumnya, dan pemahaman ekstrapolasi yang berupa pemahaman terhadap makna di balik pemahaman yang tampak. Tahapan kognitif aplikasi berupa penggunaan abstraksi pada situasi kongkret atau situasi khusus, yang dapat berupa ide, teori atau petunjuk teknis. Tahap aplikasi dapat diterapkan untuk menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan gejala yang telah diketahui sebelumnya. Tahap analisis merupakan tahap memilah suatu integritas menjadi bagian-bagian sehingga jelas susunannya. Dengan analisis diharapakan siswa mempunyai pemahaman yang komprehensif dan terpadu sehingga mampu mengaplikasikannya pada situasi baru yang kreatif. Pada tahap evaluasi siswa telah mampu membuat suatu keputusan tentang nilai berdasarkan tujuan, gagasan, metode dan lain-lain.
Belajar afektif berhubungan dengan sikap dan nilai. Dalam masyarakat pada umumnya berkembang asumsi bahwa ranah afektif tidak dapat diukur, namun beberapa ahli menyatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya, bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.
Nana Sudjana (2005, 30) mengkategorikan lima jenis hasil belajar afektif, yaitu:
1. Reciving atau attending yang berupa kepekaan dalam menerima stimulan dari luar yang berbentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
2. Responding, berupa reaksi yang diberikan terhadap stimulan dari luar seperti perasaan, ketepatan reaksi, dan kepuasan dalam menjawab stimulan.
3. Valuing (penilaian) berhubungan dengan nilai dan kepercayaan terhadap gejala dan stimulus seperti penerimaan terhadap nilai atau kesepakatan terhadap nilai.
4. Organisasi, berupa pengembangan nilai ke dalam satu sistem organisasi seperti konsep tentang nilai maupun organisasi nilai.
5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu perpaduan sistem nilai yang mempengaruhi terhadap kepribadian dan perilakunya.


Hasil belajar psikomotorik tampak dalam bentuk skill dan aktivitas siswa. Menurut Nana Sudjana (2005, 31) hasil belajar psikomotorik merupakan tahap kelanjutan dari belajar afektif, sehingga aktivitas yang muncul merupakan kelanjutan dari sikap (afektif) seperti segera memasuki kelas saat guru datang, mencatat bahan pelajaran, membaca buku referensi, latihan mengerjakan soal, mampu bergaul dan lain sebagainya.
Menurut Sumadi Suryabrata (1994: 17). Tentang penilaian prestasi belajar di kelompokkan menjadi tiga adalah sebagai berikut:
1) Dasar psikologis
Didalam tiap usaha manusia pada umumnya selalu dibutuhkan penilaian terhadap usaha-usaha yang telah dilakukan, yang berguna sebagai bahan orientasi untuk mengahadapi usaha-usaha yang lebih jauh secara psikologis. Setiap orang selalu butuh mengetahui sampai sejauh manakah dia berjalan menuju kepada tujuan yang ingin atau yang harus dicapai.
2) Dasar didaktis
Mengenai dasar ini dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
a) Ditinjau dari segi anak didik, pengetahuan akan kemajuan-kemajuan yang telah dicapai pada umumnya berpengaruh pada pekerjaan artinya menyebabkan prestasi belajar yang selanjutnya itu lebih baik.
b) Dipandang dari segi guru, dengan menilai hasil atau kemajuan murid-muridnya, sebenarnya guru tidak hanya menilai hasil usaha muridnya saja. Tetapi sekaligus ia juga menilai hasil-hasil usaha sendiri, dengan mengetahui hasil-hasil usaha muridnya itu guru menjadi tahu seberapa jauh dan dalam hal mana dia berhasil serta dalam hal mana dia gagal.
3) Dasar administratif
Orang menilai hasil pendidikan itu juga mempunyai dasar administratif, dengan adanya penilaian yang rumusnya berwujud raport maka dapat dipenuhi berbagai kebutuhan administratif. Dengan demikian penilaian merupakan bagian yang terpenting dari proses belajar mengajar, penilaian itu bermanfaat bagi guru karena dapat membantu menjawab masalah-masalah penting mengenai siswanya dalam prosedur mengajarnya bahkan memberikan inti laporan tentang kemajuan murid-muridnya terhadap orang tua mereka masing-masing.











BAB III
PROSEDUR PENELITIAN

A. DEFINISI OPERASIONAL OBYEK (VARIABEL)
Bimbingan belajar dalam penelitian ini adalah bimbingan belajar yang diikuti siswa di luar jam pelajaran sekolah dan dilakukan bersama lembaga bimbingan belajar independen. Dengan demikian bimbingan belajar yang dilakukan oleh guru bidang studi di sekolah tidak termasuk dalam kategori bimbingan belajar yang dimaksud dalam penelitian ini.
Adapun prestasi belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah peningkatan kemampuan akademik siswa sebagai akibat dari keikutsertaan bimbingan belajar. Dengan demikian prestasi belajar lain seperti organisasi, olah raga dan lain sebagainya tidak termasuk dalam kategori prestasi yang dimaksud dalam penelitian
Dalam penelitian “Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa” ini terdapat dua macam variabel yaitu independent variable (variabel bebas) dan dependen variable (variabel terikat).
1. Variabel Bebas (Independen Variabel)
Variabel bebas (independent variable) ialah ubahan yang menjadi sebab berubahnya atau timbulnya dependen variable. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah bimbingan belajar
2. Variabel Terikat (Dependen Variable)
Variabel terikat ialah ubahan yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat dari adanya penjuru variabel bebas (Usman, 2003: 9). Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa.
Dalam penelitian ini terdapat hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Hubungan antara dua variabel tersebut berupa hubungan asimetris dimana satu variabel mempengaruhi variabel yang lain (Sofian Effendi,1989: 53). Hubungan asimetris yang terbentuk berupa hubungan antara stimulus dan respons dalam bentuk bivariat (dua variabel). Hubungan asimetris dalam penelitian ini terlihat dari variabel bebas (sebagai stimulus) yang berupa bimbingan belajar yang mempenpengaruhi prestasi belajar siswa.
Hubungan variabel-variabel tersebut dapat digambarkan dalam diagram paradigma penelitian sebagai berikut:
Variabel (x) Variabel (y)

P
Hubungan Bivariat
Gambar 1. Diagram Variabel Penelitian
Menurut Sofian Efendi (1989: 51) hubungan antara variabel bebas dan terikat, tidak selalu merupakan hubungan yang kausal akan tetapi ditegaskan bahwa terdapat variabel yang selain berhubungan tetapi variabel yang satu tidak saling mempengaruhi yang lain.
Dalam suatu penelitian sangat penting untuk memahami variabel, karena untuk memahami variabel dan kemampuan menganalisa atau mengidentifikasi variabel. Setiap variabel menjadi yang lebih kecil, merupakan syarat mutlak bagi setiap meneliti.

B. SUBYEK PENELITIAN
Subjek penelitian “Pengaruh Bimbingan Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa di Sekolah” adalah siswa kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta. Dalam pengambilan data penelitian, terlebih dahulu ditentukan subjek penelitian yang akan menjadi responden penelitian. Penentuan responden penelitian didasarkan pada besarnya populasi dan teknik sampling yang digunakan.
1. Populasi
Populasi menurut Sofian Effendi dalam bukunya Suharsimi Arikunto (2002: 108) adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Penelitian dikatakan sebagai penelitian populasi apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian dan melihat semua liku-liku yang ada dalam populasi.
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta. Jumlah siswa-siswi SMP Negeri 8 yang di data peneliti berdasarkan keterangan dari bagian tata usaha (TU) yang berjumlah 1.135 orang. Karena subyek penelitian lebih dari 100, maka hanya di ambil 10% dari jumlah populasi yang ada untuk dijadikan sampel.
Dalam penelitian ini terdapat batasan atau target populasi subjek penelitian yaitu siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta kelas VIII tahun ajaran 2007/2008. Subjek penelitian diambil dari SMP Negeri 8 Yogyakarta berawal dari asumsi bahwa hampir 80% siswa-siswi tersebut mengikuti bimbingan belajar baik di LBB maupun Privat di rumah. Adapun daftar populasi penelitian ini adalah sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta
No Kelas Jumlah
1 VII 360
2 VIII 367
3 IX 408
Jumlah 1.135
Sumber: TU SMP Negeri 8 yogyakarta
2. Teknik Pengambilan Sampel
a. Teknik Sampling
Metode yang digunakan dalam menentukan sejumlah populasi yang mewakili sebagai responden penelitian dikenal dengan istilah teknik sampling. Adapun teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Simple Cluster Sampling (sampel gugus sederhana). Teknik sampling ini terjadi jika populasi terdiri dari beberapa kelompok dengan karakteristik yang hampir sama, sehingga salah satu di antaranya dapat ditarik sebagai sampel (Gulo, 2002: 93). Pengambilan sampel dilakukan dengan mengambil sejumlah gugus atau kelompok sebagai sampel dan kemudian semua unsur penelitian dalam kelompok tersebut diteliti semua (Mantra Ida Bagus, 2004: 119). Dengan demikian semua subjek dalam kelompok tersebut dijadikan sebagai responden penelitian. Keuntungan penggunaan teknik sampling ini adalah tidak perlunya daftar kerangka sampling dengan segala unsur-unsurnya.
b. Ukuran Sampel
Ukuran sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Hal ini diterapkan apabila peneliti hanya akan meneliti sebagian dari populasi dan kemudian bermaksud menggeneralisasikan hasil penelitian sampel. Penelitian sampel dilakukan apabila keadaan subjek di dalam populasi benar-benar homogen. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh, atau dapat menggambarkan kesimpulan sampel sekaligus kesimpulan populasi.
Sekedar menjadi acuan (patokan) apabila subjeknya kurang dari 100, maka lebih baik semua subjek diambil sebagai sampel, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Namun, jika jumlah subjeknya lebih atau cukup besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung pada kemampuan penelitian baik dari segi waktu, tenaga, ataupun dana (Suharsimi Arikunto, 2006: 134). Besar kecilnya kebutuhan sampel ditanggung sepenuhnya oleh peneliti. Semakin besar sampel, maka hasil penelitian akan semakin baik. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 3 kelas sebagai cluster untuk sampel penelitian, yaitu kelas VIII-1,VIII-2, VIII-4. Berikut daftar distribusi sampel.

Tabel 3. Distribusi sampel
No Kelas Jumlah
1 VIII-1 36
2 VIII-2 36
3 VIII-3 38
4 VIII-4 36
5 VIII-5 36
6 VIII-6 37
7 VIII-7 38
8 VIII-8 37
9 VIII-9 37
10 VIII-10 36
Total 367






C. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpukan data penelitiannya. Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas dalam mengumpukan data. Instrumen penelitian membantu pekerjaan peneliti menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan dua jenis metode, yaitu:
1. Metode Angket
Angket ialah daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirimkan untuk diisi oleh responden (Burhan Bungin, 2005: 123) sesuai dengan permintaan pengguna (Suharsimi Arikunto, 2006: 152). Angket yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket tertutup, yaitu angket yang disajikan sedemikian rupa sehingga responden tinggal memberikan tanda pada tempat atau kolom yang sesuai atau dengan kata lain responden tinggal memilih jawaban yang telah disiapkan (Suharsimi Arikunto, 2006: 152). Angket merupakan salah satu jenis data primer karena didapat langsung dari pihak pertama (Usman, 2003 : 73).



Angket disusun dengan menggunakan skala likert atau rating-scale (skala bertingkat) sebagai alat ukur sikap responden terhadap pernyataan yang diberikan. Kategori jawaban terdiri atas 4 alternatif jawaban, untuk analisis secara kuantitatif, maka alternaltif jawaban diberi skor dari 1 sampai 4, dengan rincian sebagai berikut:
4 : Sangat Setuju atau sangat tinggi
3 : Setuju atau tinggi
2 : Tidak Setuju atau rendah
1 : Sangat Tidak Setuju atau rendah sekali (Suharsimi Arikunto, 2006: 152).
2. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi merupakan suatu cara memperoleh data mengenai hal-hal tertentu terutama peninggalan tertulis, arsip-arsip dan sebagaimana yang berkaitan dengan subyek yang diteliti yaitu siswa-siswi SMP Negeri 8 Yogyakarta. Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum tentang SMP Negeri 8 Yogyakarta secara terperinci dan metode dokumentasi ini digunakan untuk mencari data yang berkaitan dengan siswa yang menjadi subyek dalam penelitian dini, apabila ada kekeliruan dengan data yang sudah diperoleh.

D. Instrumen penelitian
1. kisi-kisi instrumen
Kisi-kisi instrumen dalam penelitian menunjukan hubungan antara variabel dengan data, metode, dan instrumen yang disusun. Kisi-kisi instrument dibuat berdasarkan konsep teori yang mendukung penelitian yang selanjutnya menjadi bahan yang akan dituangkan sebagai angket penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua jenis kisi-kisi instrumen, yaitu instrumen bimbingan belajar dan prestasi belajar. Adapun kisi kisi instrument bimbingan belajar adalah sebagai berikut
Tabel 4. Kisi-kisi instrument bimbingan belajar
Variabel Sub Variabel Indikator Item
Bimbingan Belajar Fungsi - Mencegah munculnya masalah balajar
- Menyalurkan bakat dan minat
- Meningkatkan prestasi belajar 1,2,3
4,5
7,8
Tujuan - Mengembangkan potensi
- Mengembangkan ketrampilan belajar
- Memahami lingkungan pendidikan 6,9
12,13,15
10,11,14
Manfaat - mengurangi kesulitan belajar
- memperoleh kondisi belajar yang nyaman 16,17
18,19,20

Tabel 5. Kisi-kisi prestasi belajar
Variabel Sub Variabel Indikator Item
Prestasi Belajar Kognitif - pengetahuan siswa
- pemahaman terhadap materi
- kemampuan menganalisis
- kemampuan sintesis
- kemampuan mengevaluasi 1,12,21
2,5
3,13
4,14
11,17
Afektif - peka terhadap kesulitan orang lain
- kemampuan merespon stimulan
- mengikuti nilai-nilai 6,10
7,8
9,14
Psikomotorik - keuletan mengadakan latihan
- ketrampilan memecahkan masalah 15,16
18,19,20

2. Uji Validitas Instrumen
Uji Validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat validitas instrumen. Instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan atau dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Suharsimi Arikunto, 2006: 169). Uji validitas dan realibilitas diperlukan dalam penelitian ilmiah yang merupakan dasar untuk mempercayai bahwa instrumen tersebut benar-benar layak digunakan dalam penelitian.
Analisa yang digunakan dalam uji validitas dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan korelasi produk moment sesuai dengan pendapat Pearson (Suharsimi Arikunto, 2006: 170) pada setiap butir alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir dan kemudian dibantu dengan SPSS guna pengelompokkan data. Rumus yang digunakan adalah:


Keterangan :
r x y = Angka indeks korelasi “r” produk moment
N = Number of cases
∑XY = Jumlah hasil penelitian antara skor X dan skor Y
∑X = Jumlah seluruh skor X
∑Y = Jumlah seluruh skor Y. (Sudjiono, 2005 : 206)
3. Uji Reliabilitas Instrumen
Uji realibilitas dilakukan untuk mengetahui sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Instrumen yang baik tidak akan bersifat tendensius mengarahkan responden untuk memilih jawaban-jawaban tertentu. Instrumen yang sudah dapat dipercaya yang reliabel akan menghasilkan data yang dipercaya juga. Instrumen dikatakan reliabel apabila suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik (Suharsimi Arikunto, 2006: 178). Rumus yang digunakan dalam mengukur reliabilitas adalah:

Keterangan:
rH = Reliabilitas Instrumen
k = Banyaknya item pertanyaan atau banyaknya soal
∑ σ 2b = Jumlah varians butir
σ 21 = Varians total. (Suharsimi Arikunto, 2006: 196).

E. Prosedur Analisis Data
Dalam penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan uji statistik, yaitu regresi linier. Sebagai syarat suatu penelitian, maka sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji linieritas.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh merupakan distribusi normal atau tidak. Adapun metode statistik untuk menguji normalitas dalam penelitian ini adalah uji chi quadrat, dengan menggunakan rumus sebagai mana diungkapkan oleh Suharsimi Arikunto (2002 : 29).

Keterangan :
X2 = Chi quadrat
fo = Frekuensi yang diperoleh
fh = Frekuensi yang diharapkan.
2. Uji Linieritas
Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat berbentuk garis lurus atau tidak. Pengujian linieritas dilakukan dengan menggunakan uji r dengan rumus sebagai berikut :


Keterangan :
Freg = Harga bilangan untuk garis regresi
RKreg = Rerata kudrat garis regresi
RKres = Rerata kuadrat garis residu. (Sutrisno Hadi, 1994 : 273).




F. Analisis Regresi Linier
Regresi sederhana digunakan untuk menganalisis hubungan sebab akibat variabel bebas terhadap variabel terikat, yang dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Model ini juga digunakan karena untuk melihat perbedaan besar kecilnya pengaruh variabel X terhadap Variabel Y (Burhan Bungin, 2005: 222). Rumus yang digunakan adalah:

Y^= a + bX
Keterangan
Y^ : subjek variabel terikat yang diproyeksikan
X : variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan
a : nilai konstansa harga Y jika X=0
b : nilai arah sebagai penentu prediksi yang menunjukan nilai
peningkatan atau penurunan.

G. Uji Hipotesis
Tahap selanjutnya adalah menlakukan uji hipotesisi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji f pada taraf 5% dengan menggunakan analisis regresi sehingga akan ditemukan harga f garis regresi yang selajutnya dapat diuji taraf signifikansi harga f tersebut. Rumus yang digunakan jika telah diketahui adanya korelasi antara predictor-prediktornya adalah.
F res = R2 (N-M-1)
m (1-R2)

Keterangan
Freg : arah F garis regresi
N : jumlah kasus
m : jumlah predictor
R : koefesien korelasi antara kriterium dengan predictor-prediktornya
derajat kebebasan atau db untuk meguji harga f itu adalah kebalikan dari N-M-1.









BAB IV
HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum Sekolah

1. Visi dan Misi SMP Negeri 8 Yogyakarta

VISI
Mewujudkan sekolah sebagai pusat pendidikan untuk membentuk manusia yang religius, rasional, reflektif, teknologis, prospektif, responsif, dan komunikatif.
MISI
Mendidik siswa sehingga:
a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mampu berfikir dan bertindak rasional.
c. Reflektif terhadap perkembangan perubahan zaman.
d. Mampu menerapkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Memiliki prospektif masa depan yang cerah dan mantap.
f. Memiliki kepekaan yang tinggi terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
g. Komunikatif terhadap lingkungan hidupnya.


1. Sudarmi, MPd
2. Supriyono, Amd
3. H. Ngadiran, S.Ag
4. S. Surya Maramika, Amd
5. Kitri Sukamti, S.Pd
6. Th. Parwati, SP.d
7. Dra. Dwi Rusmiyati
8. Dra. Suwarni
9. Ambar Suwarsi, SPd
10. Dra. kaeksi

URS. KURIKULUM I
Waluyo, SPd.

URS. KURIKULUM II
Samidi, SPd.

URS. KURIKULUM III
Sriyani Indriastuti, SPd.
WALI KELAS
VII
1. Dra. Ngadilah
2. Dra. Indriastuti
3. Sulastri
4. Marjudi
5. Yanti Yudha Iriani. SPd
6. Dra. Sri Subarsidah
7. Sutarto, S.Pd
8. Kadarini. BA
9. Dra. Hj. Siti Annisah
10. Ike Novianti, S. Pd
1. Iriyanti, S.Pd
2. Rahayu W. S.Pd
3. Endang Susilowati, S.Pd
4. Ibnu Agus T.S.Pd
5. Sunarti , S.Pd
6. Bambang Guntoro, S.Pd
7. Dra. Siti Cholifah Z
8. Innayatus Sholikhah, S.Pd
9. Sugiyana, S.Pd
10. Sudaryanto, S.Pd
2. Struktur Organisasi SMP Negeri 8 Yogyakarta
KEPALA SEKOLAH
Drs H. Mas’udi Asy, MPd.I





WAKIL KEPALA SEKOLAH
Nugroho Yulianto












WALI KELAS
IX

WALI KELAS
VIII









Gambar 2. Struktur Organisasi SMP N 8 Yogyakarta

3. Fasilitas Sekolah
a. Laboratorium Fisika (Ruangan ber AC)
b. Laboratorium Biologi
c. Laboratorium Komputer (Ruangan ber AC)
d. Laboratorium Bahasa (Ruangan ber AC)
e. Laboratorium Matematika
f. Ruang Keterampilan
g. Ruang AVA
h. Masjid Sekolah
i. Ruang Musik.

B. Deskripsi Data

Populasi dalam penelitian ini adalah 1.135 siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. Sedangkan sampel dari penelitian ini ada 100 siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. Penelitian ini melibatkan dua variabel yang terdiri dari satu variabel terikat yaitu prestasi belajar siswa dan satu variabel bebas yaitu bimbingan belajar siswa. Berikut ini akan diuraikan deskripsi data dari masing-masing variabel penelitian.
Merujuk pendapat Suharsimi Arikunto (2006: 134) yang menyebutkan bahwa apabila subyeknya kurang dari 100 maka lebih baik semua subyek diambil sebagai sampel, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Namun jika jumlah subyeknya lebih atau cukup besar diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung pada kemampuan peneliti baik dari segi waktu, tenaga, ataupun dana. Besar kecilnya kebutuhan sampel ditanggung sepenuhnya oleh peneliti. Semakin besar sampel, maka hasil penelitian akan semakin baik. Dalam penelitian ini peneliti mengambil 3 kelas sebagai cluster untuk sampel penelitian, yaitu kelas VIII-1, VIII-2, dan VIII-4.
Pada awal penelitian angket yang dibuat adalah untuk 108 responden, akan tetapi angket yang disebar hanya 100 dikarenakan beberapa siswa tidak masuk kelas, Maka dengan itu peneliti hanya mengolah data sebanyak 100 angket dari 100 responden.
1. Bimbingan Belajar Siswa
Data skor bimbingan belajar siswa diperoleh dari angket yang diberikan kepada siswa, dari angket diperoleh data skor terendah 37 dan tertinggi 71. Distribusi frekuensi skor bimbingan belajar siswa disajikan pada tabel sebagai berikut:
Tabel 6.Distribusi Frekuensi Bimbingan Belajar Siswa


Dari tabel distribusi frekuensi tersebut dapat dihitung dan diperoleh rata-rata sebesar 54.61, median sebesar 54.98, modus sebesar 54.00, dan simpangan baku sebesar 6.19. Frekuensi tertinggi terdapat pada interval nomer 4 dengan rentang skor 51.5-56.5 yaitu sebanyak 33 siswa atau 33%.
Adapun sebaran pada masing-masing kelas interval dapat diamati melalui histogram di bawah ini.:

Gambar 3. Histogram Bimbingan Belajar Siswa (X)

Untuk menafsir skor yang telah diperoleh, skor bimbingan belajar siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan kriteria sebagai berikut:
: Kriteria rendah
: Kriteria sedang
: Kriteria tinggi

Dengan : skor rata-rata
: skor bimbingan belajar siswa
: simpangan baku.

Tabel 7
Pengelompokan Skor Bimbingan Balajar
Skor Bimbingan Belajar Jumlah Siswa Kriteria
<> 60.8
26
60
14 Rendah
Sedang
Tinggi

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 ikut aktif bimbingan belajar termasuk pada kategori sedang.
2. Prestasi Belajar
Data skor prestasi belajar siswa diperoleh dari tes prestasi atau ulangan yang diberikan kepada siswa, dari tes prestasi diperoleh data skor terendah 25 dan tertinggi 67. Distribusi frekuensi skor prestasi belajar siswa disajikan pada tabel sebagai berikut:




Tabel 8. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Siswa

Dari tabel distribusi frekuensi tersebut dapat dihitung dan diperoleh rata-rata sebesar 51.96, median sebesar 52.10, modus sebesar 49.00 dan simpangan baku sebesar 7.57. Frekuensi tertinggi terdapat pada interval nomer 4 dengan rentang skor 45.5-52.5 yaitu sebanyak 35 siswa atau 35%.
Adapun sebaran pada masing-masing kelas interval dapat diamati melalui histogram di bawah ini.:

Gambar 4. Histogram Prestasi Belajar Siswa (Y)
Untuk menafsir skor yang telah diperoleh, skor bimbingan belajar siswa dibagi menjadi tiga kelompok yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan kriteria sebagai berikut:
: Kriteria rendah
: Kriteria sedang
: Kriteria tinggi
Dengan : skor rata-rata
: skor bimbingan belajar siswa
: simpangan baku
Tabel 9
Pengelompokan Skor Prestasi Belajar
Skor Bimbingan Belajar Jumlah Siswa Kriteria
<> 59.53
4
73
23 Rendah
Sedang
Tinggi

Dari hasil perhitungan dapat dilihat bahwa prestasi belajar sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 berada pada tingkat sedang.
Hasil uji validitas dengan menggunakan korelasi product moment pada variabel bimbingan belajar dan prestasi belajar menunjukkan bahwa soal-soal pada variabel prestasi belajar siswa dan bimbingan belajar merupakan soal yang valid hal ini ditunjukkan dengan nilai rhitung > rtabel (0.195). sedangkan hasil uji reliabilitas pada kedua variabel dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach diperoleh rhitung > rtabel (0.195) sehingga dapat disimpulkanbahwa intrumen pada kedua variabel baik prestasi belajar maupun bimbingan belajar merupakan instrumen yang andal atau reliabel. Perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

C. Uji Persyaratan Analisis
Pengujian persyaratan analisis harus dipenuhi sebelum menguji hipotesis. Dalam penelitian ini meliputi: uji normalitas dan uji linearitas.
1. Uji Normalitas
a) Uji Normalitas untuk variabel X (Bimbingan Belajar)
Untuk mengetahui apakah variabel X berdistribusi normal atau tidak maka perlu diuji menggunakan rumus Chi-Kuadrat. Dengan kriteria keputusan jika maka sebaran data berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan diperoleh = 16.425 dan = 16.919 pada db = 9 dan taraf signifikansi 5%. Karena maka sebaran data variabel X berdistribusi normal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:



Tabel 10
Hasil Uji Normalitas Bimbingan Belajar
Uji Normalitas

Keputusan
Bimbingan belajar 16.425 16.919 Berdistribusi normal

b) Uji Normalitas untuk variabel Y (Prestasi belajar)
Untuk mengetahui apakah variabel Y berdistribusi normal atau tidak maka perlu diuji menggunakan rumus Chi-Kuadrat. Dengan kriteria keputusan jika maka sebaran data berdistribusi normal. Dari hasil perhitungan diperoleh = 3.380 dan 16.919 pada db = 9 dan taraf signifikansi 5%.. Karena maka sebaran data variabel Y berdistribusi normal. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 11
Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Siswa
Uji Normalitas

Keputusan
Prestasi Belajar 3.380 16.919 Berdistribusi normal

2. Uji linearitas antara X dan Y
Untuk menguji apakah korelasi antara X dan Y berpola linear atau tidak, maka perlu diuji menggunakan uji F dengan kriteria keputusan jika maka korelasi kedua variabel tersebut berpola linear.

Tabel 12
Hasil Uji Linearitas antara Variabel X dan Y
Uji linearitas

Keputusan
Antara X dan Y 0.173 3.44 Berpola Linear

D. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan dengan analisis regresi. Dalam penelitian ini diajukan hipotesis yaitu:
: tidak ada pengaruh antara bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa
: ada pengaruh antara bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa
Uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara individual terhadap variabel dependen, masing-masing sebagai berikut :
1. Hipotesis
Ho : b = 0 bahwa variabel independen secara individual tidak berpengaruh terhadap variabel dependen
H0 : b ≠ 0 bahwa variabel independen secara individual berpengaruh terhadap variabel dependen
2. Menentukan nilai kritis
Dimana α = 0,05 tingkat kepercayaan 95% dan degree of freedom sebesar n – 1 – k, sehingga daerah kritis ditentukan sebagai sebagai berikut:
t tabel = t (½ α ; n – 1- k)
= t (0,05 ; 100 –1 –2)
= t (0,05; 97)
Maka diperoleh nilai t tabel sebesar 1.6612
3. Menentukan nilai t test
Berdasarkan penggunaan taraf signifikan 5 % dengan df = 97, maka didapat t tabel sebesar  1.6612 sedangkan dari hasil olah data komputer didapat t hitung sebesar 7.998.
4. Kriteria Pengujian
H0 diterima apabila : -t (0.025;95)  t hitung  t (0.025;95) atau tingkat probabilitas > 5%
H0 ditolak apabila : t hitung < -t (0.025;95) atau t hitung > t (0.025;95) tingkat probabilitas <> t tabel (1.6612) maka Ho ditolak. Hal ini berarti ada pengaruh yang signifikan antara bimbingan belajar dengan prestasi belajar.
Dengan analisis korelasi parsial dan uji t diperoleh koefisien korelasi X dan Y sebesar 0,628 dan harga sebesar 7.998. Sedangkan pada taraf signifikansi 5% yaitu sebesar 1,6612. Ternyata > sehingga ditolak dan diterima atau pengaruh yang signifikan antara bimbingan belajar dengan prestasi belajar, artinya bahwa dengan adanya pembelajaran tambahan dengan dibimbing oleh pengajar diluar sekolah maka akan meningkatkan prestasi belajar siswa.

E. Pembahasan Hasil Penelitian
Hasil uji normalitas diperoleh harga Chi-kuadrat untuk bimbingan belajar χ2 = 16.425 dan untuk prestasi belajar siswa χ2 = 3.380 sedangkan = 16.919 pada db = 9 dan taraf signifikansi 5%. Dari hasil perhitungan maka ke dua variabel tersebut berdistribusi normal karena chi kuadrat (χ2)hitung < χ2tabel. Hasil perhitungan uji lineritas diperoleh Fhitung untuk bimbingan belajar (X) terhadap prestasi belajar siswa (Y) sebesar = 0.173 sedangkan Ftabel = 3.44 dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa bentuk garis regresi antara variabel bebas dengan variabel terikat adalah berpola linier. Tujuan dari pembahasan hasil penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh antara bimbingan belajar dengan prestasi belajar siswa dan seberapa besar pengaruh bimbingan belajar terhadap prestasi belajar siswa. Pada bagian ini disajikan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil penelitian yang dianalisis secara korelasi. Penelitian ini menemukan bahwa: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara bimbingan belajar dengan prestasi belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hubungan fungsional antara bimbingan belajar (X) dengan prestasi belajar siswa (Y) siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 dalam bentuk persamaan regresi linear yaitu Y = 27.892 + 0.514X dengan koefisien korelasi sebesar 0,628 pada taraf signifikansi 5% koefisien arah regresi sebesar 0.514 Artinya setiap kenaikan satu unit X mengakibatkan 0.514 kenaikan Y. Dengan kata lain semakin sering siswa mengikuti bimbingan belajar maka maka semakin tinggi pula prestasi belajar siswa. 2. Koefisien determinasi (R2) sebesar 0.395, hal ini berarti bahwa 39.5% prestasi belajar dipengaruhi oleh bimbingan belajar dan sisanya sebesar 60.5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian lebih lanjut dengan melibatkan beberapa ubahan lain yang diduga mempengaruhi prestasi belajar siswa. Dengan hasil dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar diluar sekolah yang dilakukan oleh siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap penelitian yang dilakukan, maka dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Terdapat pengaruh yang signifikan antara bimbingan belajar dengan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun ajaran 2007/2008 yang ditunjukkan dengan hasil korelasi parsial sebesar 0.628 pada taraf signifikansi 5%. Jadi dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor bimbingan belajar berpengaruh pada prestasi belajar siswa sebesar 39,5%, sedangkan 60,5% adalah faktor lain selain bimbingan belajar 2. Besarnya pengaruh bimbingan belajar terhadap prestasi siswa di sekolah adalah 39.5% yang ditunjukkan dengan hasil nilai koefisien determinasi. B. Saran Dari hasil penelitian dan kesimpulan, maka dapat diajukan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi siswa, hendaknya terus berusaha untuk meningkatkan prestasi belajar dengan cara lebih aktif dalam belajar baik di dalam kelas maupun di luar kelas. 2. Bagi Guru, hendaknya lebih memahami kondisi siswa yang mempunyai tingkat kecerdasan yang berbeda-beda, sehingga guru harus tepat dalam menentukan metode mengajar apa yang tepat untuk digunakan mengajar. 3. Pihak sekolah diharapkan untuk meningkatkan kualitas dari segi siswa dengan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam belajar dan meningkatkan sarana dan prasarana pembelajaran yang mendukung. 4. Bagi peneliti selanjutnya, untuk lebih memantapkan hasil penelitian ini. Perlu dilakukan penelitian yang sejenis dengan populasi yang lebih luas dan melibatkan faktor-faktor lain yang diduga mempengaruhi pestasi belajar serta dengan menggunakan metode pengumpulan data lainnya, misalnya metode wawancara sehingga akan diperoleh data yang lebih kompleks. 5. Bagi Lembaga Bimbingan Belajar supaya dalam memberikan tambahan pelajaran lebih menyesuaikan dengan kondisi pelajaran disekolah supaya siswa yang mengikuti bimbingan belajar semakin giat dalam belajar. Bimbingan belajarjuga merupakan salah satu sarana agar siswa dapat lebih termotivasi dalam belajar, sehingga siswa akan dapat menghasilkan prestasi yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin Mahmu. 2002. Psikologi Kepribadian. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Abu Ahmadi. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono. 2004. Pskologi Belajar (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Anas Sudjiono. 1986. Teknik Evaluasi Pendidikan. Yogyakarta: UD Rama. Badudu dan Zain Sutan Mohammad. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Burhan Bungin. 2005. Metodelogi penelitian kualitatif. Jakarta: Kencana Dewa Ketut Sukardi. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta. Dyah Rahmah Sukmasari. 2005. Pengaruh Rasa Percaya Diri Terhadap Prestasi Belajar Siswa MTs Muhammadiyah Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes Jawa Tengah. [Skripsi] Yogyakarta: FIAI UII. Gulo,W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia. Hadari Nawawi. 1981. Pengaruh Hubungan Manusiawi Murid Terhadap Prestasi Belajar di SD. analisis pendidikan vol 1. Mantra Ida Bagus. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Minhatul Izzah. 2004. Pengaruh Prestasi Belajar Terhadap Percaya Diri Siswa di MTs N Sleman Yogyakarta. [Skripsi] Yogyakarta: FIAI UII. Muhammad Buchori. 1983. Teknik-teknik Evaluasi Dalam Pendidikan. Bandung: Jemmars. Muhibbin Syah. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Muzhoffar Akhwan, dkk. 2002. Pedoman Penulisan Skripsi. Yogyakarta: FIAI UII Nana Sudjana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Nasution. 1982. Didaktis Azas-azas Mengajar. Bandung: Jemmars. Nur’ainun Siregar. 2006. Pengaruh Pemanfaatan Internet Terhadap Prestasi Belajar Siswa di SMA Negeri 6 Yogyakarta. [Skripsi] Yogyakarta: FIAI UII. Oemar Hamalik. 1990. Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta. ----------2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (edisi revisi VI). Jakarta: Rineka Cipta. Sumadi Suryabrata.1994. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo. Sutrisno Hadi.1994. Analisis Regresi. Yogyakarta: Andi Offset. Syaiful Bahri Djamarah. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta: Bineka Cipta. Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan. 2005. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Thursan Hakim. 2000. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara. Usman H. 2003. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Wingkel WS, 1984, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia. Syamsir Alam. 2006. Instrumen Ujian Nasional sebagai Penentu kelulusan Berpotensi Merugikan Siswa. www.kompas.com/kompacetak/0506/27. Bimbingan Belajar Simbol Ketidakpercayaan terhadap Sekolah, 31 juli 2006, www.primagama.co.id/profile/profilekini.php Deni Setiawan. 2006. Penanganan Belajar Siswa. www.sd-binatalenta.com/images. Soelastri. 2002. Menjelang Ujian Masuk PTN Perlukah Ikut Bimbingan Belajar. www.kompas.com/kompas-cetak/0206/19/dikbud/menj08.htm

Read More..

Inovasi Pembelajaran KTI

Inovasi Pembelajaran KTI